"APA?! Kak Deva nungguin lo dijemput?!" Teriak Risa, tangannya membanting meja
Aku menceritakan semua kejadian kemarin kepada mereka. Benar dugaanku, Risa pasti terkejut mendengarnya. Jelas jika Risa terkejut, mengingat bahwa Risa sangat mengagumi Kak Deva.
"Biasa aja, Ris cuma kebetulan itu mah" Sani menjawab dengan santai
"You're so lucky, baby. Kenapa lo sia sia-in? Gue bener bener setuju kalo lo sama Kak Deva. Tapi lebih setuju lagi kalo gue yang sama Kak Deva" Risa memegang pipiku
"Gue ga ada apa apa sama dia" Aku menggosok gosok pipiku yang sudah terlepas dari cengkaman tangan Risa.
"Sebenernya yaa...." Baru saja Sani akan berbicara, tiba tiba seorang laki laki berdiri di depan pintu kelas, celingak celinguk seperti sedang mencari seseorang.
Risa nampak histeris dan tak bisa berkata kata. Aku yang pura pura tidak melihatnya. Kak Deva, sosok yang berdiri di depan pintu itu melambaikan tangannya ke arah kami seperti memanggil salah satu dari kami.
"Kak Deva manggil gue?" Risa makin histeris dan mencengkam pipiku lagi
"Bukaan, dia manggil gue" Sani berdiri dan berjalan keluar kelas
"Oh.. Bukan ya, oke" Risa melepaskan cengkamannya dan berpura pura tidak tau siapa yang datang
"Tiga kali lo cengkem pipi gue lagi gue cengkem mulut lo!" Marahku pada Risa
Sani kembali ke tempat duduk "Shya, dipanggil Kak Deva"
"Mau ngapain? Kalo dia minta temenin makan mie ayam bilang gue lagi diet" Aku memasukkan makaroni ke dalam mulutku
"Ga tau deh, mending kesana dulu dia nunggu" Sani mengambil bungkus makaroni dari tanganku
"Nggak, males" Aku mengambil bungkus makaroni dari tangan Sani
"Ashyaaa Putri" Teriak Kak Deva dari luar
Aku sontak kaget dan segera bersembunyi di bawah meja
"Buruan keluarrr" Teriak Kak Deva lagi
"Dih, nyebut namanya kurang na" Terpaksa aku keluar
"Ada apa, Kak?" aku berdiri di depan pintu
"Lo pulang bareng siapa hari ini?" Kak Deva mendekatiku
"Dijemput Ayah" Jawabku
"Bareng Kakak aja, Kakak tunggu di parkiran"
"Hah? Ayah tapi udah di sms-in"
"Ya udah, sms ulang bilang pulang bareng Kakak. Dah sampai ketemu" Berjalan meninggalkanku
"Gila tuh orang" Kataku pelan melihat dia pergi
Baru saja ingin masuk, aku melihat Sani dan Risa sudah berdiri di belakang pintu, seperti orang mengintip
"Eh, ngapain? Ngintip, yaa?!" Teriaku mengagetkan mereka
"Hah? Gak kok gaak, kita lagi liatin debu nempel banyak banget disini" Risa mencoba berbohong
"Ga usah bohong"
"Ketauan, deh hehe" Senyum manis Sani
"Ga perlu gue ceritain lagi, kan?" aku berjalan ke tempat duduk diikuti Sani dan Risa
"Tapi kok bisa dia ngajak lo pulang bareng?" Risa berbicara seperti dunia hanya miliknya
"Eh, Ris, diem nanti pada heboh" Sani mencoba menegur Risa
Risa menutup mulut dan melihat siswa di kelas yang sepertinya tidak memperhatikannya. Risa lega melihat itu.
"Sekarang gue harus cari alasan buat Ayah ga jemput gue" Sambungku
"Bilang aja, temen lo nawari tebengan" Risa asal dalam berbicara
"Ya ga bisa gitu, lah. Masa Ashya lebih mentingin temennya dibanding Ayahnya" Sani menjawab
"Mau gimana lagi? Jujur aja, kalo lo sama Kak Deva ga ada apa apa ngapain harus takut"
Kali ini Risa benar. Jika tidak ada apa apa terhadap aku dan Kak Deva mengapa aku harus mencari alasan ke Ayah
.
.
Bel sekolah berbunyi, pelajaran berakhir, semua siswa diperbolehkan pulang. Sebelum aku, Risa dan, Sani keluar kelas, sosok laki laki berdiri di depan pintu memperhatikanku, jelas aku kaget melihatnya, Kak Deva yang katanya menungguku di tempar parkir ternyata sudah berada di depan pintu. Segera aku menghampirinya."Katanya di tempat parkir?" Aku berdiri di depannya
"Gue ga yakin aja lo bakal mau pulang bareng gue" Katanya
"Ya iyalah gue ga mau, lo maksa, mending gue sama bokap gue, ga apa apa deh nunggu lama" Teriakku namun hanya dalam hati
"Ya udah, buruan, gue ngajak lo pulang bukan ngajak ngelamun" Kak Deva berjalan kecil
"Ris, San, gue duluan, ya" Aku berteriak lalu berlari mengikuti Kak Deva
"Hati hati" Teriak Risa
Kak Deva mengantarku pulang ke rumah. Tak ada satu pun yang istimewa. Aku bingung mengapa Risa sebegitu kagumnya pada orang aneh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah
Casuale"Aku percaya, perpisahan ini akan membawa kita pada pertemuan selanjutnya"