Hanafk || Park Jinyoung and Kim Jisoo|| Romance, Thriller || Rate: T+
AKU mencincang daging dihadapanku dengan beringas, mengeluarkan semua amarahku yang sudah ku pendam selama sebulan penuh. Ini semua gara-gara Park Jinyoung-kekasihku, yang ternyata berselingkuh dengan perempuan lain yang kalau tidak salah bernama Kim Nayeon, seorang kutu buku dari fakultas ekonomi. Yang membuat aku bingung, mengapa Jinyoung mau berkencan dengan Kim Nayeon yang bahkan tidak masuk ke dalam kriteria idealnya (menurut pengamatanku setelah 21 hari memata-matai mereka).
Secara fisik, tinggi tubuh kami memang tidak jauh berbeda-aku lebih tinggi beberapa centi darinya (jika kau bertanya mengapa aku bisa tahu, aku sengaja berdiri di sampingnya ketika menunggu bus dan diam-diam mengukur tinggi kami) tapi proporsi badan Nanerd (singkatan dari Nayeon nerd, panggilan sayangku untuk jalang itu) lebih kurus dariku, tidak! lebih tepatnya benar-benar kurus, sangat kurus. Seolah tulangnya hanya berbalut kulit tanpa daging, aku bahkan bisa menebak berat badannya hanya dalam sekali tatap.
Memikirkan wanita jalang itu membuat emosiku makin memuncak, genggamanku pada pisau daging semakin menguat dan cincanganku pada daging itu semakin tidak berirama. Seharusnya kegiatan memasak dapat meredakan kekesalanku pada Jinyoung dan Nanerd tapi sebaliknya, emosiku malah semakin menumpuk dan meletup-letup, hanya tinggal menunggu waktu sebelum kepalaku meledak oleh rasa jengkel, amarah dan emosi yang bercampur menjadi satu.
Brengsek memang Park Jinyoung, ingin rasanya aku membunuhnya karena mengencani gadis busuk seperti Nanerd.
Baiklah, aku harus tenang. Tarik napas perlahan lalu hembuskan, aku mengulangi kegiatan itu beberapa kali sebelum akhirnya memasukan daging yang telah ku cincang ke dalam kulkas dan mencuci tangan serta pisau dagingku dari darah. Mungkin tumisan dagingku bisa menunggu, sekarang aku harus memata-matai Jinyoung dan Nanerd terlebih dahulu.
Aku pun mengenakan mantel hitam, masker dan topi, serta mengikat kepang rambutku, tak lupa membawa barang-barang untuk mendukung aksiku seperti kamera, handphone, teropong, pisau lipat dan sapu tangan bius, untuk berjaga-jaga bila dibutuhkan. Setelah semuanya kurasa telah siap, sejenak aku mematut penampilanku di depan cermin, sempurna! Sekarang aku siap untuk menjadi mata-mata.
Mereka di sana, duduk berdua di kursi taman, dibawah lampu taman yang temaram saling merangkul dan membisikan kata-kata manis. Lihat, wajah Nanerd itu bahkan memerah dan makin memerah setiap detiknya, sialan! Wajah itu seakan memanggilku untuk ku kuliti.
Aku mempertajam penglihatanku dalam teropong saat Nanerd itu dengan kurang ajarnya mendekatkan kepalanya pada Jinyoung. Semakin dekat ... dekat ... dekat dan cup! Ewh, Nayeon mengecup bibir Jinyoung dan entah setan apa yang merasuki Jinyoung, dia malah membalas ciuman Nanerd dengan panas.
Aku menekuk wajahku dan mengeluarkan lidahku jijik, aku jadi agak kasihan pada Jinyoung karena dicium oleh wanita jelek itu.
Kemudian tangan Jinyoung mulai bergerilya membelai tubuh Nayeon. Tunggu, apa! double shit, cukup sudah, aku sudah tak tahan, aku berjanji pada diriku sendiri akan memotong bibir wanita jalang itu dan oh! Jangan lupakan jari-jari kurus yang sudah berani menyentuh Jinyoungie tanpa seijinku.
Aku mengambil pisau lipatku dari dalam tas, mengasahnya sedikit di pohon yang ada di dekatku dan mengusapnya lembut. Ughh ... aku sudah tidak sabar melihat warna merah favoritku dan suara saat pisauku menyayat kulit jalang itu. Yah, semoga saja pisauku tidak rusak karena kulit jelek Nayeon.
"Kenapa berhenti?" Tanya Nayeon saat Jinyoung menghentikan kecupannya.
Jinyoung tersenyum, mengelus rambut Nayeon sesaat "Aku akan membeli minuman sebentar, kau tunggu di sini sebentar."
"Tidak!" Suara Nayeon sedikit melengking, ia menggenggam lengan Jinyoung saat pria itu akan beranjak "Aku tidak butuh minuman, aku hanya butuh dirimu. Lagipula, ini sudah jam 11 malam, aku takut sendiri di sini. Bagaimana jika ada hantu atau penculik, atau bahkan pembunuh? Kau tau, akhir-akhir ini aku merasa ada seseorang yang sedang mengikutiku."
"Aku tidak butuh minuman, aku hanya butuh dirimu nananana, hihihi." Aku tertawa geli saat menirukan ucapan Nanerd dalam intonasi aneh. Dasar wanita tidak tahu diri.
Jinyoung tersenyum lembut "Selama ada aku, tidak akan ada yang berani menyakitimu. Percayalah padaku."
Nayeon terdiam cukup lama hingga aku harus menggores tanganku agar tidak mengantuk karena bosan.
"Akhirnya." Gumamku saat Nanerd melepas lengan Jinyoung.
Tanpa menunggu Jinyoung menjauh, aku segera menghampiri Nanerd dari arah belakang dengan gerakan pelan. Tanganku sudah terasa gatal ingin menancapkan pisau ini di lehernya.
Mulanya aku tidak peduli apakah Jinyoung melihatku membunuh wanita ini atau tidak, tapi sepertinya sekarang aku peduli, karena saat Jinyoung berbalik dan menatapku tajam, tanganku seketika membeku.
Triple shit!
"Hello Babe."
Aku menjauhkan kepalaku saat Jinyoung berusaha mengecup bibirku "Jangan menyentuhku."
Jinyoung tersenyum lembut, senyum yang seketika mengingatkanku pada Nanerd. Sialan.
"Kau masak apa hari ini?" Tanya Jinyoung dengan nada riang-yang sepertinya hendak mencairkan suasana. Tapi sayangnya aku sedang dalam mode buruk, beruntung baginya karena aku tidak melempar pisau makan ini ke dahi manisnya.
Jinyoung mengecup dahiku sejenak sebelum duduk di meja makan, tatapannya berbinar-binar melihat berbagai macam olahan daging yang sudah ku masak. Tanpa basa-basi, Jinyoung langsung menumpuk daging-daging itu di piring dan memakannya dengan rakus.
"Lembut seperti biasanya." Ucap Jinyoung di sela-sela makannya "Daging siapa yang kau masak hari ini?"
Aku sengaja tidak menjawab dan memilih fokus pada minuman merah favoritku. Yah, meskipun Jinyoung terlihat sangat seksi saat makan dan berusaha keras menarik atensiku, aku tidak boleh begitu saja luluh, aku ingin dia tahu jika aku marah padanya saat ini.
"Sayang, kau tahu kan kalau aku tidak bisa makan dengan tenang kalau kau marah?"
"Hmmm."
Jinyoung bangkit dari kursi, mengangkat daguku agar mataku menatap matanya. Tangannya membelai lembut pipiku "Jangan memalingkan wajahmu dariku dan berbicaralah saat aku bertanya. Mengerti?"
Aura Jinyoung tiba-tiba menggelap, sehingga tanpa sadar kepalaku mengangguk dan menggit bibir karena rasa cemas yang tiba-tiba.
"Dan juga," Jinyoung mendekat, melumat bibirku dengan kasar, menyesapnya keras hingga aku merasa bibirku akan sobek jika Jinyoung tidak segera berhenti "Jangan pernah menggigit bibirmu hingga berdarah di hadapanku atau aku bisa hilang kendali."
Jinyoung menyeringai dan kembali duduk "Jadi sayang, daging siapa yang kau masak?"
"Seolhyun." Jawabku sambil mengelap sisa darah di bibirku, menormalkan kecemasanku "Yang kau makan sekarang adalah stok terakhir, aku bahkan harus memutar otak untuk mengolah isi kepala dan organnya. Oh ya, ginjalnya aku jual karena aku tahu kau tidak menyukai ginjal. Walaupun salah satu ginjalnya agak rusak, tapi mereka masih mau membayar mahal."
Jinyoung mengangguk paham "Pintar." Tangan kanannya merogoh kantong dan mengeluarkan sebuah kunci mobil "Bukalah bagasi mobil dan mainkanlah dia sesukamu."
Aku menatap kunci itu heran "Jadi ...."
"Itu adalah hadiah dariku untukmu. Kau tidak berpikir aku berselingkuh dengannya atau menjadikan daging alotnya sebagai steak bukan?"
Yah, seharusnya aku sudah hapal tipe ideal makanan Jinyoung seperti apa.
FIN.