Bab 6.1

1.8K 247 5
                                    

Happy Reading ... 

********************************

Andai saja Marc tidak menyebut nama perempuan itu, Isabel tidak akan menyangka kalau wanita cantik tersebut adalah Allyson, adiknya. Tidak ada satupun kesamaan di antara mereka berdua. Sementara Marc memiliki mata sebiru Laut Karibia yang indah dan rambut pirang gelap dengan sedikit helai-helai keemasan, mata Allyson sewarna buah zaitun dengan rambut merah yang menyala-nyala seperti kobaran api. Isabel bertanya-tanya dalam hati, apakah warna merah tersebut asli atau hasil dari penata rambut.

Dengan gerakan canggung Allyson memeluk dan mengecup pipi kakak sulungnya karena pria itu tidak mau melepaskan pelukannya dari Isabel.

"Ally, kenalkan ini Isabel." Tangannya yang bebas melambai. "Sayang, ini adikku, Allyson."

Jika Allyson terkejut karena panggilan sayang yang diucapkan Marc, ia sama sekali tidak memperlihatkannya. Namun matanya sedikit membelalak ketika melihat cincin ibu mereka yang melingkar di jari manis Isabel sebelum menyunggingkan senyum. Dengan hangat ia menyambut Isabel, memeluk dan mencium kedua pipinya.

"Mucho gusto, encantada.—Senang bertemu denganmu. Karena terlalu gugup Isabel sampai tidak menyadari kalau dirinya berbicara dengan bahasa ibu. "Puedo llamarte Ally?—Boleh aku memanggilmu Ally?" tambahnya Isabel lagi tanpa bisa mengendalikan lidahnya sendiri.

Namun Ally sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Dengan tersenyum yakin ia menjawab. "Seguro, Isabel. Mucho gusto, encantada.—Tentu saja, Isabel. Senang bertemu denganmu."

Seolah menyadari, Isabel membelalak. Ia melepaskan diri dari pelukan Marc dan menghambur kepada Ally yang tertawa melihat reaksi Isabel. "Habla Español?—Do you speak Spanish?

"Si. Aku pernah tinggal beberapa tahun di Spanyol."

Isabel hendak membuka mulut ketika gerutuan Marc lebih dulu menyela. "Ok, kids, sekarang kalian boleh berbicara bahasa Inggris lagi." Marc menarik Isabel kembali ke dalam pelukannya seolah Isabel memang seharusnya berada di sana, sebagai periasai.

"Apakah dia memang selalu seperti ini kalau berada di posisi yang kalah?" tanya Isabel masih dengan bahasa Spanyol. Sengaja ingin membuat Marc cemberut lebih lagi.

"Dan kau, Señorita," Marc setengah berbisik di telinga Isabel, lalu mencuri kecupan ringan di leher yang terbuka. Membawa desiran halus merayap perlahan dari leher menuju pundak, lengan, lalu ke seluruh tubuh. Payudaranya mengencang, menggelitik dari balik bra renda yang ia kenakan. "Ketika bersamaku, kau dilarang berbicara bahasa Spanyol selain di ranjang."

"Dasar tidak tahu malu." Isabel melirik sebal dari balik pundak, kesal pada Marc juga reaksinya sendiri. Seandainya Ally tidak ada di dekat mereka, ia pasti sudah menginjak kaki pria itu keras-keras.

Ally memandang keduanya dengan tertarik. Marc yakin ketika di dalam adiknya pasti mencecarnya dengan banyak pertanyaan, yang sampai sekarang ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.

Deru pelan suara mobil membuat ketiganya menoleh. Jax, mengenakan kaca mata, turun dari mobil. "Apa kita sedang melakukan upacara? Mengapa kalian semua malah berdiri di luar?" Matanya berbinar ketika menangkap sosok Isabel. Bibirnya menampilkan senyum terbaik, melangkah lebih dekat pada Isabel. "Dan siapa wanita cantik ini?" 

Isabel menjabat tangan Jax dengan tersipu memperkenalkan diri. Dengan mata biru yang yang sama, ketampanan yang serupa, Jax adalah versi yang lebih muda dari Marc. Pembawaannya lebih santai dan menggoda jika dibandingkan dengan kakaknya yang lebih serius dan kaku. Namun ada sesuatu yang kelam di balik kilat matanya yang nakal. 

Mine In The MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang