Epilog - Last Chapter

247 20 0
                                    

Disclaimer © Gintama by Hideaki Sorachi

🌸🌺🌼

Bagaimana caramu mendeskripsikan neraka? Seperti apakah neraka sedangkan kau sendiri tidak pernah melihatnya? Yang kita tahu, neraka adalah tempat yang tidak ingin dikunjungi siapapun.

Apakah yang kau lihat di sekelilingmu ini neraka? Sejauh mata memandang kau hanya bisa melihat puing-puing bangunan dan kapal terbang. Menara yang berdiri kokoh selama dua puluh tahun itu kini tak ada bedanya, bergabung dengan puing-puing lainnya. Tergeletak mayat dan darah di sana sini, bahkan kau bisa mencium bau anyirnya yang bercampur dengan bau asap dan debu.

Ini sama parahnya dari perang dua tahun lalu.

Akibat perang, banyak yang hancur, orang-orang terluka dan mati. Dia disadarkan kembali, beginilah perang. Tidak ada manfaatnya, tidak ada yang dapat diperoleh. Semua orang menangis, entah pada wajah atau hati mereka. Apakah ini bisa disebut neraka?

Tiga orang keluar dari puing reruntuhan, satu yang lebih besar sedang di papah oleh dua yang lebih kecil. Mereka berjalan ke arahnya, yang hanya bisa berdiri di tempat dengan wajah khawatir setelah keruntuhan. Mereka berhenti saat jarak hanya berada sepuluh langkah, membiarkan yang dipapah berjalan terhuyung mendekati surai hitam legam. Wajahnya tidak terlihat, bahkan saat tangan si perak melingkari pinggangnya dan mengubur wajah di persimpangan leher dan bahunya.

Tubuh itu gemetar seiring rasa lembab akibat air mata yang tumpah, tidak ada kata-kata tapi dia mengerti. Dibalasnya pelukan itu, ditariknya tubuh itu lebih merapat dengannya, mengubur wajah di surai perak yang lusuh dan kotor.

"Kotarou..." Hanya gumaman kecil yang keluar, tubuh itu semakin bergetar hebat.

Yang dipanggil Kotarou meneteskan air matanya, semakin mengubur wajahnya kala tidak ingin siapapun melihat ekspresinya. Dia tahu kalau saat ini banyak suara langkah dan jatuh yang terdengar di dekatnya, beberapa orang menatap dan mendekati mereka.

"Maaf, aku tidak bisa menepati janjiku." Meski tidak ada isakan, tapi suara yang keluar begitu berat dan serak. Sebelum ini dia selalu berteriak, bahkan mungkin dia sempat menangis sebelum menemuinya. "Lagi-lagi aku tidak bisa menepati janjiku."

"Tidak apa-apa, Gintoki. Semua akan baik-baik saja." Gumamnya pelan, cukup didengar oleh si perak yang masih belum berhenti gemetar. "Kau sudah melakukan yang terbaik." Tangannya mengusap-usap punggung besar itu, menarik wajahnya sedikit sembari mengecup ringan.

Kotarou merasakan sangat terpukul, kehilangan seseorang yang berharga kini kembali dialaminya. Setiap kali melihat neraka, selalu ada yang hilang dari dirinya. Sudah cukup, dia tidak ingin merasakannya lagi. Dia tidak ingin Gintoki yang paling tersiksa dari siapapun terluka lagi, dia tidak menginginkannya. Tubuh dan jiwanya sudah sangat lelah, Gintoki membutuhkan istirahat saat ini.

Kotarou tidak mendengar saat langkah yang tidak kunjung berhenti itu kini berada di samping mereka, tapi pelukan erat menyambut seolah mencoba menenangkan. Kotarou dan Gintoki bahkan tidak menolak, terus diam merasakan air mata masing-masing yang tak kunjung terbendung.

Teman masa kecil mereka, teman terburuk mereka, teman nakal mereka, kini telah tiada. Sang guru juga mengorbankan dirinya dan kehilangan nyawa. Mereka terlalu banyak kehilangan dalam perang ini, terlalu banyak yang ditangisi hingga air mata mengering sebelum hati sempat menerima.

Hari ini langit cerah. Meskipun mereka menang dalam perang, tapi dalam diri mereka hujan deras sedang turun.

◽💠◽

Dunia telah damai kembali, pembangunan terus berlangsung tanpa henti. Kota perlahan-lahan akan mulai berubah, kebiasaan dan sifat juga tak akan sama seperti dulu. Tapi kebanyakan dari mereka telah bangkit untuk menghadapi masa depan yang menanti, masih banyak yang harus mereka lakukan dari pada menangisi sesuatu yang tidak bisa lagi didapatkan.

Some Like It HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang