Ingatkah kamu, akan kenangan kita di masa lalu? Kala dulu kita selalu bersama tanpa pernah terlintas kata "memisah" atau "melepas". Tak pernah sekalipun. Dan kini kutahu, bahwa kenyataan lebih pahit daripada hanya sekedar khayalan.
Siapa aku? Ah ya, kau yang sudah lupa itu tak mungkin mengingatku kembali. Jujur, ada sebersit perih di hati ini saat kau nampak linglung dan setengah idiot kala perjumpaan kita kembali di taman kenangan.
Aku adalah "impian" bagimu. Ingat? Dulu, di masa remajamu kau masih malu-malu mengajakku berkenalan. Pipimu tersipu setiap kali kepergok. Menggaruk kepalamu yang tak gatal, lalu kabur seolah kau baru saja kalah perang. Bahkan sebelum dimulainya sebuah pertarungan.
Setahun kemudian, kau benar-benar serius ingin mendekatiku. Berbagai macam cara kau lalui demi menarik perhatianku. Aku terkekeh, lucu melihatmu yang sampai tidur di perpustakaan dan ditegur penjaga perpus karena mereka mau menutup gedungnya. Padahal aku cuma berkata, "Aku suka lelaki pintar."
Melihat perjuanganmu yang begitu gigih. Aku akhirnya memberikan sambutan yang baik. Diam-diam, aku membawakanmu kebahagiaan yang tidak pernah kau duga. Kenyamanan--atau yang umum disebut, sebuah pertemanan. Tempat kau berbagi cerita dan harapan tanpa kesungkanan. Saat itu aku telah menjadi dekat denganmu. Akrab dan bersahabat. Bagai sepasang angsa di hadapan kita sekarang.
"Akan kubuktikan! Aku juga bisa membuat cerita yang bagus. Tunggulah sampai aku menyelesaikan novelku ini," ucapmu di bangku taman kenangan. Kau sungguh bersemangat. Benar-benar membara dan begitu hidup. Tanpa sadar, aku semakin senang padamu. Kau ... membuatku kembali nyala dalam balutan api perjuangan.
Hampir setiap malam kau begadang demi mengerjakan proyek "mimpi" tersebut. Menyusun draft per draft. Menyambung plot, merangkai cerita, mencipta tokoh, dan menyusun apa saja yang menjadi elemen penting dalam sebuah cerita.
Kadang kau mengeluh betapa susahnya menyelesaikan naskah novel tersebut. Dan saat itu terjadi, kau akan bangkit dari depan laptopmu. Pergi ke luar sambil menyulut rokok dan berjalan-jalan di sekitar rumah.
Aku mengikutimu dari belakang. Memperhatikanmu yang nampak semakin tak terurus. Tubuh kurus dengan wajah tirus. Ah, alangkah proyekmu telah mengambil sebagian nyawamu secara rakus.
"Jangan menyerah!" semangatku dari jauh. Sekarang, akulah yang malu jikalau berhadapan dengannya. Bukan kenapa-kenapa. Aku hanya tidak ingin mengganggu suasana hatimu yang buruk.
Hubungan yang demikian erat ini ingin kujaga sebaik mungkin. Makanya, aku memilih mundur dan memberikanmu ruang untuk beristirahat. Takkan kubiarkan egoku mengusaimu yang begitu menyayangiku selayaknya guci rapuh nan cantik. Ah, gombalanmu memang.
Hari-hari berlalu. Di bangku taman kenangan, di bawah pohon yang kering nan bercabang, kau duduk sambil menatap kosong ke depan. Mengamati sepasang angsa yang kini mulai berjauh-jauhan dan berenang sendiri-sendiri ke tepi lain perairan.
"Aku memang tidak berbakat," gerutumu sambil mengacak-acak rambut sendiri. Jambang di dagumu semakin lebat. Apakah kau lupa bercukur pagi ini? Oh astaga! Lingkaran dan kantung mata itu, kau tidak istirahat dengan cukup?
"Mungkin sebaiknya aku memilih jalan lain." Kau menjulang berdiri bak gedung pencakar langit. Angkuh sekaligus rapuh. Tegas, tapi begitu bodoh! Bisa-bisanya kau memutuskan begitu saja akhir dari impian masa remajamu itu?
Dan begitulah, pelan-pelan, dengan perlahan dan penuh kesakitan. Kau melupakan semuanya. Proyek Mimpi, harapan, keinginan, perjuangan, dan khayalan. Kau tinggalkan semua itu teronggok di sudut kamarmu. Diam dan bertahan. Tidakkah kau merasa cerita-ceritamu sedang berkabung atas "kematian" pengarang mereka. Para tokohmu yang gagah dan cantik akan tersia-siakan menjadi seoongok file yang tak lagi kau sentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boneka Kayu untuk Cinderella [Kumcer] [TAMAT]
Short StoryAku, Kamu bersama mengarungi Imajinasi dengan Cinderella ke negeri Mirror Mirror on the Wall berada. Dari sana, kita membeli oleh-oleh Boneka Kayu yang dipahat oleh seekor Peri Sial. Lapar, kita pun mengisi perut dengan mengudap Cap Cay Dhira. Semba...