Chapter Lima

51.5K 3.6K 24
                                    


Azka yang hendak menyuapkan bakso ke dalam mulutnya itu langsung terhenti. Ia mendengus kesal saat harus menunda rasa lapar pada perutnya, ketika terdengar suara panggilan di speaker sekolah. Benar-benar merusak mood, apalagi ia dekat dengan toa yang dipasang pada sudut dinding kantin.

"Panggilan kepada Anton Azka Anindito ditunggu di ruang guru sekarang!"

Azka langsung membulatkan matanya saat mendengar namanya dipanggil di pengeras suara,"AKHIRNYA ...."

Teriakan Azka membuat ia menjadi pusat perhatian semua pasang mata yang memadati area kantin. Azka itu suaranya begitu cempreng walau hanya ketika berbicara, bayangkan ketika ia berteriak?

"Apa lo liat-liat?! Yang penting nama gue dipanggil di pengeras suara," teriak Azka bangga.

Azka yang notabenenya salah satu siswa yang kurang famous dan sangat kurang waras, selalu iri dan berharap namanya dipanggil di pengeras sekolah. Menurutnya murid yang dipanggil di pengeras suara itu berarti murid yang dianggap penting oleh pihak sekolah. Karena murid-murid yang dipanggil di sana merupakan murid pintar atau berprestasi seperti yang hobi mengikuti olimpiade, anak eskul yang mengikuti lomba, anak organisasi dan sejenisnya.

Ia tentu berbangga hati saat namanya dipanggil dan sebagai pertanda bahwa ia salah satu murid yang dianggap penting di SMA Dharma Sakti. Azka sepertinya harus sujud syukur, jika perlu sepulang dari sekolah ia meminta mamanya untuk membuat tumpeng dan mengadakan syukuran.

Azka langsung melupakan semangkuk bakso yang belum disentuhnya dan rasa lapar di perutnya. Tiba-tiba ia merasa kenyang.

"DODI, SINI LO!" teriak Azka saat melihat Dodi-teman satu eskul futsal yang baru saja memasuki kantin. Setidaknya Azka aktif mengikuti ekstrakurikuler dibandingkan dengan Alter.

"Kenapa?" tanya Dodi saat sudah mendekati Azka.

"Ini bakso gue ikhlasin buat lo."

"Ogah, pasti lo racun tikus kan?" ucap Dodi dengan menyelidik. Ia tahu sepelit apa itu Azka.

"Yakali, racun tikus itu nggak mempan buat lo! Kalau sianida boleh dicoba."

"Anjir. Yang ada gue modar!"

"Gue Amiin-in paling serius."

"Mana ada dikabulin, lo kan ter-anjir."

"Serius gue, tuh bakso belum dimakan. Dari pada mubazir mending gue kasih ke lo yang punya muka doyan gratisan," ujar Azka.

Azka langsung berdiri dan mempersilahkan Dodi untuk memakan bakso miliknya. Benar saja, Dodi langsung melahap bakso itu dengan nikmat. Sungguh nikmat mana yang engkau dusta kan? Apalagi gratisan.

"AZKA, ENTE BELUM BAYAR."

Azka menghentikan langkahnya yang sudah hampir mendekati pintu kantin saat terdengar teriakan mang Ujang-pedagang bakso di kantin.

"YANG BAYAR DODI MANG, DIA YANG MAKAN," teriak Azka cempreng.

Dodi yang sedang melahap bakso itu langsung melotot dan tersedak, "BANGKE!"

Alodie: The Queen Of Badness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang