Aku benar-benar kesal setengah mati kali ini. Aku bahkan menolak turun dari mobil untuk sekadar mengecek luka lecet yang sudah mengering sejak tadi. Aku menolak untuk dibersihkan, dan pada akhirnya Sasuke sialan memaksaku turun dengan menggdendongku di pundaknya.
Walaupun aku sudah mendendang-nendang dan mencubit punggungnya tapi dia tetap bisa membawaku turun dan duduk di atas ranjang pasien untuk diobati.
My lost money...
Memikirkannya saja aku sudah mau menangis dan meraung keras. Aku bahkan masih bisa mengintip lembaran demi lembaran yang sedikit tersingkap dari kantong jaket Sasuke. Ingin sekali aku mengambilnya, tapi sayangnya Sasuke selalu tahu setiap kali aku berniat mencurinya. Dia langsung menekan pinggangku dengan sedikit kencang--tempat luka lecetku berada--hingga aku harus meringis kesakitan.
Sasuke selalu berkata bahwa dia bisa memberikanku pinjaman uang dan aku bisa merelakan uang itu. Tapi masalahnya adalah dia Uchiha dan aku dengan segala aspek yang ada dalam diriku telah berjanji bahwa aku harus selalu menolak pemberian Uchiha. Apalagi ini adalah Sasuke, tokoh utama dalam kehancuran hidupku bertahun tahun lalu.
"Kenapa kau membawaku ke sini!" Aku berteriak di depan wajahnya saat dia membantuku membuka seat belt-ku. Aku menatap horor bangunan megah tempat aku kehilangan kewarasanku beberapa hari lalu.
"Memang ke mana lagi aku harus membawamu? Tempatku di sini."
"Kau bisa menyewa hotel dalam satu malam. Aku menolak jika harus masuk ke sana. Lagipula, kau sudah mengambil harta berhargaku jadi aku menolak apapun yang kau perintahkan."
"Sakura, ini bahkan bukan uang milik mu." Dia memandangku tidak percaya dan menggelengkan kepalanya pasrah. Sasuke turun dari mobil dan dengan cepat dia berlari untuk membuka pintu mobil tempatku duduk sebelum aku membukanya lebih dulu. "Kau turun atau aku memaksamu turun."
Aku masih tetap pada pendirianku dan menolak untuk turun. Bahkan aku menolak untuk bertatapan dengan wajahnya. Tapi siapa yang menyangka Sasuke akan menempatkan tangannya di bawah lututku dan langsung menarikku keluar dalam satu kali.
Ini bahkan terlihat memalukan sekali, dengan langkah lebar-lebar Sasuke masuk ke dalam lift sembari menggendongku yang berusaha sebaik mungkin menyembunyikan wajah dengan rambut panjangku. Walaupun sekarang sudah sangat larut, tetapi orang-orang masih terbilang cukup banyak yang berkeliaran. Semoga saja salah satu dari mereka bukan paparazi sialan.
"Mau sampai kapan kau menunduk terus?" Sasuke bertanya padaku setelah beberapa saat dia melangkah.
Dengan takut-takut aku menyingkirkan rambutku dan melihat ke sekililing. Oke sudah ada siapa-siapa. Aku mendesah lega dan langsung memperbaiki rambutku yang mencuat ke mana-mana.
"Saki," Dia memanggilku sambil tersenyum simpul.
"Apa!?" Aku menjawabnya dengan ketus sambil melipat kedua tanganku di dada.
"Kau mau terus ku gendong?" Dia bertanya lagi dengan nada geli. "Aku tidak keberatan sebenarnya kalau kau mau terus digendong seperti ini."
Seketika aku tersadar masih berada dalam gendongan si sinting Uchiha. Aku meronta-ronta dan menggeliat hingga Sasuke menurunkanku. Aku menepuk-nepuk bajuku yang terkena sentuhan Sasuke dan menatapnya dengan nyalang.
"Silahkan masuk." Katanya sambil membuka pintu untukku. Sebelah tangannya mendorong punggungku agar aku masuk ke dalam dan sebelah laginya menahan daun pintu agar tetap terbuka.
Karena tahu aku tidak akan bisa kabur-kabur lagi, aku akhirnya memilih masuk ke dalam neraka tempat setan macam Sasuke tinggal (baca: apartemen Sasuke). Aku bahkan tidak mau masuk lebih ke dalam dan menyeret kursi yang ada tidak jauh dari penglihatan ku dan langsung duduk tepat di samping rqk sepatu.
Sasuke tampaknya sudah tidak mau mendebatku lagi karena dia langsung melepas mantelnya, meletakan sepatu dan menggantinya dengan sandal, pergi mengambil segelas coklat dan memberikannya padaku. Aku mendelik kesal menatapnya. Dia benar-benar menghinaku jika berpikir aku akan minum coklat seperti anak bayi ketimbang wine untuk menghangatkan diri.
"Tidak ada alkohol di sini."
"Oh." Aku mengangguk paham dengan perkataannya. Aku juga memang harus menghindarkan alkohol denganku untuk beberapa waktu ke depan. "Kalau begitu air mineral saja. Aku tidak mau minum minuman bayi."
Sasuke menarik kembali coklat panasnya dan pergi ke dapur untuk mengambilkan aku segelas air mineral. Dan aku? Tentu saja aku masih duduk di sebelah rak sepatu. Jika dia mau berbicara denganku, dia harus mengikuti aku duduk di sini karena aku tidak mau menginjakan kaki lebih dalam lagi.
"Jangan buang-buang waktu, cepat katakan apa yang mau kau katakan."
Sasuke meletakan kopi hitam miliknya di atas rak sepatu sebelum berbicara. "Aku sudah tahu Ebisu pindah ke Tokyo sejak kemarin." Aku membeku begitu mendengar perkataanya. Aku menatapnya tidak percaya. "Aku sudah mendapatkan berkas mengenai alasan kepindahannya. Dia memang mencarimu untuk apa yang kau lakukan dulu."
Oh sial, bagaimana bisa dia masih seniat itu untuk mencariku hingga ke Tokyo. Itu berarti aku memang harus pindah.
"Sekalipun kau pergi menghindar, dia pasti akan mencarimu juga. Ebisu-san, dia tidak akan menyerah jika dia saja bisa berhasil menemukanmu di Tokyo yang seluas ini."
Aku meneguk air putih di tanganku hingga habis dan meletakan gelasnya kasar di atas rak sepatu. Tanganku mengepal erat frustasi. Astaga ini benar-benar gila! Apa aku perlu membunuhnya agar dia tidak mengganggu hidupku lagi? Dia bahkan menjebak ayah dan ibuku hingga meninggal.
"Kau tahu di mana Ebisu tinggal? Aku melihatnya ada di cafe beberapa minggu lalu. Daerah Shinjuku."
"Kemungkinan besar dia nomaden. Aku belum bisa menemukan di mana tepatnya dia berada, tapi menurut dugaanku dia pasti akan menjajaki semua tempat di Tokyo."
Ebisu. Dia gila. Dia orang paling gila yang pernah kutemui. Dia bahkan rela membunuh kedua orang tuaku karena mereka menolak menjual tanah warisan milik keluarga Haruno. Dia menjebakku hingga aku mau mendandatangi surat penjualan tanah. Dia bahkan membuatku harus mencuri untuk bertahan hidup, membuatku masuk ke dalam penjara selama dua minggu.
Sekarang dia mencariku untuk apa? Untuk apa lagi? Aku tidak melakukan hal apapun yang merugikan dia. Aku yang dirugikan di sini.
"Kau berhutang satu tanah untuknya. Dia tidak bisa membangun apapun tanpa persetujuanmu setelah kau dewasa. Lagipula, kau membuat anaknya masuk ke dalam penjara."
Aku menatap Sasuke tidak percaya. Aku bahkan kehilangan kata-kataku begitu mendengar perkataannya.
Satu-satunya orang yang pernah kujebloskan ke dalam penjara adalah oranh paling brengsek dalam hidupku. Dia membuatku membenci hari ulang tahunku ke tujuh belas.
"Pein... anak dari Ebisu?"
Jika...
Jika Pein dan Ebisu adalah anak dan ayah maka aku benar-benar dalam keadaan yang sangat kacau. Aku... aku harus benar-benar pindah.
"Sejauh apapun kau berlari Saki, Pein dan Ebisu tidak akan berhenti untuk menemukanmu."
Aku tahu Sasuke, aku tahu itu dengan jelas. Mereka bahkan datang sejauh ini untuk mencariku, bahkan jika aku pergi lagi mereka akan menghantuiku terus.
"Aku bisa menawarkan perlindungan padamu.
Tinggalah di sini, Saki. Sementara aku yang akan menangani masalah ini."
Bersambung...
Yes, aku tahu kalian sejak kemarin sudah 70 vote, tapi sejak kemarin juga aku sakit dan baru sekarang bisa aktif lagi. Im so sorry :(
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny to Meet You [SasuSaku] ✔
FanfictionSatu kesalahan besar yang pernah dilakukan oleh Sasuke membuatnya dihantui rasa bersalah pada tetangga masa kecilnya. Tetangganya tidak lagi sama seperti dulu, tidak ada senyuman manis, tidak ada lagi canda tawa, dan tidak akan pernah ada lagi Sakur...