Morning with Woojoo

2.1K 260 6
                                    

Jeonghan terbangun akibat cahaya yang menembus tirai jatuh tepat di wajahnya. Ia mencoba bangkit, memindahkan lengan kekar orang di sampingnya. Ia mengecup pelan pipi orang itu sebelum berlalu memulai hari.

Seperti biasa, Jeonghan melaksanakan kegiatan keseharian monoton yang sudah ia hapal luar kepala. Walau begitu, tak pernah sedikit pun pria cantik itu merasa bosan atau mengeluh.

Sambil bersenandung kecil, Jeonghan meletakkan sarapan yang baru saja ia buat. Melirik jam di dinding sekilas, ia kembali ke kamar, berniat membangunkan suaminya.

“Sayang...” Bisik Jeonghan pelan tepat di telinga prianya.

“Sayang...” Bisiknya lagi. Jeonghan tertawa kecil, suaminya tidak akan bisa berlama-lama berada di dalam selimut jika ia melakukan itu.

“Jangan menggodaku jika kau tidak mau mengulang yang semalam.” Rajuk Seungcheol. Bukannya bangun, pria yang masih dililit selimut itu malah memeluk pinggang istrinya. Kepalanya ia jatuhkan tepat di atas paha ramping Jeonghan.

“Matahari sudah tinggi, sayang.”

Morning kiss?” Jeonghan menundukkan kepalanya, memagut bibir Seungcheol agar pria itu bangun dari tempat tidur.

“Pastikan kau mencuci wajahmu. Aku akan ke kamar Jihoon dulu.” Suara tangisan terdengar dari kamar sebelah. Seungcheol yang awalnya ingin bermain lebih lama dengan bibir istrinya, mau tidak mau harus berhenti karena pangeran kecil mereka yang terbangun.

“Jihoon-ah, Mama di sini sayang. Uuhhh... jangan menangis.”

Jeonghan membawa Jihoon ke dalam gendongannya. Putranya yang berumur tiga tahun itu masih sering menangis ketika bangun tidur. Maklum saja, ia tidur bersama orang tuanya lalu terbangun tanpa siapa-siapa. Salahkan Seungcheol yang selalu memonopoli istrinya di malam hari.

“Pagi sayang.” Seungcheol mengecup pipi tembam Jihoon. Ia lalu menggendong putranya, membiarkan Jeonghan memberi makan Woojoo yang menggonggong sejak Jihoon menangis. Jeonghan seperti memiliki banyak anak jika di pagi hari.

“Woojoo! Pa! Woojoo!” Pekik Jihoon antusias melihat Woojoo dari balik bahu ayahnya. Tampak seperti memiliki ikatan batin, Woojoo meninggalkan makanannya demi menggonggong menyahuti panggilan Jihoon.

Dengan sedikit meronta, Jihoon turun dari gendongan Seungcheol. Menghampiri Woojoo yang berada di dekat kaki ayahnya.

“Woojoo lapar?” Jihoon bertanya yang tentu saja dijawab gonggongan oleh teman bermainnya itu.

“Mama sudah menuang makanan ke mangkuk Woojoo. Kita makan bersama?” Baik Seungcheol maupun Jeonghan, mereka tidak bisa menyembunyikan tawa melihat tingkah menggemaskan Jihoon.

Jeonghan mengangkat Jihoon untuk duduk di baby chair. Sesekali pria kecil itu akan mengajak Woojoo bercerita di sela-sela kegiatan makannya. Mengabaikan Jeonghan dan Seungcheol, tentu saja.

“Sudah!” Tolak Jihoon pada suapan kesekian dari ibunya.

“Belum habis, sayang.”

“Woojoo sudah.”

Kebiasaan Jihoon, jika Woojoo selesai dengan makanannya, maka ia juga akan menghentikan suapan dari ibunya.

“Dua suap lagi, ayo aaaaa...” Pujuk Jeonghan kembali yang malah membuat Jihoon mengatupkan bibirnya rapat-rapat sambil menggeleng.

Sulit. Rumah ini akan menjadi arena perang jika tetap memaksakan Jihoon. Setelah mengelap bibirnya, Jihoon kembali bergabung bersama Woojoo dengan bantuan Jeonghan.

Jihoon dan anjingnya duduk di dekat meja makan. Tidak tahu apa yang mereka katakan, Jeonghan hanya terkikik geli melihat putranya itu.

“Ma! Woojoo ingin melihat adik bayi!” Untuk ukuran anak kecil, teriakan Jihoon tidak kalah melengking dengan ibunya.

“Adik bayi?”

“Eum!” Tatapan bingung Jeonghan malah dibalas anggukan semangat oleh putra mungilnya.

“Jihoon juga ingin lihat?” Kali ini Seungcheol yang berbicara setelah hanya diam sejak tadi.

“Jihoon juga ingin lihat!”

“Cheol? Kau tidak memberitahu yang macam-macam pada anakmu, ‘kan?” Tanya Jeonghan penuh selidik.

“Semalam Papa bilang, Jihoon harus tidur di kamar sendirian agar adik bayi mau datang. Sekarang, mana adik bayinya?”
Delikkan tajam Jeonghan hanya dibalas tawa kecil Seungcheol. Memang tadi malam, Jihoon dengan mudah tidur di kamarnya sendiri walaupun harus ditemani Jeonghan terlebih dahulu.

“Adik bayi masih lama datangnya. Jihoon harus sering-sering tidur sendirian.” Ucap Seungcheol tenang.

“Jihoon mau sekarang! Woojoo juga maunya sekarang!”

Perlahan, teriakan-teriakan Jihoon berubah menjadi isakan. Seungcheol dibuat kalang kabut hanya dengan suara tangisan putranya. Ah, ia lupa jika Jihoon sangat antusias jika membicarakan adik untuknya.

END.






Part ini ga berhubungan sama part sebelum2nya yaaaa
Walaupun yg jadi anak JeongCheol tetep Jihoon wkwkwk
Kalo kalian ketemu dikey, bilangin ya aku minjem anjingnya bentar utk part ini:v
Keep reading guys!😘

JEONGCHEOL'S STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang