Tujuh

25.9K 3.1K 363
                                    

Ain't nobody hurt you like I hurt you. But ain't nobody need you like I do.
(Happier – Ed Sheeran)
•••


SANDRIA
Aku baru pulang dari tempat bimbel jam tujuh malam bersama Rita dan Mira. Rita sudah duluan dijemput oleh ayahnya di depan gerbang kompleks. Jadi sekarang tinggal aku dan Mira yang berjalan kaki melewati jalanan kompleks setelah mampir di sebuah ruko makanan cepat saji. Mama bilang tadi nggak sempat masak dan aku disuruh beli makanan di luar untuk makan malam.

“Rita bilang, Aldeo makin nyebelin ya di kelas?” tanya Mira. Selain Rita, aku punya satu lagi guardian angel, Mira, yang sudah kuceritakan sebelumnya bahwa sekarang kami nggak sekelas lagi karena dia harus berada di kelas XI MIA 1.

Aku menggeleng. “Biasa aja,” jawabku. “Lagian gue juga nggak pernah ngobrol sama dia kalau nggak penting-penting banget.”

“Dia lagi PDKT sama Elvina, kan? Dan dengan bangganya dia nunjukin itu di depan lo.” Mira kelihatan kesal.

Aku terkekeh sebentar. “Dia nggak pernah nunjukin apa pun di depan gue, Ra.” Iya, memang nggak pernah. Malah Aldeo kelihatan hati-hati banget kalau mau dekat-dekat sama Elvina. “Mungkin karena kita satu kelas aja, jadi gue tanpa nyari tahu bisa tahu sendiri apa yang dia lakuin di kelas.”

“Rita juga bilang kalau malam ini mereka mau jalan bareng.”

“Ya ampun, Ra. Itu Kia yang bilang, Aldeo nggak pernah pamer apa pun tentang hubungannya sama Vina.” Aku menggigit bibir. “Lagian, mau pamer atau nggak, itu bukan urusan gue lagi kan. Bukan hak gue juga untuk ikut campur.”

“Bilang sama gue kalau dia macem-macem.” Mira mengepalkan tangannya. “Gue gebok lihat aja.” Kelakuannya nggak beda jauh sama Sasti, senang ngedamprat orang kalau hidupnya terusik.

“Siap, Bos!” Aku melakukan gerakan seperti sedang menghormat bendera. Dan kami tertawa. Kami telah sampai di persimpangan jalan. Mira harus belok ke kiri menuju rumahnya, sementara aku tetap berjalan lurus.

Sekitar dua puluh meter lagi aku akan sampai di rumah. Langkahku terayun pelan, sambil menjinjing kantung plastik berisi makanan yang tadi kubeli. Dari kejauhan, aku melihat sebuah mobil hitam terparkir di depan pagar rumah. Semakin dekat, aku melihat pintu rumah terbuka.Sepertinya ada tamu di rumah, dan Mama belum berangkat kerja jam segini?

“Lo itu pelacur! Gue tahu kalau lo pelacur!” Suara teriakan seorang wanita terdengar dari dalam rumah, membuatku tanpa sadar berlari dan melewati pintu pagar yang terbuka.

Aku melihat seorang wanita paruh baya sedang menjambak rambut Mama, sementara Mama nggak melawan, Mama hanya sedang berusaha melepaskan tangan wanita itu dari rambutnya.

“Pemandu Karaoke kayak lo itu bisa dibeli!” bentak wanita itu lagi.

Kantung plastik yang kujinjing sudah jatuh di teras depan, dan aku segera menarik wanita asing itu untuk menjauh dari Mama. “Lepas!” ujarku seraya menarik tangannya agar terlepas dari rambut Mama.

“Pergi lo!” Wanita itu mendorongku dengan kencang sampai aku tersungkur ke lantai. “Gue nggak ada urusan sama lo!” bentaknya.

Aku berdiri, menahan belikat yang sakit karena terbentur lantai tadi. “Urusan Mama adalah urusan aku juga!” Aku berteriak dan menghampiri wanita itu lagi.

“Yaya! Udah, Ya! Kamu masuk ke kamar!” Mama menarik tanganku, namun wanita asing itu kembali menyerang Mama, menampar Mama.

“Ingat, ya! Kalau sampai ketahuan suami gue ngehubungi lo lagi, lihat aja!” ancamnya dengan mata melotot dan tangannya menarik tangan Mama. “Gue bakar tempat kerja lo itu!” Tangannya kembali menjambak rambut Mama.

Satu Kelas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang