Useless Remorse

2.2K 226 8
                                    

Untuk beberapa alasan, kedua manikku terpaku padamu.

Kau seperti karakter dalam komik.

Tak peduli berapa lama aku memandangmu, kau begitu tidak nyata.

Tolong ingatkan aku untuk bernapas.

Terdengar cheesy, tapi sungguh aku hanya melihatmu.

Ketika dunia berhenti berputar, aku tahu itu dirimu.

Kupikir hal ini hanya terjadi di film. Namun sekarang, aku mengalaminya.

Apa bayangku ada di balik mata indahmu?

Bisakah senyum itu hanya untukku? Lihatlah ke arahku.

Sangat lucu. Kau bahkan enggan berbagi udara denganku.

Kapan semuanya dimulai? Yang kutahu, kita telah jauh saling memunggungi.

Tidak. Aku tetap pada posisiku.

Kau. Kau yang semakin jauh.

Kata-kata yang kuucapkan membawamu lenyap tak berbayang.

Di matamu, aku hanya orang yang menjijikkan.

Biarlah.

Mencintai tidak harus memiliki, bukan?

Sangat mustahil walau hanya membayangkan,

KAU dan AKU,

menjadi KITA.

Satu yang harus kau tahu.

Cinta tidak pernah menjijikkan.

-------------

Lembar demi lembar tentang si pemilik yang begitu mengagumi teman sedari kecilnya membuat dia tak henti tersenyum. Setiap garis bercerita seolah mengajak mereka yang membaca ikut larut dalam kebahagiaan.

Jutaan kupu-kupu yang berterbangan di dadanya harus hilang beberapa saat kemudian. Tergantikan oleh belenggu sesak tepat di jantungnya.

Lembar terakhir. Dia sampai pada lembar terakhir. Jemarinya enggan menutup buku itu. Iris kelamnya bergerak gusar. Langit di luar terlihat cerah. Namun, hujan seperti akan menetes dari pelupuk matanya.

Satu. Dua. Perlahan, tetes demi tetes embun itu menjadi aliran sungai.

Jauh di belakang, sosok lain tengah berdiri menatap punggung bergetarnya. Dalam remang ruang sempit ini, hanya ada mereka berdua. Sosok itu bergeming, tak berniat mendekat.

Tinta pada lembar terakhir pudar oleh air mata. Menyiratkan bagaimana sesal dalam hatinya, walau tanpa suara.

Flashback on

“Cheol, aku ingin mengatakan sesuatu.”

“Wae? Kau terlihat begitu serius.”

“Jangan terkejut. Dengarkan saja, ok?”

“... Aku tahu kau adalah pria, tapi... aku menyukaimu. Ah, tidak! Aku mencintaimu.”

“Kau menyuruhku untuk mendengarkan dan tidak terkejut? Aku tidak bisa. Kau tahu? Ini sangat menjijikkan.”

Flashback off

Pepatah ‘Penyesalan datang di akhir” benar adanya.

Seungcheol menyesali detik berharganya yang harus ia lalui tanpa pemilik buku itu. Ego adalah landasan pacu  ketika tanpa sadar, jantungnya berdetak untuk si pemilik buku dalam genggamannya.

25 Desember

Ketika salju turun dengan lembut. Ketika nyanyian dan tawa terdengar di mana-mana. Ketika kebahagiaan berpihak kepada semua orang, namun tidak dengan dirinya.

25 Desember

Ketika salju turun dengan lembut, irama pendeteksi jantung yang memudar menjadi malapetaka baginya. Senyum yang telah lama tak ia nikmati, malam itu hilang untuk selama-lamanya.

Tanpa tahu berapa banyak air mata. Tanpa tahu berapa permohonan. Tanpa tahu berapa makian atas dirinya sendiri, Seungcheol terus berharap Tuhan mengembalikan orang yang dulu ia sakiti hatinya.

Masih pada posisi masing-masing. Seungcheol yang terus terisak dan sosok itu yang masih enggan mendekat.

“Aku tahu cinta tidak pernah menjijikkan. Maafkan aku. Terima kasih telah mencintai pria bodoh sepertiku. Aku mencintaimu.”

Perlahan, sosok itu bergerak dari diamnya. Ia mendekat. Langkahnya hanya berupa udara kosong. Dengan lembut membelai surai milik Seungcheol. Membisikkan sesuatu yang tak mungkin lagi tersampaikan, sebelum hilang bersama berkas cahaya dari sela-sela tirai.

“Aku mencintaimu.”

END.

JEONGCHEOL'S STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang