Boneka Kayu

2.8K 474 68
                                    


Aku mengintip dari balik jendela. Melihat seorang pria tua gendut sedang memahat sebongkah kayu di dahapannya. Dalam ruangan itu, ada banyak boneka kayu berbentuk tiruan manusia. Dipasangkan pakaian serta perhiasan pelengkapnya. Menjadikan orang tua itu nampak dikelilingi anak-anak asuhnya yang diam duduk mengamati gerak-geriknya.

Aku terbang lebih tinggi, melewati celah sempit ventilasi jendela. Lalu hinggap di atas satu kepala boneka. Mengamatimu yang duduk diam di sana.

Betapa hebatnya manusia yang telah memahatmu. Dari yang berupa sebongkah kayu tak berbentuk menjadi tiruan seorang anak berusia tujuh tahun. Bersama pakaian ala bangsawan dan rambut pirang yang kaku. Kedua matamu menatap lurus ke depan-kepadaku, dicat warna biru cerah yang dipadukan putih dan hitam di sekelilingnya. Serupa mata sungguhan.

Aku ingin memilikimu.

****

Boneka itu kini duduk di hadapanku lagi. Tapi tidak di rumah pria tua tersebut. Selesai membelinya dengan batu yang kusulap menjadi berlian, aku langsung membawa koleksi berhargaku ini ke rumah. Meletakkannya di dalam sebuah lemari kaca, dan membiarkannya menjadi pajangan untuk rumah suramku. Rumah yang kudapatkan dari sepasang suami-istri tamak, di mana mereka berdua mati menggenaskan setelah jiwanya-dengan suka rela--diserahkan padaku.

Kuberi nama boneka itu Pinokio. Yang selalu duduk diam dalam temaram cahaya rumah. Setiap hari, aku hanya duduk di dekatnya. Mengagumi setiap lekuk dan celah yang dibuat pemahat itu di atas tubuhnya.

Oh, betapa sempurnanya dirimu.

Kadang aku mengamatimu lamat-lamat, berharap sepasang mata biru itu berkedip-meski dalam imaji semata. Tapi semakin lama, kekaguman itu hanya menghasilkan sakit. Aku tidak suka benda mati! Aku mau yang hidup. Yang bisa berbicara padaku dan menemani hari-hari gelapku.

Maka kuputuskan untuk mencuri jiwa seorang anak. Awalnya aku berhasil menjebak seorang Ayah yang sudah putus asa dengan ekonomi keluarganya. Kuberikan dia iming-iming harta berlimpah, asal mau memberikan anak laki-laki bungsunya kepadaku sebagai persyaratan.

Pria tua jenggotan berbau alkohol itu mengangguk. Dan di bar yang kumuh penuh begundal mabuk, kami berjabat tangan. Aku menghilang seketika di depannya. Menyisakan sekantong penuh-yang isinya cuma beberapa berlian jelmaan batu hutan-di hadapannya.

Pria itu kegirangan dan merayakannya dengan memesan minuman keras lebih banyak. Keesokan harinya, ia harus tabah melihat pemakaman putra bungsunya yang meninggal akibat sakit mendadak.

Bagus, jiwa anak itu sudah ada di tanganku. Kini saatnya kembali hutan, ke rumah, ke hadapan Pinokio-ku tercinta.

Sesampainya di sana, aku mengeluarkan Pinokio dari kotak kacanya. Seperti menggendong seorang anak sungguhan, aku membawanya penuh kehati-hatian. Mendudukkannya pada kursi kebangganku di depan perapian.

Malam semakin gelap. Api perapian menyala menerangi tubuh Pinokio yang kaku. Lalu kukeluarkan sebutir benda bulat-kecil-bercahaya dari saku lusuhku. Menggenggamnya kuat-kuat hingga remuk saat itu juga. Menjadikannya abu halus bercahaya yang ditaburkan di atas tubuh Pinokio.

Debu-debu itu menyelubunginya. Menyerap masuk ke dalam pori-pori kayunya. Kepala sayu Pinokio tiba-tiba menegak. Kedua matanya berkedip cepat terlihat takjub ke arahku. Mulutnya terbuka, lidahnya bergerak, kaki-tangannya ke sana-ke mari dengan ragu, ia menoleh ke sekitar, dan berhenti pelan.

Lucu. Hebat. Ini mengagumkan. Kesayanganku, Pinokio milikku hidup.

Serat-serat kayu di atas kulitnya hilang, berganti tekstur halus dan kenyal selayaknya manusia. Pirang rambutnya tampak cerah dan hidup. Biru matanya cemerlang dan bergetar sendu. Pahatan serta lekukan indah itu kini tampak semakin nyata dan menakjubkan.

Boneka Kayu untuk Cinderella [Kumcer] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang