Peluh membasahi dahinya.
Menuruni setiap lekuk wajahnya dan mulai bercampur dengan air mata yang tidak berhenti keluar dari mata sipitnya. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Dan laki-laki itu juga merasakannya sekarang. Menyesal dengan apa yang sudah ia perbuat.
"Mulai sekarang, papa sita mobil kamu!"
Mata sipitnya membulat. Menatap tajam ke arah sang ayah yang juga berbalik menatap tajam matanya. Napasnya naik turun. Menandakan bahwa pria paruh baya itu sedang dalam emosi yang memuncak.
"Kamu liat apa yang kamu perbuat? Kamu udah ngambil nyawa orang lain, Soon!"
Bentakan demi bentakan kini bisa ia dengar sekarang. Ia juga begitu menyesal dengan apa yang ia perbuat. Mengendarai mobil disaat umurnya belum legal dan tidak mempunyai surat izin untuk mengemudi. Ditambah ia menjalankan kendaraan tersebut dengan kecepatan di atas batas maksimum. Terlebih lagi, ia menghilangkan nyawa orang lain.
Tapi, ia tidak sepenuhnya bersalah.
Orang yang ditabraknya juga melanggar lalu lintas. Mereka mengalami kecelakaan yang cukup parah, namun laki-laki sipit itu selamat, tanpa cedera apapun. Namun, dua orang yang berada di mobil yang di depannya mengalami kondisi yang cukup parah hingga berada di dalam masa kritis dan akhirnya meninggal dunia.
Laki-laki sipit itu memejamkan matanya. Air matanya tidak berhenti begitu ayahnya kini menunjuk seorang anak perempuan yang sedang terduduk di kursi koridor rumah sakit.
"Kamu liat dia, Soon? Kamu liat?" Ayahnya masih menunjuk anak perempuan tersebut. "Dia adalah anak dari orang yang kamu tabrak. Dia yatim piatu. Tolong kamu garis bawahi, dia yatim piatu sekarang!"
Laki-laki sipit itu sudah berulang kali meyakinkan ayahnya bahwa ini tidak sepenuhnya kesalahannya. Namun, pria paruh baya itu terus menerus menyalahkan anaknya.
"Oke, papa percaya kamu nggak bersalah sepenuhnya. Tapi, papa khawatir sama kondisi anak perempuan itu."
Dia tahu, apa yang harus diperbuat. Laki-laki sipit itu segera bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri gadis kecil itu yang tengah terduduk bersama neneknya.
Berlutut menyelaraskan tinggi badannya, kemudian memeluknya erat. Yang kemudian mendapatkan tatapan bingung dari kedua orang di depannya.
"Maaf, tapi kakak janji, akan kembaliin kebahagiaan kamu suatu hari nanti."
-Ciao Soonyoung-
Soonyoung sontak terbangun dari tidurnya.
Dia bisa merasakan keringat yang membanjir di seluruh tubuhnya. Menarik napasnya perlahan sambil melirik jam di atas nakas. Demamnya sudah turun. Dan dia mulai merasakan tubuhnya mulai membaik.
Senin pagi yang buruk untuknya. Dia mengingat-ingat ucapan Yuri semalam sehingga kini terbawa mimpi. Mimpi buruknya sepuluh tahun yang lalu.
Soonyoung bahkan bisa mengingat kekhawatiran Yuri perihal masalah kemarin. Tentang Soonyoung yang mulai menyukai pekerja rumahnya itu dan masalah yang akan dihadapinya jika tetap bersikeras untuk mendekati Hanna.
"Cepat atau lambat, aku bakal jelasin semuanya, kak. Tapi, aku nggak akan pernah ngelepasin Hanna. Aku udah terikat janji sama dia sepuluh tahun yang lalu."
-Ciao Soonyoung-
"Kamu ajak Soonkyung nanti. Kita makan malam di luar." Soonyoung merapihkan jas hitamnya. Mematut dirinya di depan cermin kamarnya sementara mulutnya masih mengucapkan banyak hal karena Hanna kini sibuk merapihkan kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ciao Soonyoung [✔]
أدب الهواة[ 2nd Ciao Seventeen Series ] Kwon Soonyoung, duda beranak satu berusia 29 tahun, yang bekerja sebagai seorang pemimpin perusahaan di suatu perusahaan terkenal di Seoul. Hari-harinya hanya dihabiskan bersama putri tercinta, Kwon Soonkyung. Hingga ak...