Hanafk || Chen and Kim Jisoo as Choi Jiyeon || Romance || Rate: T
TANGANKU bergerak membetulkan kerah kemeja putihnya yang menurutku masih kurang rapi lalu beralih merapikan dasinya yang terlihat longgar. Setelah merasa benar, aku menepuk-nepuk dadanya yang bidang "Kau sangat tampan Kim Jongdae." Ucapku tanpa sadar.
Senyum di wajahnya merekah, ia menarik pipiku gemas "Aku memang tampan sejak lahir, kau saja yang baru menyadarinya Choi Jiyeon."
"Akh." Aku mengaduh pelan dan menepis tangannya "Yang aku sadari dari dulu adalah sifatmu yang jahil." Celetukku yang membuat ia tertawa pelan.
Melihatnya tersenyum dan tertawa membuat hatiku terenyuh. Setelah senyum dan tawa palsu yang ia lontarkan selama beberapa bulan belakangan ini, akhirnya aku dapat melihatnya tersenyum dan tertawa dengan tulus. Tawa favoritku, salah satu hal yang membuatku memilih menjatuhkan hatiku padanya.
"Tapi kau memang benar, mengapa sejak awal aku tidak pernah menyadari kalau kau setampan ini eoh?" aku menarik kedua sudut bibir Jongdae, mempertahankan senyumannya "Berjanjilah padaku kalau kau akan terus tersenyum seperti ini hm?"
Jongdae menyentuh kedua punggung tanganku "Kalau aku menuruti permintaanmu, rahangku akan cedera karena tersenyum terus. Kau mau aku tersenyum terus setiap hari seperti orang gila?" Candanya.
Aku menahan diriku untuk tidak tertawa "Aku serius Kim Jongdae!" Rajukku.
"Aku tau." Suaranya mendadak kaku, ia merendahkan sedikit tubuhnya lalu menatapku "Aku sanggup mengabulkan semua permintaanmu Choi Jiyeon, tapi maaf kali ini aku tak bisa, dan aku yakin kau tahu benar apa sebabnya."
Aku menghela napas panjang dan memalingkan wajah-melepas kontak mata kami karena aku tak sanggup memandang mata itu terlalu lama "Hidupmu harus terus berjalan Kim Jongdae, dengan atau tanpa adanya diriku." Aku tersenyum tipis "Jangan sia-siakan hadiahku Ne, Chen-ah."
Jongdae menggeleng pelan, merengkuhku ke dalam pelukannya "Aku mencintaimu Jiyeonnie." Aku terdiam namun membalas pelukannya, melingkarkan tanganku di pinggangnya. Mataku terpejam saat kilasan masa lalu terbayang di benakku.
Ketika aku bertemu Jongdae untuk pertama kalinya, 18 tahun yang lalu.
***
Musim sudah berada di penghujung musim gugur, angin bertiup sangat kencang membawa hawa dingin yang kian menusuk tulang, ranting-ranting yang telah gugur daunnya bergerak mengikuti irama angin dan berderak pelan setiap kali angin yang lebih kencang menerpa. Saat itu pula aku dibawa ke rumah sakit oleh Orang tua dan kedua Kakakku.
Aku terbaring di tempat tidur saat melihat Orang tuaku masuk ke kamar rawatku dengan wajah suram. Kedua kakakku dan aku menatap Ayah dan Ibu penuh tanda tanya, Ayah tidak memandangku saat mengajak Kak Junmyeon dan Kak Joohyeon keluar ruangan. Sementara Ibu mengambil tempat duduk di sebelahku dan menggenggam tanganku, matanya terlihat sembab seperti habis menangis.
"Ibu kenapa menangis." Ingin sekali rasanya aku mengusap mata Ibuku, tapi tak bisa kulakukan karena tanganku yang tidak digenggam oleh Ibu ditusuk sebuah selang panjang "Apa Jiyeon membuat kesalahan?"
Ibu menggeleng dan mengusap lembut rambutku "Kau tidak membuat kesalahan apapun, Jiyeon adalah anak yang baik." Suara Ibu terdengar sumbang.
"Ibu, kapan Jiyeon pulang dari rumah sakit? Jiyeon tidak suka lama-lama di sini."
Ibu langsung terdiam, tidak menjawab pertanyaanku namun genggamannya pada tanganku mengerat "Maafkan Ibu Jiyeon, maafkan Ibu." Ujarnya lirih, Ibu menunduk-aku dapat merasakan air mata Ibu yang membasahi tanganku.