14. Dia

3.8K 827 157
                                    

Daniel tersenyum menatap Seongwoo yang sibuk menyiapkan makan malam bersama Doyeon. Tubuhnya yang kurus membuatnya terlihat ringkih ketika membawa sepanci sup ayam ke meja tempat Daniel duduk.

Seongwoo melirik Daniel dan tersenyum singkat. Mereka larut dalam tatapan masing-masing namun berhenti mendengar rengekan seseorang dari balik pintu kamar.

Daniel awalnya berdiri, namun Seongwoo lebih cepat. Ia berjalan ke kamar tanpa melepas celemeknya, menggendong Woojin yang kini terbangun.

"Papa Ong..," gumam Woojin sambil menyenderkan kepalanya di ceruk leher Seongwoo, "Papa Ong cudah cembuh...?"

Seongwoo tersenyum singkat. Dianggukkan kepalanya sebelum mengajak Woojin ke meja makan, "Kita makan malam ya? Papa Ong sudah membuatkan sup ayam kesukaan Woojin! Atau Woojin mau nuggets?" Dibiarkannya Woojin duduk di pangkuannya.

Woojin menggeleng, "Sup Papa Ong pasti enyak!"

Niat Daniel awalnya mengambil Woojin, menyuapi anaknya itu. Seongwoo menolak. Ia menyuapi Woojin sambil sesekali merespon cerita-cerita yang keluar dari bibir mungil balita di pangkuannya itu.

Tangan Doyeon yang menyodorkannya sendok serta garpu menyadarkan Daniel kalau ia sedari tadi memperhatikan Seongwoo.

Matanya yang teduh, senyumnya yang manis, rahangnya yang tegas, dan konstelasi di pipinya itu.

Daniel mengulum senyumnya dalam diam sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya sendiri.

Hangat.

Dadanya hangat bersama dengan Seongwoo dan Doyeon di rumah ini.

Apa ini yang dinamakan rasa nyaman?

"Berhenti tersenyum seperti orang bodoh, Kang," ucap Seongwoo terkekeh dan mengelap wajah Woojin yang telah menyelesaikan makannya. Balita itu turun dari pangkuan Seongwoo dan berlari ke ruang tengah, menyalakan televisi dan menonton Pororo.

Daniel meneguk air di gelasnya, "Aku selesai," gumamnya dan mendorong sedikit mangkuknya. Seongwoo membereskan mangkuk Daniel dan membawanya bersama mangkuknya sendiri ke cucian piring.

"Kang Daniel," panggil Seongwoo pada Daniel yang membereskan barang-barangnya, bersiap pulang.

Daniel menoleh, "Ya?"

"Menginaplah," kata Seongwoo. Doyeon menatap Seongwoo bingung. "Kasihan Woojin jika harus pulang malam begini. Aku bisa tidur di sofa dan kau bisa tidur di kamarku."

Woojin berlari memeluk kaki Seongwoo, "Mau bobo cama Papa Ong! Bobo beldua!"

Daniel melirik Woojin yang enggan melepaskan pelukannya di kaki Seongwoo. Bahkan tangannya sekarang menarik-narik kaki Doyeon yang berdiri di sebelah Seongwoo. Ia menghela nafasnya dan mengalah, "Baiklah. Tapi Seongwoo," Daniel tersenyum, "Aku akan tidur di sofa."

Seongwoo menggendong Woojin, membawa balita itu ke kamarnya dan mematikan lampu, meninggalkan Daniel berdua dengan Doyeon.

"Tuan Kang," panggil Doyeon sambil duduk di sebelah Daniel, "Kau terlihat menjaga kakakku."

Mata Daniel menghilang karena senyum lebarnya, ia mengangguk. "Dia seseorang yang perlu dijaga, Doyeon," jawab Daniel enteng, "Dan tolong panggil aku Daniel saja. Tuan Kang terdengar aneh."

Doyeon tertawa renyah, "Baiklah Kak," kata Doyeon sembari berdiri, "Sudah hampir jam sebelas. Aku tidur duluan. Kamar mandi ada di sebelah kamar Kak Seongwoo," Doyeon tersenyum dan berjalan ke kamarnya.

Daniel mengangguk dan membetulkan posisinya. Ia rebahan di sofa sambil menatap langit-langit apartemen Seongwoo. Ia kembali tersenyum dan menutup matanya, terlelap ke alam mimpi tanpa menyadari seseorang menyelimutinya beberapa menit setelah itu.

🍂🍂🍂

Seongwoo sedang mengerjakan tugas di perpustakaan kampusnya ketika seseorang menutup matanya dengan dua telapak tangan. Seongwoo meraba punggung tangan itu dan mendecak, "Hwang Minhyun, berhentilah."

Tawa renyah yang khas keluar dari bibir pemuda pucat di belakang Seongwoo, Minhyun. "Baiklah," balasnya dan langsung duduk di hadapan pemuda itu dan ikut mengerjakan tugas.

"Hey, Seongwoo," panggil Minhyun, "Aku dan Aron akan ke Los Angeles bulan depan. Kami akan menikah di sana."

Seongwoo membelalakkan matanya tak percaya. "Benarkah? Astaga, aku turut senang!"

Minhyun mengangguk antusias, "Kau tahu, Aron baru memenangkan proyek besar. Biasa, arsitek," ujar Minhyun sambil mengedikkan bahunya, "Bagaimana denganmu? Kudengar kau dekat dengan anak semester bawah bernama.. Kang... Kang..?"

"Kang Daniel," jawab Seongwoo cepat, "Dan aku tidak dekat seperti yang kau bayangkan, Minhyun. Kami teman. Aku masih menyukai perempuan, kau tahu."

Minhyun terkekeh, "Ceritakan tentang dia!"

"Kang Daniel?" Seongwoo melepas kacamatanya, "Dia.. baik. Lembut. Dia juga lucu. Kau tahu, dia sangat menyukai anak kecil dan hewan, terutama kucing. Agak aneh bukan melihat kamar yang serba kucing untuk lelaki dewasa? Dia sangat menyenangkan dan-."

"Seongwoo?"

"Ya?"

"Kau tidak berhenti tersenyum saat membicarakan dia."

🍂🍂🍂


Seongwoo memikirkan perkataan Minhyun tadi. Tangannya menggenggam spatula di depan kompor namun kepalanya melayang jauh. Ia bahkan tidak sadar kalau ia telah membuat sosis yang digorengnya menghitam.

"Kak! Astaga! Gosong!" Pekik Doyeon panik sambil berlari ke arah dapur dari kamarnya ketika mencium bau hangus.

Seongwoo menoleh, "Oh?" Ia mengernyit bingung. "Astaga!" Teriaknya dan buru-buru mengangkut penggorengan itu ke tempat cucian piring.

"Ada apa denganmu?" Tanya Doyeon sambil mematikan kompor. "Itu sosis terakhir kita bulan ini!"

Seongwoo menghela nafasnya kasar. Ia melepas celemeknya dan membuang sosis hitam itu ke tong sampah. "Kita makan di luar saja."

Mereka berdua berjalan ke sebuah restoran siap saji di dekat kompleks apartemen mereka. Seongwoo memesan sepotong ayam panggang sedangkan Doyeon memesan dua potong. (Ya, Doyeon itu makan banyak.)

"Hati-hati, Kim Doyeon," kata Seongwoo kesal saat rambut panjang Doyeon nyaris tercelup ke saus, "Kau bisa memesan lagi, oke?"

Doyeon hanya tersenyum gigi dan melanjutkan makannya. Ia menggigiti tulang ayam itu dengan senang.

Seongwoo terdiam sejenak, "Minhyun akan menikah dengan Aron bulan depan, di Los Angeles," ujar Seongwoo membuka pembicaraan.

Doyeon menatap kakaknya tak percaya, "Benarkah? Astaga! Aku ikut senang!!"

"Kau tidak- kau tahu, hubungan seperti itu-."

"Jijik? Tidak," jawab Doyeon santai, ia kini memakan sepotong cake sebagai hidangan penutup. "Untuk apa aku jijik dengan hal seperti itu, Kak?"

Seongwoo mengedikkan bahunya, "Entahlah. Itu adalah hal yang belum umum."

"Kak," panggil Doyeon pelan, matanya menatap dalam mata Seongwoo yang sedikit risih karena bibir adiknya itu belepotan krim stroberi, "Cinta datang dari mana saja. Dan kau tidak bisa mengelak hal itu. Mereka datang disaat kau tidak menyadarinya dan...," Doyeon memotong kalimatnya, "Pegi disaat kau telah menyadari keberadaannya."







🍂🍂🍂


MAAAF BANGET AKU UDAH LAMA NGGAK UPDATE HAHAHAHAH masih ada yang nungguin nggak sih!!!

Ongniel ; Sweet CreaturesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang