Tujuh

466 24 3
                                    

"Bersamamu, Aku kuat, itu saja"
-Vanessa Syavilla
***

PRAANGG.

Sebuah piring pecah di rumah itu. "Maksud kamu apa ha?! Pulang malam begini, masih ingat keluarga gak?!" bentak pria paruh baya itu.

"Emang kamu peduli apa? Kamu jarang pulang, bahkan sibuk dengan urusan mu sendiri! Jadi jangan ikut campur dengan urusan ku!" wanita paruh baya itu membalas bentakkan suaminya itu.

Ya, ini keluarga Vanessa. Mereka jarang berkumpul, sekali berkumpul pasti bakal begini terus. Disaat begini, orangtuanya hanya mempedulikan diri mereka. Sementara anaknya? Tengah ketakutan dikamar.

Vanessa yang sedari tadi mendengar pertengkaran orang tua nya itu hanya menekukkan lututnya. Iya memeluk lututnya dan menundukkan kepalanya disudut kamarnya sambil menangis. Bukan keadaan seperti ini yang ia inginkan saat berkumpul. Ia capek, tak ada yang memerdulikannya. Dari kecil sampai saat ini tak ada yang menyenangkan yang ia rasakan.

"Kenapa gue dilahirin kalo cuma ngeliatin mereka begini?" batin Vanessa sambil menangis.

Vanessa langsung menghapus air matanya. Ia langsung berdiri dan berjalan keluar kamar, saat ia hendak menutup pintu, bukannya ia menutupnya dengan pelan, Vanessa malah membanting pintunya. Bukan untuk merusak perabotan rumahnya, tapi ia hanya ingin menarik perhatian keluarganya. Namun nihil, mereka hanya melirik Vanessa sesaat saja lalu mereka melanjutkan lagi aksinya itu.

Vanessa mengambil kunci motornya dan pergi dari rumah itu dengan mata sembab. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Hingga sampai di suatu tempat yang sangat sepi, mungkin karna ini sudah larut malam. Tempat itu hanya rerumputan yang tidak terlalu luas. Vanessa mencari pohon disana dan langsung menangis sejadi jadinya.

"Kenapa hidup gue gini?! ARGHHH!" teriak Vanessa sekencang kencangnya.

Vanessa tak menyadari bahwa ada orang yang mengikutinya saat ia mengendarai motor. Orang yang mengikutinya langsung memeluk Vanessa untuk menguatkannya. "Lo kenapa?" tanya orang itu dengan lembut, dia Alfi.

"Kk-ka kkak? K-kenapa kakak di- disini?" tanya Vanessa sambil menghapus air matanya dan melepas pelukan Alfi.

"Udah lo tenangin diri lo aja, jangan banyak ngomong dulu, ntar dada lo sesak. Nanti gue ceritain kenapa gue bisa disini." kata Alfi lembut sambil menaruh kepala Vanessa kebahunya.

Iya, benar, Vanessa harus menenangkan dirinya, ia memerlukan seseorang yang mengerti dirinya, seperti saat ini Vanessa punya Alfi tempat ia bersandar.

Lama kelamaan Vanessa tertidur di bahu Alfi.

"Gue bakal jagain lo, Sa. Gapeduli lo gamau, pokoknya gue harus jagain lo. Gue sayang lo lebih dari sekedar adikadikkan. Lo butuh orang yang ngertiin lo. Dan sekarang gue disini, gaada orang yang bisa jahatin lo lagi. Gue gak kuat liat lo lemah gini" bisik Alfi sambil mengelus rambut Vanessa.

Hingga sampai jam tiga dini hari, Vanessa terbangun dengan kepala yang masih bersandar dibahu Alfi. "Udah bangun?" tanya Alfi.

"Loh kakak dari tadi nungguin aku bangun? Gimana kalo aku bangun pagi?" Vanessa bertanya balik sambil melepaskan sandarannya dan memandang wajah Alfi, ia hanya memastikan apakah ini mimpi atau kenyataan.

"Iya gapapa, sampai besok juga gue temenin lo. Gimana? Udah tenang?" Alfi memastikan bahwa Vanessa sudah baik baik saja.

"Iya kak udah mendingan. Makasih ya kak. Kakak kok bisa disini?" tanya Vanessa.

"Tadi pas lo ngebut ngebut gue ngeliat lo, yaudah gue ikutin lo aja." jelas Alfi.

"Kalo lo ada masalah gini, jangan nyimpan sendiri, karena gabaik buat kesehatan lo. Gue ada disini buat ngedenger cerita lo dari awal sampai akhir. Paham?" sambung Alfi.

Vanessa mengangguk dan tersenyum. "Makasih ya kak, tapi tolong jadiin ini rahasia kita ya kak, aku gamau kalo orang tau kalo hidup aku kayak gini" Vanessa menatap kosong kedepan karena mengingat kejadian dirumahnya tadi.

Melihat itu, Alfi langsung menarik wajah Vanessa dengan lembut sehingga Vanessa memandang wajahnya. "Gue gasuka adik gue sedih" kata Alfi sambil mengusap wajah Vanessa dan tersenyum untuk menenangkan Vanessa.

Vanessa tersenyum. Alfi melirik jam sudah menunjukkan jam 4. "Pasti anak anak udah bangun" pikir Alfi.

"Lo mau ikut gue kesuatu tempat? Eh lo harus mau pokoknya" paksa Alfi.

"Mau kemana kak?" Vanessa kebingungan karena Alfi tiba tiba mengajaknya.

"Ikut gue aja, lo udah bisa bawa motor sendiri?" kata Alfi memastikan.

"Udah kak" jawab Vanessa.

***

Mereka sudah sampai di sebuah rumah yang terlihat sangat ramai didalamnya. Bahkan pagi buta ini mereka sudah sibuk.

"Rumah siapa ni, Kak?" tanya Vanessa.

Namun belum sempat menjawab, ada anak kecil berkepala botak dan berwajah pucat membuka pintu dan langsung memeluk Alfi. Alfi membalas pelukan bocah itu.

"Kak Pian lama banget gak main kesini" rengek bocah itu. Alfi hanya tersenyum lalu melirik Vanessa yang tengah memasang wajah bingung.

"Eh kak Pian bawa siapa? Pacar kakak ya? Ciee" goda bocah itu.

"Suatu saat" kata Alfi dalam hati. "Kapan diajak masuknya ni? Masa tamu gadisuruh masuk" Alfi mengalihkan pembicaraan. Lalu bocah itu membukakan pintu untuk Alfi dan Vanessa.

"Kak Piaan!" teriak anak anak yang ada dirumah itu langsung memeluk Alfi. Vanessa tersenyum melihat Alfi dan takjub melihat Alfi yang sangat disenangi anak anak.

"Anak anak ini kenalin kak Vanessa, temennya kak Pian juga" kata Alfi memperkenal kan Vanessa.

"Hai nama kakak, Vanessa" sapa Vanessa ramah dan tersenyum.

"Haii kak Pasa" sapa seorang gadis berambut pendek.

Vanessa tersenyum mendengar panggilan namanya, Pasa. Namun ia tak mempedulikannya karena ia sangat senang berkumpul bersama bocah bocah ini.

"Kak Pian, kak Pasa, ayo kita buat sarapan bareng bunda" ajak seorang bocah sambil menarik tangan Vanessa.

"Yah kakak kok gak ditarik sih?" Alfi berpura pura merajuk karena tak ditarik. Vanessa tertawa dan menarik tangan Alfi.

"Bun, perlu bantuan gak? Aku bawa temen ni, mungkin dia mau belajar masak" kata Alfi sambil menyenggol tangan Vanessa.

"Yaudah sini yuk bantuin bunda" ajak wanita yang disebut bunda itu.

"Sekarangkan hari Minggu, jadi kita disini seharian ya kak?" tanya Vanessa.

"Oke tuan putri" kata Alfi sambil mengacak rambut Vanessa.

***

VanessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang