Aku dan Imajinasiku

1.9K 313 24
                                    

Mengharapkanmu datang, sama seperti berharap ada salju di tengah gurun pasir. Mustahil. Tapi, aku terlanjur menyukaimu. Dan jika keajaiban itu benar adanya, aku berharap. Kau ada di sini bersamaku. Selamanya.

-

Pekerjaanku setiap hari, hanyalah membaca dan membaca. Entah itu adalah novel, kumpulan cerpen, atau pun buku pelajaran. Aku berusaha menyibukkan diriku. Hanya agar aku tidak menyadari, kalau aku seorang diri di dalam kelas ini.

Ya, aku sendirian. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di kelas ini. Aku tidak pernah berbaur dengan siapa pun. Aku terlalu pemalu untuk mengatakan kata 'Hai' atau pun sapaan lainnya. Aku terlalu takut, dan merasa aneh ketika berhadapan dengan orang asing. Meski itu teman sekelasku sendiri. Ditambah lagi, aku duduk sendirian. Tidak ada teman sebangku dalam hidupku. Tidak ada.

Akibat banyaknya cerita yang kubaca. Aku pun mulai termotivasi untuk membuat ceritaku sendiri. Cerita apa? Tentu saja cerita cinta. Karena menurutku, cinta adalah hal paling sulit yang kudapatkan.

Aku mulai menyusun ceritaku saat pelajaran Matematika di mulai. Merangkai alurnya saat istirahat. Dan mulai mengetiknya di rumah saat aku sudah pulang sekolah.

Tanpa sadar, aku jadi semakin sibuk. Menciptakan sebuah cerita membuat pikiranku dapat melupakan diriku yang sebenrnya. Hidupku yang hampa seolah terisi begitu saja seperti gelas kosong yang diisi air. Hingga sampailah aku di tahap pembuatan para tokoh.

Tokoh seperti apa yang cocok untuk ceritaku? Tokoh perempuannya sudah kubuat dalam pikiranku. Bahkan rupa dan ciri-cirinya sudah menempel erat dalam ingatanku. Tapi, kenapa susah sekali membuat tokoh lawan mainnya?

Pelan, pelan-pelan saja. Aku tidak boleh terburu-buru. Aku mulai memejamkan mata dan membayangkan seorang pria muda. Tidak, bukan pria, tapi remaja laki-laki. Ia seumuran denganku. Rambutnya hitam pekat dan berkilauan. Kedua matanya berwarna abu-abu lembut, membuat siapa pun yang menatapnya akan tenggelam kedalamnya. Termasuk aku, aku pun semakin hanyut dalam membayangkan tokoh remaja laki-laki tersebut.

Tubuhnya tinggi tegap, kulitnya tidak terlalu putih, namun juga tidak hitam. Wajahnya sangat tampan. Berhidung mancung dan rahang tegas. Dengan tulang pipinya yang agak sedikit menonjol.

Tanpa sadar, aku mulai sering memikirkan tokoh yang baru kubuat tersebut. Tokoh itu pun kuberi nama Ryan. Entah kenapa, nama Ryan serasa tidak asing di telingaku. Apa ini karena nama itu sering kuulang dalam pikiranku? Tidak... bukan itu.

Hari hari berlalu, aku semakin hanyut dalam lamunanku. Aku membayangkan diriku sebagai Rissa, tokoh perempuan dalam ceritaku. Membayangkan setiap sentuhan yang diterima Rissa oleh Ryan. Ketika mata mereka saling bertemu, bertatapan dan akhirnya jatuh cinta.

Aku jadi sering melamun dan senyum sendiri. Sering aku merasa jika sentuhan Ryan terasa nyata dalam kulitku. Membuatku merinding dan juga salah tingkah. Apa aku benar-benar jatuh cinta pada tokoh khayalanku sendiri? Astaga! Aku benar-benar sudah di luar batas. Aku sudah terlalu lama membiarkan diriku hanyut. Aku harus segera naik ke permukaan kenyataan.

Namun, aku sadar. Kenyataan tidak pernah memberikan satu pun kebahagiaan dalam diriku. Kenapa aku harus kembali ke dunia nyata, jika dunia itu sendiri tidak pernah menggubrisku atau pun peduli padaku. Pelan-pelan, aku melepas genggamanku pada ranting kenyataan. Membiarkan diriku hanyut dalam sungai khayalan yang memperdulikan aku. Kembali ke dalam pelukan Ryan yang hangat –yang kutahu hanya imajinasiku semata. Aku tahu, jatuh cinta pada tokoh khayalan itu menyakitkan. Tapi, melepaskan dan melupakan cinta itu lebih menyakitkan daripada jatuh ke dalam jurang khayalan yang kubuat sendiri.

"Perkenalkan! Murid baru di kelas kita. Silahkan masuk." Guru kami datang dan berdiri di depan kelas. Ia diikuti seorang pemuda tampan yang tidak asing dalam pengelihatanku. Siapa dia?

Boneka Kayu untuk Cinderella [Kumcer] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang