Dua

45.7K 3.1K 430
                                    

I don't like the way he's looking at you. I'm starting to think you want him too. Am I crazy, have I lost ya?
(Jealous - Nick Jonas)
•••

ALDEO
"Jadi, untuk perekrutan anggota baru, di tahun ajaran baru nanti kita harus punya cara lebih menarik dari sekadar bagi-bagi brosur." Davin mulai memimpin rapat. Kami duduk melingkar di lapangan futsal yang letaknya ada di ujung bangunan sekolah. Kadang merasa terdiskriminasi, ketika melihat lapangan basket yang berada di tengah bangunan sekolah, bikin mereka gampang banget tebar pesona sama cewek-cewek kalau lagi bertanding atau sekadar iseng latihan.

"Sebenarnya dengan cara bagi-bagi brosur aja anggota baru banyak yang daftar, Vin. Hanya mereka nggak tahan aja lama-lama di tim futsal." Contohnya tim kita ini, gabungan dari semua angkatan aja jumlahnya cuma dua belas orang. Kalau latihan dan bikin dua grup itu udah ngepas banget dengan dua cadangan agar bisa main ganti-gantian dan kalau ada beberapa yang nggak masuk, pincang aja udah. Belum lagi, tiga orang yang merupakan kaka kelas paling senior sudah lulus. Sisa sembilan orang sekarang.

Davin mengangguk-angguk. "Bener, sih. Masalahnya memang ada di situ." Dia meraup dagu. "Kenapa, ya?"

"Mungkin karena kita nggak pernah bisa jadi sorotan," sahut Ojan miris dan membuat semua anggota rapat menoleh ke arahnya. "Bandingin aja kalau lagi classmeeting, deh. Ketika Basket dan Futsal tanding dalam satu waktu, lebih pada milih nonton mana?" ujarnya sambil menyapukan pandangan.

Kalau dulu sih Sandria tetap setia untuk nontonin gue di pinggir lapangan futsal, bawa dua sahabatnya, Mira dan Rita, bergabung sama penonton lain yang jarang-jarang jumlahnya banyak. Eh, setelah gue putus berarti penonton futsal berkurang tiga, dong?

"Karena lapangan Basket strategis. Orang yang nggak sengaja lewat aja bisa nonton," sahut Riki.

"Itu bukan alasan," sanggah gue. "Kalau memang hobi, harusnya nggak usah jadi masalah."

"Iya, sih." Riki mengangkat bahu.

Semua mengangguk-angguk. Termasuk Sonson yang lagi duduk di samping gue sambil main Mobile Legends, yang bukan tim futsal tapi sok-sokan ikut rapat.

"Semua perbaikan harus ada di diri kita. Jangan nyalahin pihak luar." Davin bicara lagi. "Mungkin kita harus lebih serius lagi bikin proposal latihan buat diajuin di rapat Proker OSIS nanti. Dan jadwal latihan kita yang nggak menentu itu juga harus diperbaiki. Ke depannya kita atur sedemikian rupa supaya waktu latihan tetap konsisten."

"Susah, kan. Kadang tahu sendiri waktu latihan kita keganggu sama anggota drum band, mereka pakai lapangan dengan alasan mepet karena harus latihan untuk ikutan festival." Ari terdengar mengeluh.

"Itu PR untuk kapten selanjutnya." Davin menatap semua anggota. "Omong-omong kapan nih kita milih kapten baru?" tanyanya. Karena dia sudah kelas XII dan harus fokus pada persiapan UN, jadi harusnya sudah mulai nggak aktif untuk kepengurusan ekstrakurikuler.

Gue mengangkat bahu. "Terserah."

"Tunjuk langsung aja sama lo, Vin." Ojan memberi saran. "Tunjuk 2 orang untuk jadi calon dan kita ambil suara lewat voting."

"Oke." Davin mengangguk. "Gue pilih Aldeo dan Ari."

Gue mengerutkan kening. "Eh, ngapa gue, dah?"

Seolah nggak mau mendengar protes gue barusan, Davin langsung bicara lagi. "Yang pilih Aldeo angkat tangan."

Dengan serempak, delapan orang anggota dan Sonson-yang seharusnya nggak ikut campur-mengangkat tangan. Cuma gue yang masih melongo dan nggak bergerak.

Satu Kelas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang