9. Dia Kembali

4K 876 77
                                    

Seongwoo berjalan tak tentu arah. Pemuda berusia tujuh belas tahun itu menggandeng tangan adiknya yang masih berusia empat belas tahun. Berbekal ₩600.000 yang ia simpan juga ia ambil dari dompet ibunya, mereka berdua berusaha mencari tempat tinggal di Seoul. Sebuah Goshiwon*, lebih tepatnya.

"Kak," Panggil Doyeon pelan sambil menunjuk sebuah tulisan di gedung.

Disewakan! 
Goshiwon untuk dua orang!
₩  400.000/ Bulan!

Seongwoo merasa terselamatkan. Mereka berdua mendatangi rumah pemilik Goshiwon itu yang berada tepat di sebelah gedung. Mereka beruntung karena hampir seminggu mereka hidup tak menentu; hanya tidur di sauna dan makan ramyeon di minimarket.

Awalnya, pemilik Goshiwon tidak mau menyewakan kamar untuk dua orang anak yang bahkan belum legal. Namun, melihat luka di sekujur tubuh Seongwoo, pemilik yang merupakan seorang ibu tua itu merasa iba. Ia bahkan memberikan potongan; ₩300.000/Bulan.

Goshiwon yang mereka sewa sangat kecil. Sangat kecil. Ada meja belajar di depan kasur dan Seongwoo meminta izin untuk mengeluarkan meja itu pada pemilik karena ia merasa itu akan mempersempit ruang gerak. Sebagai gantinya, pemilik memberikan dua meja lipat kecil. 

Doyeon beruntung. Usianya cocok untuk masuk SMA. Sementara Seongwoo memilih untuk belajar sendiri demi masuk Universitas.

Hidup mereka di Goshiwon terasa sangat berat. Belum lagi Doyeon yang sering terbangun di malam hari karena Seongwoo yang mengigau. Igauan yang sama setiap malam; "Ibu, maaf. Seongwoo akan mendengarkan perkataan ibu. Tolong, ibu, jangan lagi!"

🍁🍁🍁

"Lucu sekali," gumam Daniel pelan di depan komputer milik perusahaan ayahnya itu. "Satu-satunya seseorang bermarga Ong yang berkaitan dengan Ong Seongwoo adalah....," jemarinya dengan lincah menari di atas keyboard, "....Richard Ong..."

Tuan Kang menatap layar komputer yang sedang digunakan putranya dengan bingung. "Ada apa sampai kau mencari Richard Ong seperti itu, heh?"

"Tidak, bukan apa-apa," Jawab Daniel buru-buru kemudian menutup search tab yang barusan digunakannya. Ia tersenyum menatap ayahnya. "Ah, aku akan makan siang dulu di luar sebelum menjemput Woojin. Ayah sudah makan siang?"

Yang ditanya hanya mengangguk dan kembali duduk di kursinya sambil menandatangani berkas yang sedang digenggamnya, "Ayah akan bertemu beberapa pemilik saham sebentar lagi, mungkin sembari makan siang. Kau pergilah."

Daniel hanya mengangguk kemudian melesat pergi ke sebuah restoran untuk membeli makanan. Ia memesan tiga porsi jjampong pedas. "Ah, take-away saja, tolong," katanya pada kasir. Ia tersenyum saat pesanannya datang dan membawa tiga bungkus jjampong yang masih panas itu ke mobilnya. 

Di mobil, pikirannya melesat jauh ke mana-mana. Richard Ong. Namanya familiar di telinga Daniel, sumpah. Di mana ia pernah mendengar nama itu? Salah satu kolega ayahnya? Atau salah satu klien ayahnya? 

Ia memutuskan untuk berhenti memikirkannya ketika ia sampai ke rumah kecil bercat kuning terang dengan ayunan, jungkat-jungkit, prosotan, box pasir, dan berbagai macam mainan lainnya di halamannya. Jarum pendek di arloji Daniel menunjukkan pukul dua siang; masih dua jam lagi hingga waktu penjemputan Woojin.

Dengan perlahan, Daniel membuka pintu masuk ke dalam rumah itu. Ia disambut oleh Doyeon di meja depan. "Hey, Doyeon."

"Oh, selamat siang, Tuan Kang," kata Doyeon sopan lalu menutup buku yang dari tadi dicorat-coretnya. Sepertinya buku pengeluaran Tumble Tots bulan ini, entahlah? "Penjemputan masih dua jam lagi."

Ongniel ; Sweet CreaturesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang