Dua belas

83K 6.2K 68
                                    

Langit senja sudah terlewati. Sang rembulan dengan gagah menampakkan dirinya bersama beberapa bintang yang muncul dengan malu-malu. Saat ini Aina telah tiba di depan pintu pagar rumahnya yang bercat abu-abu itu. Ia baru saja turun dari mobil Iqbal. Setelah sempat menolak, akhirnya ia dibawa ke klinik oleh Iqbal dan Nessa untuk mengobati lukanya. Alhasil saat ini tangannya dibalut dengan perban putih.

" Kalian gak mau mampir dulu?" tawar Aina.

" Nggak dulu deh Na, kita langsung aja," tolak Nessa yang disusul anggukan Iqbal.

" Makasih ya Nes, Bal udah nganterin. "

" Iya sama-sama Ai. Oh iya motormu gimana? Ehm besok mau aku jemput?" tanya Iqbal ragu.

Aina menggeleng.

"Besok aku ambil sendiri, dianter Mas Nafis insyaaAllah."

"Oh oke deh, kita pulang dulu ya Ai, Assalamu'alaikum."

" Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh."

Nessa melambaikan tangan pada Aina. Aina membalasnya hingga mobil Iqbal menjauh beberapa meter. Setelah itu ia segera memasuki rumahnya. Rumah bercat hijau yang sederhana namun terllihat nyaman dan menyenangkan. Di halaman rumahnya dipenuhi dengan tanaman hijau dan bunga-bunga cantik yang ditanam Umminya.

Setelah membaca doa, ia segera membuka pintu rumahnya.

" Assalamu'alaikum," ucapnya.

" wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh." Terdengar beberapa suara menjawab salamnya.

Aina melihat kakaknya -Nafis- berdiri tak jauh darinya. Dan tanpa pikir panjang ia segera berlari dan memeluk kakaknya itu. Ia memang sangat merindukan kakaknya. Sudah hampir enam bulan mereka tidak bertemu. Walaupun mereka sering berkomunikasi dengan video call, tapi tetap saja Aina merindukan pelukan hangat kakaknya.

" Mas Nafis jahat banget deh, gak pernah pulang," rajuknya. Nafis mengelus kepala Aina yang masih memeluknya erat. Ia juga sangat merindukan adiknya yang manja itu.

"Mas kan sibuk dek," jawabnya.

" Sesibuk apa sih sampai gak bisa pulang sama sekali. Pokoknya aku marah sama Mas Nafis," ucapnya sambil melepas pelukannya.

" Kamu marah? Yah padahal aku mau menuhin kulkas sama susu strawberry. Karena kamu marah, ya sudah gak jadi."

"Sekulkas?"

Nafis mengangguk. Mata Aina berbinar dan ia segera memeluk kakaknya erat.

" Aku udah gak marah kok Mas, tapi beliin sekulkas ya?"

Nafis tertawa pelan. Walaupun sudah akan menjadi seorang sarjana, adik kesayangannya itu tetap sangat manja sekali. Dan ia tahu susu strawberry adalah cara ampuh untuk meredakan rajukan adiknya.

" Dek btw kamu gak malu?" bisik Nafis.

Aina melepaskan pelukannya dan menatap Nafis bingung.

" Malu sama siapa sih mas? Abi? Ummi? Kan sudah biasa."

Nafis tersenyum dan segera membalikkan tubuh Aina. Indera penglihatan Aina melihat empat orang duduk di sofa ruang tamunya. Ada Abi dan Umminya. Dan dua lagi astaghfirullah Aina tidak mengenal kedua orang yang saat ini tengah menatapnya sambil menahan tawa. Wajahnya memanas. Ia malu sudah bersikap seperti seorang bocah dan ia ingin segera pergi dari sini. Namun Nafis segera memegang lengannya.

" Aww," desisnya karena Nafis memegang lengannya yang terluka. Nafis yang melihat lengan adiknya terbalut perban nampak panik.

" Ini kenapa Dek?"

" Aina terluka karena menolong saya Nak," ucap Ibu Paruh Baya yang saat ini duduk di seberang Umminya

Semua orang kini menoleh padanya.

" Loh ibu kok bisa ada disini?" tanya Aina setelah menatap ibu itu lekat. Ya memang benar, itu ibu yang ditolongnya tadi. Ibu itu beranjak dari duduknya dan segera menghampiri Aina.

" Saya dan suami memang berniat kesini Nak. Dan saya juga baru tau kalau rumah ini ternyata adalah rumah gadis cantik dan baik hati yang sudah menyelamatkan saya," jawab ibu itu sambil menggeggam telapak tangan Aina.

Aina tersipu mendengar pujian ibu itu. Semua orang di ruangan itu ikut tersenyum.

****

Suasana ruang tamu rumah keluarga Pak Syarif -Ayah Aina- begitu ramai dengan kehadiran dua orang tamu yakni Pak Sofyan dan Ibu Ratna.

Mereka sibuk berbincang, menceritakan kenangan Pak Syarif dan Pak Sofyan semasa masih tinggal di desa dulu. Kedua orang ini merupakan sepasang sahabat sejak mereka kecil. Mereka berpisah karena Sofyan harus pindah ke kota mengikuti ayahnya yang harus dinas disana. Dan Allah mempertemukan keduanya kembali beberapa bulan yang lalu.

Aina yang saat ini duduk disamping Umminya hanya diam mendengakan perbincangan para orang tua dan kakaknya itu. Sesekali dia menjawab pertanyaan yang dilontarkan Pak Sofyan dan Ibu Ratna. Benar perkiraannya tadi, Ibu Ratna memang memiliki trauma saat akan menyeberang jalan. Pak Sofyan menceritakan bahwa istrinya itu pernah mengalami kecelakaan parah saat menyeberang. Ia tertabrak sebuah sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi yang membuat istrinya harus dirawat di rumah sakit selama hampir sebulan. Aina meringis pelan. Ia merasa iba dengan apa yang dialami Ibu Ratna. Ia tidak bisa membayangkan jika Umminya yang berada di posisi Ibu Ratna.

"Oh iya Rif, kedatangan kami kesini selain untuk bersilaturahmi juga ingin melanjutkan rencana kita yang waktu itu."

" Kami ingin melamar putrimu untuk anak kami." Ucapan Sofyan membuat Abi, Ummi dan Nafis tersenyum lebar dan sukses membuat Aina tersentak kaget.

Tunggu.. aku gak salah denger kan?

Melamar siapa?

Putri Abi?

Putri Abi cuma aku kan?

Jadi intinya mereka ngelamar aku?

"Assalamu'alaikum.." Sebuah ucapan salam menginterupsi perbincangan mereka. Mereka semua menoleh ke arah sumber suara kecuali Aina yang masih sibuk dengan pikirannya. Sesaat kemudian dia menolehkan wajahnya dan pandangannya menangkap sesosok laki-laki muda yang mengenakan celana kain berwarna abu-abu muda yang panjangnya tidak melewati mata kakinya dipadukan dengan baju taqwa berwarna putih dengan bordiran cokelat di beberapa bagian. Ia mengalihkan pandangannya pada wajah laki-laki itu.

Degg..

Dia...

****

Ig : delviiap_

Jodoh Dari Masa Lalu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang