Misi : Rasi akan menyatakan cinta.
Target : teman baiknya sedari kecil, teman sedih dan senangnya, teman yang mereka bilang "match made in heaven."
(OR NOT)
Cerita ini fiksi. Kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian adalah tidak disengaja.
All the...
Lokasi gathering adalah sebuah cottage yang sudah dipesan khusus. Puluhan rumah kecil berjajar menghadap pantai dengan pasir putih sebagai batasnya. Nyiur menjulang melambai-lambai searah angin, dengan selingan debur ombak sebagai suara latar.
Semua orang yang baru turun langsung mengecek nama mereka yang sudah diatur oleh panitia gathering. Setelah menemukan nama, mereka bukan langsung istirahat, melainkan bermain di pantai. Terlebih bagi keluarga yang membawa anak mereka. Bagusnya, CEO mengijinkan setiap karyawan membawa tiga anggota keluarga ikut serta. Melihat itu, tentu tak ada yang akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk melepas stress.
Namun, tak semuanya merasakan kesenangan setelah penat duduk di bus. Adalah Rasi yang merasa kepalanya pusing dan dia ingin tidur. Dipa berada di sebelahnya, membawa tas milik keduanya menuju kamar Rasi. Mereka tentu saja berada di kamar terpisah.
"Masuk," suara seseorang memerintah saat Dipa mengetuk pintu.
"Hai," sapa Rasi malas saat menemukan seorang wanita sudah berada di dalam cottage kecil ini.
"Hai," balasnya. "Kamu kenapa?" tanyanya melihat Rasi yang kacau. "Dipa?"
"Oh thank God!" ujar Dipa saat dia mengenali rekan kerjanya itu. "Dia mabuk," kata Dipa. "Kalian cuma berdua, Sa?"
"Iya, dapet yang agak kecil juga. Nggak papa itu cewek kamu?"
"Ras, ini Salsa,"
Rasi duduk di pinggir ranjang, lalu tersenyum. "Hai, Salsa, maaf." kata Rasi. "Tapi, aku mau istirahat, nggak papa, kan?"
"Ya ampun, biasa aja kali. Eh, kamu mau di sini, Dip? Biar nanti aku nebeng sama Kiara."
"Nggak usah," potong Rasi. "Aku nggak papa,"
"Oke," kata Dipa. "Aku di sini dulu."
Salsa mengangguk, lalu berdiri. Dia mengambil ponsel yang terhubung dengan charger sebelum pamit keluar.
"Dipa, aku nggak papa. Lagian kita berdua-" dia bingung mau melanjutkan.
"Ras, aku paham mau kamu, dan apa yang ada di pikiran kamu. Kecuali kamu baik-baik saja, aku akan ninggalin kamu di sini. Kamu sakit."
"I swear, I am fine."
"Kamu istirahat aja, aku beresin barang kamu. Nanti kalau beneran sudah enakan, aku keluar."
Baru selesai Dipa berbicara, ponsel Rasi berdering. Sigap, Dipa mengambilnya, dan dengan suara protes dari Rasi dia menerima panggilan itu.
"Hei, Bil," dia menunjuk Rasi untuk diam. "Iya, aku masih sama Rasi. Dia lagi tidur. Aku yang nungguin, it'sokay." Dipa membuka tas Rasi dan memeriksa barangnya. Dia mengambil sebuah training dan meletakkannya di dekat Rasi. "She isfine, thank you." dia menjauhkan ponsel dari telinga dan memutus sambungan.
"Dip, aku nggak suka ya kamu bertingkah berlebihan kayak gini."
"Tukar aja baju kamu dulu. Kamu keringetan pas muntah tadi, kan?"
Rasi merebut ponselnya dan melihat Dipa tajam. "Kamu bisa keluar."
"Rasi," panggilnya lemah. "Tukar baju kamu dengan baju ini supaya lebih nyaman. Setelah itu istirahat,"
"Kamu ngatur aku?" Rasi tertawa mengejek.
"Aku nggak ngatur kamu." dia mengacak rambutnya. "Aku cuma mau kamu nyaman dan baik-baik saja. Kemungkinan kamu sakit itu besar, Ras. Perut kamu masih kosong dan kita berada dekat dengan pantai. Kamu bisa masuk angin beneran dan sakit. Aku nggak mau ngatur siapa-siapa."
"Ya sudah, kamu keluar aja," kata Rasi. "Nggak usah perhatian berlebihan. Aku sudah makan cokelat tadi." Rasi berdiri, mengambil pakaian dan masuk ke kamar mandi.
Dipa duduk di sofa, mengusap wajahnya kasar. Dia membuang pandangan ke luar. Dia mengenali orang-orang yang berada di pinggir pantai dan berlarian. Mas Tanto bahkan sudah berenang di tepi pantai. Dia mendesah pelan, lalu mengeluarkan ponsel, mengeceknya lamat-lamat.
"Belum pergi?" suara Rasi membuat Dipa cepat memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku.
Dipa tersenyum tipis melihat Rasi yang sudah berganti pakaian rumah. Kaos oblong dan training. "You lookcute on that," ujarnya.
"Sudah, aku mau istirahat. Pergi sana, aku nggak akan mati sendirian di sini." katanya duduk di ranjang. "Aku nggak bisa tidur kalau kamu jagain."
Dipa bangkit dan berjalan ke dekat Rasi. Dia mengeluarkan cokelat sisa yang dimakan Rasi di bus tadi dan meletakkannya di meja samping tempat tidur.
"Aku harus mastiin kamu baik-baik saja. Waktu kita pergi dari rumah kamu, kamu di sini, dan saat nanti kamu pulang." dia menahan geraman suaranya.
Rasi mendengus, "Stop being nice. Iwon't buy that!" tegas Rasi. "Aku baik-baik saja. Aku bisa jaga diri. Ini hanya pusing biasa."
"Rasi," dia berujar lemah, tangannya mengambil tangan Rasi- meski ditarik Rasi cepat. Dipa tersenyum. "Kalau kamu mau tahu, aku pengen banget teriak sekarang. Ini bukan masalah kamu bisa jaga diri atau enggak. Tapi ini masalah etika. Aku membawa kamu sehat walafiat dari rumah dan ibu nggak mungkin terima kalau kamu pulang dalam keadaan sakit."
"Ibu nggak akan apa-apa," kata Rasi.
"Apa kamu tau rasanya bertanggung jawab untuk orang lain?"
Kamu kalau marah, gimana sih?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Please stay hygiene, hydrate, and stay at home. Be safe guys. Love you