06

810 73 4
                                    

Seperti hari-hari biasanya, setelah resmi berpacaran, Kaka dan Ama selalu pulang bersama, walaupun hanya naik angkutan umum tapi itu sudah membuat Ama bahagia, asalkan dengan Kaka bahkan mungkin ia rela naik delman sekalipun. Klasik memang tapi se-sederhana itulah sebuah cinta anak SMA seperti mereka berdua.

Dengan posisi berhadapan diatas angkot, Ama tak henti-hentinya menatap Kaka yang menyender di jendela dengan mata terpejam. Ingatan nya tiba-tiba berputar kembali kemomen dimana ia pertama kali bertemu dengan cowok berhidung mancung yang ada di hadapannya ini. Bisa-bisanya ia jatuh hati dalam kurung waktu singkat awal perkenalan nya. Padahal jika ia boleh jujur, awal perjumpaan nya dengan Kaka, sebenarnya ia justru tertarik dengan Dante yang waktu itu memberikan kesan tersendiri untuknya saat menghampiri dirinya dan Kaka dibawah pohon Ketapang. Tapi setelah mencari tau dan mengetahui bahwa Dante ternyata sudah memiliki pacar ia mengurungkan niatnya untuk lebih dekat dengan cowok bermata minimalis itu, baginya mencintai orang yang sudah mencintai orang lain itu adalah hal yang salah, dan ia tidak ingin menanggung resiko jika suatu saat nanti rasa yang ia miliki tak terbalaskan, jadi sebelum hal itu terjadi lebih baik ia mundur sebelum perasaannya berubah.

Dan inilah pilihannya sekarang, mencintai orang yang mencintainya, orang yang dengan mudahnya mengubah perasaan nya, mengalihkan perhatian nya dan akhirnya berhasil memikat hatinya.

Dengan posisi yang masih sama, Ama memandangi Kaka yang mengeliat. Dalam hati Ama berharap semoga hubungannya bahagia terus dengan cowok yang ada di hadapannya ini.

"Kamu ngapain liatin aku kayak gitu?" Ama tersentak kaget dan refleks memukul wajah Kaka saat menyadari wajahnya dan wajah Kaka hanya berjarak beberapa senti. Lamunan nya sirna sudah.

"Aduh ..." sambil menegakkan badan, Kaka mengusap hidungnya yang menjadi sasaran utama pukulan refleksi Ama.

"Sorry ... Aku nggak sengaja," ucap Ama merasa bersalah, sambil meraba wajah Kaka.

Semua yang ada didalam angkutan umum serentak berbalik menatap mereka berdua dengan tatapan yang sulit di artikan. Beruntung semua yang ada didalam angkutan umum tersebut adalah anak sekolahan seperti mereka berdua, jika ibu-ibu pasti mereka sudah kena ceramah karena terlalu ribut.

Mereka berdua kembali pada posisi duduknya lalu tersenyum mengangguk, tanda permintaan maaf nya pada semua yang ada didalam angkutan umum.

"Ngelamunin apaan sih? Mesum yah?" Todong Kaka berbisik.

"Apaan sih, nggak!"

"Berarti ngelamunin aku!" Tebaknya asal.

"Itu sih mau kamu," ucap Ama tak urung tertawa melihat Kaka tertawa karena ucapannya. "Fokus ke depan, entar gang rumahnya kelewatan," lanjutnya.

"Aku maunya fokus sama kamu doang, gimana dong?" Rayu Kaka lagi.

"Serius Kaka, ihh ..." Ama merasa gemas sendiri, melihat tingkah cowok yang berstatus sebagai pacarnya ini, yang menurutnya rada upnormal, tapi tak urung ia pun merasa senang diperlakukan seperti itu. Cinta memang sesimpel itu.

"Kiri Pak," tanpa sempat membalas ucapan Ama, Kaka memberhentikan angkot yang di tumpangi nya lalu turun sebelum berbalik membayar ongkos. "Bentar Pak," ucapnya pada supir angkot lalu beralih memanggil Ama agar mendekat ke arah pintu. Setelah itu menarik sebelah kaki gadis tersebut lalu berucap, "hati-hati di jalan sayang." Pipi Ama seketika memerah seperti kepiting rebus pertanda ia sedang tersipu malu sekarang. Untuk pertama kalinya selama berstatus pacaran dengan Kaka, ini kali pertama Kaka memanggilnya sayang, dan ternyata efek kalimat sayang di telinganya sedahsyat ini.

BROKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang