Part 15

93 11 2
                                    

*Nicky and Shane on the pic

*Toktoktok

"Ah tidak...apa ini sudah pagi? Dan siapa yang mengetuk pintunya? Sungguh, rasanya aku tak ingin beranjak dari meja ini. Wait...meja? Apakah semalaman aku tidur dengan melipat tangan diatas meja? Oh Tidak, badaku akan pegal-pegal"

*Toktoktok

"Mark..."

"Itu suara Shane kurasa. Suara yang seperti itu tidak ada yang memilikinya lagi selain Shane. Oh God, Aku masih ingin tidur dan bermimpi tentang Michelle"

"Mark, bangunlah. Kami sudah siapkan pesta kecil untuk merayakan Hari Ulang tahun Michelle. Setelah ini kita harus pergi ke Belfast untuk banyak Show, jadi kita harus cepat" Kata Shane dari luar sembari menggedur pintu Kamar Mark

"Aku akan bersiap, Shane" Mark terkesiap dari tidurnya. Ia terbangun dan meninggalkan kondisi setengah sadarnya. Pikirannya melayang dan tak terarah. Rasanya ia ingin melanjutkan tidurnya, berharap bahwa ia bisa bertemu Michelle lewat mimpi-mimpinya.

"Boleh kubuka pintunya?" Tanya Shane setengah berteriak

"Masuklah, Shaney" Mark memijat kepalanya yang terasa sedikit pusing

"How are ya this morning, Marky?" Shane menarik kursi dan duduk didepan Mark yang sedang duduk dikasurnya. Kemudian ia memerhatikan Mark yang sedang memejamkan mata sembari memijat kepalanya sendiri.

"Just a bit dizzy" Suara serak terdengar pelan, tergambarkan seberapa dalam kesedihan yang Mark simpan untuk dirinya

"Marky, are ya okay?" Tanya Shane kembali, ia menyentuh bahu Mark dan terpapar wajah Shane yang sangat khawatir dengan sahabatnya sejak kecil itu

"I'm okay, Shaney. Jangan cemaskan aku, Okay?" Mark membuka matanya, tampak warna kemerahan mengisi matanya, kantung matanya membengkak. Mark benar-benar terlihat sangat lelah, bahkan ia terlihat kurang sehat

"Marky, apa kau sakit? Wajahmu sangat pucat" Shane menyentuh dahi Mark, memastikan bahwa suhu normal terpancar dari tubuh sahabatnya, namun semuanya berbanding terbalik, tubuh Mark sangat panas hingga beberapa bagian tubuhnya memerah

"Shane, I'm okay" Suara lirih terdengar samar, nyaris tak tertangkap genderang telinga.

"Mark..." Shane memerhatikan airmata yang mulai jatuh dari sepasang mata biru dihadapannya

"Shane, Aku hancur" Mark mengepal tangannya dengan keras, seolah ia ingin memukul dirinya sendiri hingga tak berdaya

"Mark, jangan katakan hal itu, kumohon. Kami ada untukmu, dan kau tak boleh berputusasa seperti ini" Mata Hazel Shane merespon apa yang dilihatnya, hatinya menangkap sinyal kesedihan dari sahabat favoritnya untuk latihan bernyanyi. Hatinya bergetar, ia mulai kesulitan menahan airmata yang berusaha mendobrak kelopak matanya. Rasanya ia tak tahan melihat sahabatnya merasakan apa yang dirasakan saat ini

"Aku tak ingin hidup lagi, Shane. Apa gunanya aku bernafas jika setiap hembusan nafasku menyiratkan rasa sakit?" Airmata mengalir dari Mata Mark. Kenangan dimana ia selalu tersenyum saat Michelle disisinya terputar kembali, indah namun menyakitkan hati

"Mark, You must be strong, and Stronger than ever. Kau tak boleh menyerah dengan Cintamu. Kau harus lakukan hal yang sama dengan yang Michelle pernah lakukan padamu" Shane menyentuh bahu Mark, merasakan panas tubuhnya dari lapisan luar kaos putih yang Mark kenakan

"Aku tidak sekuat Michelle, Shane. Aku sangat ingin berlutut dihadapannya, meminta maaf, dan memeluknya. Aku ingin membayar airmata yang ia keluarkan demi diriku. Aku ingin membayar semua itu dengan Cintaku, Aku mencitainya" Nafas yang mulai tersengal terdengar, Mark masih berusaha menahan pilu disetiap kata yang ia ucapkan

The Endless SacrificeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang