Misi : Rasi akan menyatakan cinta.
Target : teman baiknya sedari kecil, teman sedih dan senangnya, teman yang mereka bilang "match made in heaven."
(OR NOT)
Cerita ini fiksi. Kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian adalah tidak disengaja.
All the...
Rasi mengabaikan ponselnya yang masih terus berdering dari tadi. Itu nada untuk panggilan dari Arbil, dan dia memang tak punya niat untuk bicara pada lelaki itu. Dia berguling di atas ranjangnya, menutupi wajahnya yang terkena bias matahari pagi. Dia punya banyak waktu sampai jam sepuluh, jam masuk kerjanya hari ini.
Dia bangun seraya memerhatikan jendela kamarnya yang masih tertutup. Gordennya bergerak pelan ditiup angin, bersamaan dengan bias matahari yang menerobos masuk. Sudah dua hari setelah pernikahan Kak Bia. Dia berhasil menutup akses dengan Arbil. Namun, dia tak baik-baik saja. Menjauhi Arbil, malah membuat semuanya jadi lebih susah. Kenapa? Karena dia terbiasa dengan Arbil.
Mencintai Arbil itu tak mudah. Dia pria yang suka menunjukkan rasa perhatiannya pada orang lain. Jadi, sulit mengetahui apakah dia perhatian dalam artian lebih, atau hanya sekedar peduli. Tapi, bagi Rasi tak ada yang pernah sepeduli ini padanya. Mereka besar bersama, sekolah bersama, lulus dan melanjutkan pendidikan bersama.
Mencintai Arbil jadi mudah bagi Rasi karena kebiasaan. Karena waktu yang mereka habiskan bersama. Karena kebahagiaan dan kesedihan yang mereka bagi berdua. Tak ada yang meragukan kalau suatu hari nanti mereka akan bersama. Lalu, kemudian jadi sulit bagi Rasi. Saat Arbil punya pacar untuk pertama kalinya di bangku SMA. Saat Rasi sadar dia juga menginginkan Arbil sebagai lelakinya. Tapi, dia tak bisa melakukannya. Terlalu klise. Terlalu terbaca kemana arahnya. Mereka akan berjauhan. Tak boleh ada cinta di antaran keduanya.
Tapi, oh demi Tuhan, siapa yang bisa menghentikan aliran darah yang berdesir saat dia berdekatan dengan Arbil, saat Arbil mengelus kepalanya-meski kemudian dia menoyor jidat Rasi. Siapa yang bisa menghentikan deru jantungnya yang deras saat Arbil memeluknya saat dia dapat promosi di kantornya? Siapa yang bisa menahan rasa sayang yang berubah jadi cinta lantaran semua kebiasaan yang mereka bagi berdua. Rasi tidak bisa menahan dirinya. Dia mana mungkin membohongi dirinya.
Tangannya mengambil ponsel yang berdering lagi. Nama dan foto Arbil muncul di layar. Rasi tersenyum kecut memerhatikan foto Arbil. Foto yang diambilnya empat tahun lalu, saat Arbil masuk kerja pertama kali. Dia masih begitu cupu di mata Rasi, dan sialnya dia sudah jatuh hati pada Arbil saat itu. Lama, namun belum kedaluarsa. Deringan itu berhenti.
"Bodoh!" keluh Rasi pelan. Dia lalu bangun dan menarik gorden jendela.
Matahari sudah tinggi saat dia membuka jendelanya. Bisa dia dengar suara anak-anak yang bernyanyi dari PAUD yang tak begitu jauh dari rumahnya. Dia bersandar pada bingkai jendela, menarik nafas panjang berulang kali. Deringan itu terdengar lagi. Jengah, Rasi lalu menerima panggilan Arbil.
Rasi menekan tombol, namun tak menyapa Arbil.
"Hei, baru bangun?" tanya Arbil. "Masuk jam berapa kamu hari ini?"
"Mau apa?" tanya Rasi.
"Kayak ada yang hilang aja ternyata, Ras, nggak dengar kabar dari kamu sudah dua harian ini." dia tertawa. "Ntar malem aku ke rumah kamu ya,"
"Nggak usah, nggak enak sama Shena. Ntar dia cemburu lagi."
"Shena tahu kita sahabat sehidup semati kok, Ras. Santai aja, kamu kenapa sensi banget? Aku kangen gini, kamu malah marah-marah. Beneran baru bangun. Eh, Ras-"
"Bil," potong Rasi cepat. "Sekalipun Shena tahu kita temenan, aku jamin dia nggak suka kamu masih dekat sama aku."
"Oh, kayak Dipa nggak senang aku dekat sama kamu?"
"Kenapa jadi Dipa?"
"Kamu belum cerita sama aku soal Dipa."
"Memangnya kamu cerita sama aku soal Shena? Arbil-"
"Makanya kita perlu ngobrol, Rasi. Ada banyak hal yang kita lewatkan semenjak aku sibuk bantuin Kak Bia. Ras, aku kangen kamu, beneran deh."
"Aku ada kelas sampe malem."
"Ras, kamu nggak ada kelas malam hari Rabu,"
Rasi mendesah. Arbil kan tahu jadwalnya.
"Ntar malem ya, eh sial!" Arbil mengumpat. "Sudah dulu, aku mesti ketemu bos, bye."
Mengusap wajahnya kasar, Rasi mengerang. Dia lalu menarik kursi dari meja baca dan duduk di sana. Tangannya menarik sebuah buku kecil yang sengaja dia selipkan di antara koleksi bukunya. Dibukanya lembar demi lembar berisi tulisan galaunya. Lalu, ada nama Arbil yang dia lingkari dengan tinta merah. Kemudian, sebuah kalimat sesudah nama Arbil, yang juga ditulis dengan tinta merah. Ini tulisannya kemarin malam.
'Alasan kenapa Arbil nggak bisa kamu lupakan!'
Lalu, Rasi mengambil pena, menuliskan nomor satu lalu membuat pernyataan.
'Karena melupakan Arbil bikin hati sakit banget.'
To forget is to hurt yourself
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.