Di sinilah aku, duduk menikmati jalan yang minim dilalui orang-orang. Hari ini cuaca lebih dingin daripada sebelumnya, mungkin karena sudah mau memasuki musim gugur, jadi angin kencang terus berhembus. Untung saja, aku sudah dalam balutan syal tebal kotak-kotak milik Naruto dan juga perban yang membungkus hingga ke telapak kaki. Paling tidak aku tidak merasa terlalu kedinginan.
"Kau benar-benar tidak mau menurunkan aku di bar, ya?" Aku mulai membuka suara dan melirik Sasuke yang fokus menyetir.
Jika Sasuke tidak mengantarku sekarang, aku akan kebingungan sendiri bagaimana caranya agar aku bisa sampai ke sana. Menunggu sampai kakiku bisa berjalan normal tampaknya butuh beberapa hari lagi. Aku bahkan ingat Hatake yang tampan dan mempesona itu bilang bahwa aku perlu terapi agar bisa normal berjalan lagi. Tampaknya masalah kaki terkilir ini bukan terkilir yang biasa-biasa saja hingga butuh terapi.
Tapi asalkan aku bisa mendekati Hatake, kenapa tidak? Dia terlihat... memiliki ketertarikan juga denganku, bukan? Hatake juga kelihatannya mapan, jika aku cukup serius menjalin hubungan beberapa bulan dengannya tampaknya itu pilihan yang bagu--.
"Sialan!"
Aku tersentak kaget begitu mendengar Sasuke mengumpat keras. Dia bahkan memukul stir mobil kuat-kuat.
Apa aku tanpa sadar telah kelepasan berbicara?
Tapi sekalipun iya, tidak seharusnya Sasuke memaki karena perkataanku. Apa hak-nya marah begitu?
Dengan mata memicing tajam aku balas marah padanya. "Kau baru saja mengumpat ke arahku."
Sasuke tidak menatapku, dia tetap fokus pada jalanan yang semakin membuatku kesal. Sekarang dia mau berpura-pura bahwa hal tadi tidak pernah terjadi?
Jangan harap!
Tidak boleh ada yang lolos jika sudah mengumpat di depan wajahku secara langsung.
"Kau mau diam--"
"Aku bukan mengumpat padamu. Lihat saja di depan, oke? Terjadi kecelakaan kecil di mana sebuah sepeda motor tidak sengaja masuk ke bahu jalan dan hampir menabrak salah satu pejalan kaki." Sasuke menjelaskan tanpa menatap ke arahku sama sekali. Dari nada suaranya Sasuke sendiri tidak terlihat yakin untuk alasan yang dibuatnya.
"Aku tetap minta maaf karena mengumpat di depanmu." Ah, baiklah jika Sasuke sudah meminta maaf. Walaupun bukan ditujukan kepadaku, tapi jika dia mau dengan sukarela meminta maaf, kenapa tidak. Jarang-jarang mendengar Sasuke mau meminta maaf secara langsung. Jika tanganku berfungsi dengan benar aku akan dengan senang hati merekamnya.
Baru saja aku akan membalas perkataannya, Sasuke tiba-tiba berbicara lagi.
"Lagipula, kupikir bukan hal baik mengumpat di depan orang lain." Dia melirik ke arahku dan tersenyum kecil. Dari matanya aku menangkap kilat kesenangan tersendiri.
Aku merasa bingung melihat kesenangan di wajahnya. Kurasa tidak ada yang salah dengan perkataannya.
Tapi...
Setelah dipikir-pikir
Mengumpat di depan orang lain
Di depan orang lain
Di depan...
Orang lain...
Orang lain
Orang lain = Sasuke
Aku juga sering--
DASAR BEDEBAH BUSUK!
Aku menatapnya marah dan berusaha menggerakan tanganku untuk dapat memukulnya. Sekarang aku tahu kenapa dia terlihat senang.
"MATI SAJA KAU SASUKE!" Teriakku sekuat tenaga karena tidak berhasil memukulnya. Aku bahkan berani bertaruh dia tidak merasakan adanya tekanan dari aku yang memukulnya. Yang ada adalah tanganku yang semakin terasa nyeri karena dipaksa untuk digerakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny to Meet You [SasuSaku] ✔
FanfictionSatu kesalahan besar yang pernah dilakukan oleh Sasuke membuatnya dihantui rasa bersalah pada tetangga masa kecilnya. Tetangganya tidak lagi sama seperti dulu, tidak ada senyuman manis, tidak ada lagi canda tawa, dan tidak akan pernah ada lagi Sakur...