Chapter 1

801 50 9
                                    

Disclaimer © Gintama by Hideaki Sorachi

🌸🌺🌼

Kisah ini dimulai sebelum umur kami menginjak belasan tahun. Saat baru saja bergabung dengan Shouka Sonjuku, teman-teman yang lain sering mengatakan aku sering melamun. Bahkan Gintoki yang tidak peka dan Takasugi yang cuek saja mengatakan hal yang sama.

Saat aku berkata bahwa aku tidak melamun, mereka malah menjawab.

"Tubuhmu memang tidak melamun, tapi pikiranmu melamun." Memangnya tubuh bisa melamun? Gintoki kadang selalu mengatakan hal yang tidak masuk akal.

"Kau memang terlihat sering memikirkan sesuatu hingga tanpa sadar kau melamun, tapi tubuhmu masih bergerak. Meskipun itu hanya terlihat seperti adegan reka ulang."

"Maksudnya?" Aku tidak mengerti apa yang Takasugi katakan.

"Meskipun kau melamun, tapi tubuhmu masih bergerak, itu mengerikan. Apa tubuhmu punya sistem autopilot?"

Seperti itulah pendapat kedua teman baikku yang entah kenapa tidak akur sama sekali. Karenanya, semenjak itu aku selalu berusaha untuk tidak memikirkan apapun di luar pelajaran dan saat sedang bersama yang lainnya. Pelatuk itulah yang membuat semua ini terjadi.

Saat itu aku mencari tempat tenang untuk memisahkan diri dari yang lain, hingga sampai ke pinggir desa. Di sekeliling hanya ada pohon-pohon lebat dan jalan setapak yang terbuat dari injakan para manusia, hewan-hewan liar yang kadang menampakkan dirinya dan serangga yang terus berbunyi.

Aku mengikuti jalan setapak yang mengarah ke dalam hutan, terus memperhatikan sekeliling hingga tanpa sadar aku terus melihat jalan setapak yang kuinjak. Sesuatu yang kurasakan selanjutnya adalah sebuah kelembutan di bibirku, entah sejak kapan Gintoki telah berhasil menghentikan langkahku dan malah mengambil sebuah ciuman dariku.

Akibat kaget, aku menjauhkan diri. Menyentuh bibir dengan punggung tanganku dengan sedikit merona.

"Kau melamun lagi, mau kemana?" Tanya Gintoki.

"Aku hanya mengikuti jalan setapak ini menuju ke arah mana, dan aku tidak melamun."

"Kalau kau tidak melamun, kenapa kau tidak sadar kalau aku menciummu lebih dari lima detik?" Pipiku tambah merona. "Lalu coba lihat ke belakangmu." Gintoki menujuk sesuatu di belakangku, aku pun berbalik dan heran dengan banyaknya jalan setapak yang berpencar-pencar entah kemana. "Apa kau tahu jalan mana yang kau ambil tadi?"

Aku mengerutkan kening, berpikir. "Yang itu." Kemudian aku menunjuk jalan ketiga dari kanan karena terlihat sering dilalui dan lebih lebar dari jalan lainnya.

"Kau memang melamun, semua jalan itu tidak pernah kau lalui." Gintoki menarik tanganku, melalui jalan satu-satunya. "Kau bahkan tidak sadar kalau aku bahkan sempat menarikmu hingga kau berbalik."

"Gintoki, kita tidak salah jalan?" Takut-takut aku pun bertanya.

"Tidak, aku sudah sering masuk ke hutan ini. Tidak sepertimu yang berjalan dituntun oleh lamunan." Entah kenapa aku tidak bisa membalasnya dan tetap membiarkan diriku terus ditarik hingga keluar dari hutan. "Tubuhmu punya sistem autopilot, jadi kalau melamun jangan ditempat sepi, harus ada orang di sekitarmu."

Aku tidak menjawab, Gintoki sudah melepaskan genggaman tangannya di tanganku dan memimpin jalan kembali ke Sekolah.

"Zura?"

"Bukan Zura, aku Katsura." Protesku seperti biasa, kalau soal nama aku tidak mau mengalah.

"Jika aku juga menjadi seperti itu, lakukanlah hal yang sama padaku."

Some Like It HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang