04

1.1K 92 2
                                    

Dengan senyum yang merekah, Kaka melangkah masuk kelas, menghampiri Dante yang posisinya sedang membelakangi meja karena berbicara dengan Aidil dan Ahmad yang bangkunya tepat berada di belakang bangku miliknya dan Dante.

Sambil mendaratkan bokongnya pelan-pelan di kursi, Kaka menepuk pundak Dante membuat empunya terlonjat kaget dan reflek menoleh, bahkan Ahmad dan Aidil pun ikut menoleh.

"Anjir! Lo ngagetin gue." Umpat Dante memegang dadanya.

Kaka terkikik. "Lo aja yang kelewat serius. Ngomongin apaan sih?" Tanyanya penasaran menatap Aidil dan Ahmad meminta penjelasan.

"Tadi Bu Ija ngasih tugas makalah perkelompok gitu. Terus kita berempat, Lo, Gue, Dante, sama Aidil sekelompok. Tapi gue masih kurang ngerti masalah surat menyurat. Nah, tadi kita rencananya mau ngikut aja di makalah ceweknya, entar tinggal dikasi uang aja, cewek kan rata-rata pintar soal gini-ginian," jelas Ahmad panjang lebar.

Mendengar kata uang membuat Kaka sedikit sensitif. "Nanti gue yang kerjain, uang kalian kasi gue aja, kalian tinggal terima beres." Sambarnya tiba-tiba.

"Emang lo bisa?" Tanya Dante sedikit tak percaya.

"Wahh ... lo ngeremehin gue? gini-gini gue pinter, walaupun pinternya cuman standar." Ucapnya lagi berusaha percaya diri, walaupun dalam hati ia juga sebenarnya tak mengerti. Tapi tidak masalah, mengerti tidak mengerti itu urusan belakangan yang terpenting, jika dia yang mengerjakan makalahnya ia tidak perlu mengeluarkan uang miliknya sepeserpun.

"Yaudah lo aja yang ngerjain, ini duitnya terus ini materinya." Ahmad menyerahkan uang beserta buku tugasnya pada Kaka. "Jangan lupa Minggu depan udah harus di kumpul."

"Sipplah..!!" Kaka mengangguk sambil menerima pemberian Ahmad.

***

Jam istirahat sedang berlangsung. Kaka dan Dante duduk di kursi taman samping kelasnya sambil mengamati lapangan upacara yang telah disulap menjadi lapangan takraw.

Semua kelas sepuluh dari berbagai jurusan memang terletak di lantai satu termasuk kelas mereka berdua yang langsung berhadapan dengan lapangan upacara, yang biasa di sulap menjadi lapangan untuk pelajaran olahraga sepak takraw dan Volly.

Sambil menyedot minuman dingin yang ada di genggamannya, Kaka memfokuskan pandangannya kearah lapangan tempat siswa-siswa bermain takraw. Tapi bukan karena ia menyukai olahraga takraw makanya ia fokus, bukan! Ia fokus karena melihat siapa yang sedang bermain.

Karena masih merasa tak percaya, akhirnya Kaka menoleh memanggil Dante agar duduk disampingnya.

"Dan, sini deh! Itu Ama bukan sih?"

Dante memasukkan telefon genggam nya ke saku celana, lalu menghampiri Kaka. "Apaan sih?" Tanyanya duduk di samping Kaka.

"Itu Ama kan?" Tunjuk Kaka ke arah lapangan takraw.

Dante memicingkan mata, memfokuskan pandangannya ke arah yang di tunjukkan Kaka. Lima detik berselang Dante akhirnya mengangguk. "Iya itu Ama!" Jedanya sebentar. "Wah ... ternyata dia jago main sepak takraw?" Tanyanya entah pada siapa.

Kaka ikut mengangguk, dengan pandangan masih mengarah pada Ama yang kini sedang memainkan bola takraw di kepalanya. "Ternyata dia tomboy juga, padahal dandanan nya cewek banget."

"Iya. Cantik juga!" Kaka menoleh menatap Dante curiga.

"Lo suka yah sama Ama?" Tuding Kaka menatap Dante intens.

"Apaan sih lo ...! Ya nggak lah." Dante mengusap wajah Kaka kasar lalu mendorongnya. "Ngatain orang cantik bukan berarti naksir kan? Lagian gue udah punya pacar asal lo tau! ya kali gue selingkuh," Jelasnya kembali menatap Ama yang sepertinya sedang beristirahat di pinggir lapangan.

BROKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang