Doyoung's POV
Jadi orang ketiga memang susah-susah asoy, enaknya kalau masalah uang mah gampang-saya hanya perlu datang dan duduk manis, kemudian pundi-pundi rupiah akan lancar masuk ke rekening bak air sungai mengalir ke hilir, halangan paling karena sampah yang dibuang orang tak tahu diri dan halangan inilah yang kadang bikin susah, ada saja kejadian di TKP yang membuat saya pusing tujuh keliling. Setiap pekerjaan memang memiliki resiko dan saya rasa inilah resiko saya sebagai orang ketiga panggilan.
Perkenalkan nama saya Doyoung Nugroho, status saya yang tertera di KTP masih pelajar karena saya belum berniat untuk menikah, maklum selain belum ada niat menikah, calon saya pun masih dijaga sama orang lain. Alasan saya memilih pekerjaan sampingan sebagai orang ketiga cukup klasik karena saya tidak punya uang jajan lebih untuk membeli es rujak mak Hyorin. Semua berkat Pak Haechul yang senantiasa mengumandangkan pidato wirausaha sejak dini ketika upacara bendera sehingga membuat saya terinspirasi.Suka duka menjadi orang ketiga sangat banyak dan kali ini saya hanya mengambil dua tiga kisah, karena kalau saya sebut semua, kasihan penulis jika harus merangkum kisah rumit saya yang lebih rumit dari sinetron anak emperan dan anak angkasa.
Saya mengawali pekerjaan sampingan ini sekitar dua tahun lalu, sebenarnya tidak sengaja saya menemukan mata pencaharian ini. Kala itu musim kemarau, matahari sedang berada di puncak dan terik sekali sampai burung pun enggan bertengger di kabel listrik, takut jadi burung panggang mungkin, dan saya begitu haus sementara uang jajan sudah habis untuk membayar uang kas. Saat itulah teman saya Lucas Adinegara meminta bantuan saya untuk menjadi orang ketiga dengan imbalan traktiran es rujak mak Hyorin seminggu penuh tanpa batas budget.
Orang ketiga yang Lucas maksud buka orang ketika seperti pelakor dan sebangsanya, malah lebih mirip obat nyamuk karena saya hanya menemani Lucas sementara dia dan cemcemannya berduaan. Menemani mereka untuk menghindari kejadian diluar jalan Tuhan.
Berkat mulut ember Lucas, satu-persatu klien saya berdatangan meminta bantuan. Dari yang hanya es rujak lima ratus perak menjadi lima puluh ribu sekali jasa. Wadow, senang bukan kepalang lah saya, cuma duduk nemenin doang bisa berpenghasilan seperti orang kantoran.
Salah satu kejadian yang tidak bisa saya lupakan adalah ketika Kak Jinyoung Pramasta meminta bantuan saya. Dengan dingin dia berkata "Nanti kamu datang saja ke café Oli**r jam sepuluh tepat dan selanjutnya itu urusan saya, kamu cukup diam."
"Café Oli**r ya, oke deh kak, asalkan jangan pesenin kopi sia***a aja hahaha ... ha ... ha." Sungguh, saya hanya mencoba untuk mencarikan suasana, tapi sepertinya kotak tertawa Kak Jinyoung sedang moody.
TKP, Café Oli**r jam 10.00
Saya sudah duduk di salah satu meja tapi tak kunjung menemukan keberadaan Kak Jinyoung, padahal dia memberikan ultimatum untuk berada di café pukul sepuluh tepat. Saya dikejutkan oleh kedatangan seorang wanita cantik, dia duduk di depan saya dan menatap saya nyalang.
"Anda siapa ya?" saya sopan bertanya tapi dia langsung nyolot dan menyembur saya dengan kata-kata menusuk kalbu.
"Saya yang harusnya nanya kamu siapa?" wanita itu mengibaskan rambut seperti bintang iklan shampoo "Kenapa harus Jinyoung saya! Kenapa bukan orang lain? Sebegitu kurangkah populasi wanita di bumi sampai yang berbatang pun kamu comot?"
"Tu-tunggu mbak kayaknya salah paham." Saya melotot, syok betul atas ucapan wanita ini "Saya masih normal mbak, kalau mbak mau bukti saya bisa berikan."
"Bukti apa? Mau bikin saya tek-dung, heleh palingan juga lemes duluan," sahutnya "Pokoknya saya nggak mau tahu, kamu harus jauh-jauh sama Jinyoung atau ...."
Saya menaikan alis heran dan wanita itu tersenyum mengerikan, samar saya lihat tanduk iblis muncul di kepalanya "The end." Dia menaruh satu tangan di leher seolah itu adalah golok.
"Sebelum lo melakukan itu ke Doyoung, langkahi dulu mayat gue."
Saya kaget setengah hidup saat Kak Jinyoung menarik lengan saya untuk berdiri.
"Oh jadi namanya Duyung. Eh Duyung, daripada rebut Jinyoung mending balik deh jadi bintang sinetron Duyung in Love!" wanita itu memekik sebal.
"JISOO!"
"JINYOUNG!"
"Doyoung." Kata saya agar eksistensi saya tidak dilupakan.
Mbak Jisoo menggebrak meja, dengan wajah merana ia berucap "Apa sih kurangnya aku Jin sampai kamu milih cowok sebagai pengganti aku, apa dada aku kurang gede atau paha aku kurang mulus? Astaga Jin, kamu sadar nggak sih kamu tuh bikin harga diri aku terluka."
Saya cengo, ingin sekali saya membalas tapi Kak Jinyoung meremas tangan saya membuat saya ngeri. Jika bukan karena upah, sudah dipastikan saya sudah kabur dari sini.
"Tapi gue udah gak cinta sama lo!"
"Aku masih sayang sama kamu Jin." Mbak Jisoo menangis pilu sampai menjadi tontonan gratis pengunjung café ini. Saya malu sekali huhuhuhu, beginikah rasanya menjadi orang ketika sungguhan.
"Kamu akan menyesal Jinyoung pramasta," ancam mbak Jisoo dengan mascara yang sudah meluber di sekeliling mata "Ternyata zaman now pelakor bukan cuma cewek, cowok pun bisa cih!" dan mbak Jisoo pun pergi meninggalkan kami yang masih menjadi bahan tontonan orang. Aku sangat berharap semoga seseorang tidak memposting kejadian ini di sosmed dengan caption nyeleneh seperti seorang pria meninggalkan pacarnya demi pria lain.
Hiiiiii, mengerikan.
"Sorry."
Saya tertawa canggung "No problem bray, sudah tugas saya."
Dan setelah kejadian ini saya demam dua hari dan enggan menerima orderan hingga kini. Masih truma fufufufu. Entah kapan saya akan kembali menjadi orang ketiga, saya masih kurang tahu. Namun saat saya kembali nanti, saya pastikan bahwa kejadian kemarin tidak terulang lagi.
END