Lima puluh lima

77.9K 6.4K 914
                                    

Ba'da Maghrib sepasang suami-istri sedang bersantai dengan anak wanitanya yang beberapa hari ini kembali berada di tengah-tengah mereka. Keduanya merasa bahagia bisa bersama dengan putri kesayangannya. Hanya saja, permasalahan yang sedang dialami putrinya tentu membuat rasa cemas dan gelisah lebih mendominasi pikiran mereka. Berulang kali mereka mencoba membicarakan permasalahan ini pada putrinya. Namun Aina seperti enggan untuk membahas hal itu lebih jauh. Mereka tahu, selain tidak suka dibentak, Aina juga sangat tidak suka jika tidak dipercaya. Walaupun Aina berhati lembut, jika hal itu terjadi maka akan sulit mencairkan hati putrinya itu.

"Gimana rasanya kerja di restoran Iqbal?" tanya Syarif sambil membelai kepala putrinya yang sedang sibuk memakan kue di antara ia dan istrinya.

"Alhamdulillah lancar Abi. Tapi Aina sebel, Iqbal suka ngelarang Aina ngelakuin ini-itu!" ujar Aina sedikit mengadu.

"Emang kamu melakukan apa?"

"Kerja di bagian staff keuangan kan sering nganggurnya Abi. Jadi, Aina berinisiatif membantu pekerjaan lain. Mengantarkan makanan, cuci piring, bersih-bersih.. Eh Iqbal-nya malah ngomel kayak emak-emak."

Abi dan ummi Aina terkekeh mendengar cerita putrinya.

"Mungkin Iqbal gak mau kamu terlalu capek Dek," ujar umminya.

"Iya sih Mi. Tapi kan Aina gak mau makan gaji buta."

Hening beberapa saat hingga Aina kembali mendengar abinya berujar. "Iqbal, dia perhatian sekali sama kamu ya Nak?"

Aina terkesiap.

"Eh? Em iya Abi."

"Harusnya dulu Abi lebih memberi jalan untuk dia. Kalau kamu menikah sama Iqbal, mungkin ceritanya tidak akan seperti ini dan kamu tidak akan banyak terluka seperti sekarang."

Aina menoleh cepat. Ia begitu heran dengan sikap Abinya akhir-akhir ini. Abinya yang biasanya selalu memandang semua permasalahan dengan berwibawa penuh, kini menjadi sering menyesal dan nampak frustasi.

"Maafkan Abi ya Nak?"

Aina menggeleng cepat. "Abi jangan begitu. Abi tidak salah. Ini sudah takdir kehidupan yang harus Aina jalani. Justru Aina yang merasa banyak bersalah. Aina pasti menjadi beban kalian kan?! Harusnya Aina tidak boleh pergi dari rumah itu. Tapi sungguh, Aina tidak bisa berada di sana Abi, Ummi. Aina tidak bisa.."

Ummi segera menyandarkan kepala Aina ke bahunya.

"Tidak ap-apa kalau Aina masih mau disini. Nanti ummi yang akan bicara pada Arka," ujarnya sambil mengusap punggung putrinya dengan sayang.

"Assalamu'alaikum," suara itu sontak membuat ketiga orang disana tersentak kaget dan Aina segera menegakkan tubuhnya kembali.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh," jawab mereka serempak.

"Nafis, kok gak bilang mau pulang?" tanya Ummi dan Abi yang segera menyambut kedatangan putra sulungnya itu.

"Iya Ummi, kebetulan Nafis baru selesai meeting di kota sebelah. Mau pulang ke Jakarta sudah terlalu malam, jadi sekalian mampir kesini."

"Istri kamu sudah dikasih kabar?"

"Sudah Ummi, Zahra setuju kalau Nafis menginap semalam disini."

"Ya sudah, Alhamdulillah. Ummi senang putra-putri Ummi jadi lengkap sekarang."

Nafis yang belum paham akhirnya mengedarkan pandangan dan menemukan adiknya yang tetap duduk manis di sofa. Sedikit aneh mengingat Aina akan selalu antusias menyambutnya setiap kali datang.

"Kamu disini juga?" ujarnya seraya mendudukkan dirinya di samping Aina.

"Em iya Mas," jawab Aina.

Jodoh Dari Masa Lalu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang