Dua

704 31 1
                                    

"Andai saja tak ada yang namanya perpisahan, aku akan bersamamu SELALU"
-Alfian Rezha Nugraha

***

Baru saja ia memasuki rumah, Alfi disambut oleh adiknya yang super cerewet itu. "Kakk, kakak dari mana aja sih, aku tungguin kakak bangun tapi lama banget yaudah aku berangkat sendiri aja-" kata adiknya terputus karna kehabisan napas.

"Aku udah dapat kelas loh kak, aku sekelas sama teman aku pas pengenalan tadi. Oh iya aku kelas sepuluh lima. Btw kalo di SMA tugasnya sulit sulit kakak bantuin yaa." sambung Maura, adiknya Alfi.

Sambil melonggarkan dasinya, Alfi merebahkan diri ke sofa. Walaupun seperti tak mendengarkan, Alfi itu seorang pendengar yang baik loh. Buktinya walaupun adiknya suka bercerita yang tidak penting, Alfi tetap mendengarkan setiap kata yang dilontarkan adik tersayangnya itu.

"Oh ya? Bagus deh, gih sono anak SMA istirahat. Pasti capek kan?" Alfi mengusir Maura secara halus.

Tanpa berkata apa pun Maura meninggalkan kakaknya itu sambil menghentakkan kaki. Maura tau ceritanya akan didengar namun ia menginginkan respon yang lebih berekspresi dibanding yang tadi.

Alfi terkekeh melihat kelakuan adiknya itu. Lalu ia berjalan ke kamarnya. Kamarnya tidak terlalu besar, namun tak banyak barang didalamnya karena itu kamar ini terasa luas hanya ada lemari, tempat tidur, dan meja belajar. Dinding dinding kamarnya terdapat rumus rumus, poster ilmuwan terkenal dan nilai nilai ulangannya. Maklumlah, orang pintar.

Setelah mengganti bajunya, Alfi keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Perutnya sedari tadi berbunyi. Ia langsung mengambil makan dan melahapnya dengan semangat.

Setelah makan ia kembali ke kamar untuk belajar. Sambil membuka bukunya Alfi melamun. "Cewek bingung yang gue bantu tadi gimana ya? Elah gue lupa nanya nama lagi." kata Alfi dalam hati.

Karena pikirannya itu, Alfi tak berniat untuk melanjutkan belajarnya. Alfi berniat untuk mencari udara segar di tempat biasa ia menghilangkan kejenuhan.

***

Sekolah sudah memperbolehkan pulang, namun hati Vanessa tidak, ia tak mau pulang sebelum malam. Itu kebiasaan Vanessa hanya untuk menghindari suasana sepi dirumah.

Vanessa dari tadi hanya duduk di sebuah rumah pohon miliknya yang terletak di pinggir kota. Sehingga jika dari atas pohon itu terlihat indah suasana kota yang selalu di penuhi oleh keramaian, tak sama seperti rumahnya.

Vanessa bukan hanya duduk memandangi, namun kebiasaannya adalah menulis isi hatinya di kertas lalu menempelnya di dinding rumah pohon itu.

Untuk mama papa.

Mama sama papa apa kabar? Udah lama gak makan bareng papa sama mama. Masih banyak kerja ya ma, pa?

Oh iya aku udah sekolah di SMA loh ma,pa. Pasti kalian gak tau ya. Aku dapat temen yang baik, namanya Maura. Dan Bima, dia tak jadi pindah makanya dia bisa jadi teman aku lagi, sekelas malah.

Mama sama papa jaga kesehatan ya. Jangan sibuk kerja terus. Ingat, anak kalian masih ada, masih cantik kok hehe. Ingat untuk kesekian kalinya ma,pa. Aku hanya butuh waktu kalian bukan harta kalian

-VS

Vanessa meneteskan air matanya saat menulis surat itu. Ia sangat rindu dengan orang tuanya, ia rindu masa kecilnya yang bahagia.

Setelah menenangkan diri, Vanessa melihat keaadan sekitar lalu mengambil jaket dan bergegas untuk pulang.

***

Alfi hampir saja ketahuan sama si pemilik rumah pohon itu. Alfi memang sering rumah pohon ini. Karena disini hatinya bisa tenang. Ia menaiki tangganya dan melihat ada surat baru yang ditulis si pemilik rumah pohon ini. Seulas senyum terukir di wajah Alfi saat membaca surat itu. "Gue yang bakal jaga lo meski kita belum kenal bahkan nama lo aja gue gak tau".

Alfi melihat sekeliling ruangan itu, disana terdapat banyak surat yang ditulis si pemilik, ada juga barang barang yang sengaja ditinggal oleh sipemilik. Ada juga foto masa kecil si pemiik. Sayangnya, tak ada foto yang saat ini, kalau ada mungkin Alfi dengan mudah mencarinya.

Ia melihat foto anak kecil yang sedang dipangku oleh ibunya dengan dot dimulutnya. "Keluarga bahagia kayaknya, tapi kenapa VS ini suka sedih?" . Ya, Alfi hanya mengetahui 'VS' sebagai penulis surat surat dirumah pohon ini.

Setelah menyegarkan pikiran, Alfi menurunkan tangga lalu bergegas pulang. Namun, bukannya pulang, Alfi malah berbelok ke taman yang banyak anak anak berkepala botak, iya mereka memiliki penyakit yang lumayan parah untuk bocah seumuran mereka.

"Kak Piann, ayo kita main" ajak salah satu dari sekumpulan anak itu. Alfi yang belum siap pun hampir terjatuh melayani mereka yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri. Alfi memang di panggil Pian saat ia bermain bersama adik adik nya ini.

"Iya iya, mau ngapain nih?" tanya Alfi.

"Cerita kakk" ujar salah satu dari mereka sambil tersenyum manis seakan tidak ada masalah dalam diri mereka masing masing. "Harusnya lo lebih kuat dari mereka,VS" kata Alfi dalam hati sambil tersenyum melihat adik adiknya itu.

"Yaudah kakak cerita ya tapi kalian harus balik dulu untuk istirahat, kakak bakal nemenin kalian sampai kalian tidur siang" kata Alfi mengajak mereka untuk istirahat.

Adikadiknya tadi langsung memeluk Alfi dan tak lupa untuk tetap tersenyum. "Kami sayang kak Pian" kata mereka serentak membuat Alfi terharu dan membalas pelukan mereka.

"Kakak juga sayang kalian, makanya kalian cepat sembuh dan jangan pernah menurunkan semangat kalian untuk sehat. Ingat loh kakak bakal nunggu kalian sembuh, kalau enggak kakak Pian nangis deh" canda Alfi sambil membuat gerakan ingin menangis.

"Yah kak Pian nangis, sini kak aku peluk" kata anak cewek imut berbadan kurus itu. Ia langsung merentangkan tangannya sebagai isyarat agar Alfi memeluknya. Tentu saja Alfi memeluk gadis kecil itu dengan senyum yang tak pernah hilang.

Saat adik adiknya sudah tertidur pulas barulah ia beranjak mengambil jaket dan kunci secara hati hati agar tidak menimbulkan bunyi dan menganggu mereka. Alfi keluar dari bilik mereka, dan langsung bergegas pulang.

***

VanessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang