Setahun seperginya Laras dari rumah. Rangga kini hidup dengan pembantunya. Segala urusan rumah kini di urus pembantunya. Rangga jadi jarang berbicara entah di rumah, maupun di kantor. Dia menyibukan diri dengan mengurus segala pekerjaannya di kantor. Apalagi kini dia harus mengurus dua kantor sekaligus.
Terkadang dia merasa rindu, rindu sekali pada istrinya apalagi saat dia sedang sakit. Biasanya ada yang merawatnya. Hari demi hari dia merasa terus kepikiran istrinya apalagi saat pergi Laras sedang mengandung anaknya. Mungkin sekarang anaknya telah lahir dan tumbuh dengan baik.
Hari ini Rangga tiba di Osaka Jepang untuk urusan bisnis. Sepulang meeting dia berdiri di depan gedung desain sebuah baju. Karena malam ini hujan cukup deras jadi dia harus berteduh disana karena cukup jauh dari mobilnya parkir.
Dari kejauhan dia melihat seorang gadis berjilbab yang sangat di kenalnya. Dia menggunakan payung transparan dan berjalan ke arahnya sambil memegang handphonenya seperti sedang vidiocall. Saar wanita itu kian dekat dengannya. Jantungnya berdebar begitu cepat, apalagi saat wanita itu berhenti di depannya, menatapnya tersenyum. Rangga tersenyum padanya tertegun.
" Apa.. Kabar? " tanya Rangga pelan. Suaranya beradu dengan air hujan yang turun.
" Alhamdulillah, bagaimana denganmu,, mas? " tanya Laras kembali.
" seperti yang kamu lihat. " ucap Rangga memalingkan wajahnya.
" kalau begitu saya duluan. " ucap Laras pamit.
" tunggu. " ucap Rangga menahan Laras pergi. " maaf... " lanjut Rangga tidak mampu melanjutkan ucapannya dia hanya menggigit bibir bawahnya menahan tangis.
" tidak usah di pikirkan. Ini kamu butuh ini kan. Ini sudah malam dan hujan. " kata laras sambil memberikan payungnya pada Rangga.
" thanks. " kata Rangga mengambil payung yang di berikan Laras.
" mas mau mampir? Atau hanya sedikit minum kopi? " tawar Laras.
Rangga mengangguk pelan dan mengikuti Laras dari belakang. Mereka masuk ke dalam gedung itu. Banyak gaun terpangpang menyambutnya. Laras menuntunnya ke lantai satu. Ke sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang tamu. Laras mempersilahkan Rangga duduk. Dan membuatkannya segelas kopi. Rangga tertegun melihat fotonya terpampang jelas di ruangan itu. Ada juga beberapa foto lainnya seperti foto saat sedang liburan, bahkan foto pernikahan.
Suara tangis seorang anak terdengar di dalam sebuah ruangan lainnya. Laras langsung berlari ke arah suara tersebut. Terlihat dia keluar dengan menggendong seorang anak yang masih terbilang bayi.
Laras duduk di samping Rangga." ini anak kita mas. " ucap Laras tersenyum sambil menenangkan bayinya yang sedang menangis.
"Dia sudah besar. " ucap Rangga.
" mas mau gendong? " tanya Laras dan Rangga mengangguk.
Bayi yang awalnya menangis kini lebih tenang di gendongan ayahnya. laras tersenyum melihat anaknya terlihat memegang wajah Rangga dan mengajaknya tersenyum.
" Namanya Dwi Putri Wijayanto, kini dia baru berumur tujuh bulan. " ucap Laras tersenyum.
"Cantik seperti ibunya. " ucap Rangga tersenyum.
" yah Dwi pipis. " ucap Laras saat melihat anaknya pipis saat di gendong ayahnya.
Laras langsung masuk ke kamarnya dan membawa beberapa potong baju untuk Rangga.
" sebaiknya mas ganti baju dulu ya. " kata Laras sambil meletakkan baju di atas meja.
Laras menggendong anaknya yang sepertinya sudah mulai mengantuk. Rangga segera mengganti bajunya.
Rangga dan Laras kini duduk berdua di sofa saling diam. Anaknya telah tertidur.
" Mas sudah makan? " tanya Laras memecahkan kebisuan.
" kenapa, kamu lapar? " tanya Rangga kembali.
" Jika mas mau makan aku akan makan. " kata laras.
" ya sudah boleh. "
Akhirnya mereka makan berdua di dapur Laras. Kini kecanggungannya sedikit mencair. Bahkan Laras melihat banyak senyum di wajah suaminya.
" Apa mas sudah menikah lagi? " tanya Laras sambil mengambilkan minum untuk Rangga.
" Mana ada yang ingin menjadi istri pria buruk sepertiku. " jawab Rangga tertunduk.
" Istriku saja pergi apalagi orang lain. " lanjutnya.Laras terdiam mendengar suaminya.
" Aku pria yang sangat bodoh, hanya karena rasa cemburu yang berlebihan aku kehilangan istri dan anakku. Aku sangat menyesal. Aku mengutuk diriku setiap hari, aku merindukan istriku setiap saat tanpa ada keberanian untuk bertanya atau bahkan mencari tahu. Aku terlalu takut, aku takut tidak termaafkan. Kesalahanku sangat besar. " ucap Rangga tertunduk dan kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rangga begitu malu tidak bisa menahan tangisnya di hadapan Laras.
Laras mendekatinya, memeluknya, menenangkannya. Rangga menangis di pelukan istrinya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJUTAN ASMARA ( TAMAT )
RomancePerhatian !!! Vote dulu sebelum membaca ya! Cerita ini mengisahkan tentang pernikahan seorang pria kaya dan tampan dengan gadis cantik nan soleha lewat perjodohan kedua orang tua. Semuanya baik-baik saja tetapi setelah menikah siapa yang tau akan...