11. Milikku

4K 938 178
                                    

Seongwoo mengelap wajah Woojin yang belepotan krim sup. Doyeon ada perkejaam sambilan di luar kota saat akhir pekan, jadi Seongwoo mengurus anak titipan ini sendirian.

"Acih apey," gumam Woojin dengan mulut penuh, ia menepuk perutnya.

"Masih lapar, sayang?" Tanya Seongwoo gemas dan membereskan mangkuk sup anak itu. "Eum.. Paman masih punya nuggets... Kamu mau?"

"Mam!" Woojin mengangguk senang kemudian menggoyangkan tubuhnya gembira.

Seongwoo tertawa dan mengeluarkan nuggets dari kulkas, menggoreng banyak untuk Woojin dan untuknya.

Setelah selesai, Seongwoo mengambil nasi untuk dirinya dan menaruh nuggets itu di piring, membiarkan Woojin memakannya tanpa nasi.

Seongwoo makan dalam diam, sesekali meniup nuggets yang masih panas sebelum menyuapkannya ke Woojin. Ia tersenyum saat anak itu mengunyah dengan senang.

"Papa," gumam Woojin sambil menggigit nuggets berbentuk dinosaurus. "Papa."

Seongwoo menoleh, "Woojin mau sama Papa? Papa Nyil akan pulang sebentar lagi, sayang," jawab Seongwoo. Tangannya mengelus kepala balita itu.

Woojin menggeleng dan memutar tubuhnya untuk menghadap ke Seongwoo. "Papa Ong~!"

Seongwoo berhenti mengunyah makanannya. "...Hah?"

"Papa Ong~! Papa Ong cekayang jadi Papanya Ujin uga~!" Sahut anak itu senang sebelum menepuk tangannya.

Hati Seongwoo menghangat. Ia ikut tertawa dan mencubit pipi balita itu lembut. "Iya, iya. Papa Ong akan selalu bersama Woojin, oke?"

Woojin tertawa geli saat Seongwoo mengelitiki perutnya. "Ung- cama Papa Nyil! Cama Papa Ong juga! Papa Nyil cama Papa Ong~!"

Seongwoo terdiam dan menggigit bibirnya. Ia tertawa hambar dan mengacak rambut Woojin. "Kita mandi, yuk?"

Woojin menelan nuggets terakhirnya dan menjulurkan tangannya, meminta Seongwoo menggendongnya yang disanggupi oleh pemuda itu.

Apartemen Seongwoo tidak memiliki bathtub, jadi Seongwoo berinisiatif menggunakan ember dan mengisinya dengan air hangat. Ia mengeluarkan bebek karet dari tas Woojin dan memberinya pada bocah itu. Seongwoo menemani Woojin bermain air dan menyuruhnya berhenti ketika tangannya mulai keriput.

"Kalau terlalu lama di air, nanti Woojin jadi seperti nenek dan kakek. Mau?" Canda Seongwoo, menunjuk telapak tangan Woojin yang keriput. "Ayo kita keringkan tubuhmu."

Setelah memakai piyama juga minyak telon, Woojin bergelayut di dada Seongwoo. "Antuk....," Lirihnya sambil menyenderkan kepalanya di perpotongan leher Seongwoo.

Seongwoo mendudukkan dirinya di sofa. Ia mengelus Woojin lembut sambil menggumamkan lagu. Wangi bayi dari Woojin membuatnya nyaman. Perlahan, Seongwoo ikut menutup matanya dan tertidur dengan Woojin dipelukannya.

🍁🍁🍁

Daniel mengantar Chungha ke kediamannya dengan mobil. Chungha sempat marah-marah awalnya, tidak ingin diantar dengan mobil Daniel yang seingatnya bau rokok.

"Percaya padaku, aku mengurangi rokok semenjak ada Woojin, oke?" Daniel tersenyum sambil mengelus kepala Chungha.

Jadi Chungha menurut.

"Mau mampir?" Tanya Chungha sambil memanggil beberapa pelayan untuk membawakan hasil belanjaannya tadi. "Ibuku masak Apple Pie kesukaanmu."

"Thanks but, no," jawab Daniel dengan senyum kelincinya, "Aku harus menjemput Woojin di apartemen Seongwoo, ingat?"

Chungha merengut dan mengangguk. "Ah, si Seongwoo itu," kata Chungha tepat sebelum Daniel tancap gas, "Aku... Tidak begitu menyukainya."

"Kenapa?" Tanya Daniel bingung.

"Dia menatap Woojin seakan - akan anak itu miliknya," bisik Chungha namun masih cukup keras untuk Daniel mendengarnya, "Itu tidak benar, bukan? Daniel, Woojin itu anak kiㅡ."

"ㅡAnakku," jawab Daniel dengan nada tegas. "Chungha, kau teman yang baik, aku berani bersumpah. Tapi kau belum bisa menjadi ibu yang baik. Kau mungkin mengandungnya dan melahirkannya, tapi kau tidak pernah mengurusnya sama sekali."

"Apa-."

"Chungha," Daniel menatap Chungha dalam, "Dia anakku dan selamanya akan jadi anakku."

Daniel langsung tancap gas, tidak peduli Chungha yang berteriak kesal di belakangnya.

Lelaki Kang itu melaju kencang, membelah dinginnya malam si Seoul. Ia melaju ke apartemen tua Seongwoo.

Ia mengumpat kesal begitu mendapati pintunya terkunci sedangkan ia tidak tahu kata sandi untuk membukanya.

"Err...," Daniel mengguman, ia mengingat sesuatu. Tanggal lahir Seongwoo. Dengan cekatan ia memasukkan nomer itu ke sandi.

Ting tong.

"Bodoh, itu mudah sekali," Daniel terkekeh dan masuk ke dalam apartemen Seongwoo.

Ruangan apartemen kecil Seongwoo gelap. Hanya ada lampu temaram di ruang tengah. "Seongwoo...?" Panggil Daniel pelan.

Ia berjalan ke sofa untuk mendapati Seongwoo tertidur dengan Woojin dipelukannya. Daniel tersenyum. Ia mendudukkan tubuhnya hati-hati di sebelah Seongwoo. Ia mengelus kepala Woojin pelan sebelum beralih ke Seongwoo.

Ditatapnya wajah pemuda manis dengan konstelasi di pipinya itu. Tangannya terulur, hendak mengelus pipi pemuda itu.

Woojin menggeliat sesaat. Seongwoo terbangun, merasa Woojin bergerak dan ia membuka matanya perlahan. Matanya bertemu dengan mata Daniel yang menatapnya.

Jantung Seongwoo berhenti sesaat. Antara kaget karena Daniel yang tiba-tiba ada atau karena mata Daniel yang menatapnya.

"K-kau sudah kembali?" Seongwoo berbisik, suaranya serak khas orang baru bangun tidur. "Aku ketiduran."

Daniel menggeleng. Ia menarik tangannya kembali yang tadinya hendak mengelus Seongwoo. "Tidak apa," ujar Daniel, "Aku akan membawa Woojin pulang."

Seongwoo menggeleng dan menahan tangan Daniel, "Kasihan kalau jagoanmu ini terbangun. Menginap saja. Aku bisa tidur di kamar Doyeon."

Dengan senyuman, Daniel mengangguk. Ia mengelus kepala Seongwoo, "Terima kasih."

"Bagaimana jalan-jalanmu dengan Chungha?" Tanya Seongwoo. Woojin masih terlelap di pelukannya. Sesekali Seongwoo mengelus punggung anak itu.

Daniel terkekeh sambil memainkan ponselnya, "Melelahkan. Perempuan terlalu banyak belanja," katanya, "Aku akan pesan makan malam. Kau tidak perlu memasak."

"Eung..."

Daniel mengalihkan atensinya pada Woojin yang membuka kelopaknya perlahan, "Hei jagoan!"

"Papa Nyil...," Lirihnya lembut, "Papa Nyil udah puyang?"

Seongwoo tersenyum mendengar suara kecil Woojin. Ia berdiri dan menimang-nimang Woojin. "Iya, Papa Nyil sudah pulang. Woojin tidur lagi, ya?"

"Iya, Papa Ong," jawab Woojin patuh sebelum membenamkan wajahnya ke leher Seongwoo lagi. "Teyima kacih Papa Ong..."

Seongwoo mengecup puncak kepala Woojin dengan sayang. Ditatapnya anak itu yang kini kembali mendengkur.

Sedangkan Daniel, alih-alih terkejut dengan panggilan baru Woojin ke Seongwoo, ia menatap Seongwoo. Tatapan teduh pemuda itu ke putranya ikut menghangatkan hatinya.

'Dia menatap Woojin seakan - akan anak itu miliknya.'

Bagaimana kalau Daniel memang membiarkan Seongwoo menganggap anak itu miliknya?

Ongniel ; Sweet CreaturesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang