Lima

27.6K 2.8K 559
                                    

I watch your eyes and I'm in little. Why can't you look at me like that.
(I Wish – One Direction)
•••

ELVINA
Aku menghampiri Aldeo yang masih memasukkan buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Bel pulang sudah berbunyi. Aku berjanji akan menontonnya latihan futsal, dan kebetulan hari ini juga jadwal latihan dance. Jadi nanti di sela-sela waktu latihan aku akan menonton Aldeo yang lagi lari-lari di lapangan.

“Ayo. ” ajakku.

Aldeo menoleh. “Iya, ayo. Bentar, ya.” Dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. “Tapi hari ini kita nggak akan langsung mulai latihan.”

“Iya, mau ngediskusiin masalah desain brosur, kan?” tebakku. Dia kan sudah bilang itu tadi pagi.

Kami berjalan keluar dari rongga antar bangku, dan Ojan menjentikkan jari saat melihat kami berjalan berdampingan. “Yin dan Yang sudah bekerja, Bung,” ujarnya pada Aldeo yang nggak aku mengerti maksudnya.

Aldeo hanya mendorong pundak Ojan, dan Ojan pun cengengesan sambil lari keluar kelas. “Jangan didengerin,” ucap Aldeo padaku.

Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum. Lihat mereka itu lucu. Saling ejek setiap hari tapi tetap sama-sama. Dulu, awal masuk SMA,  aku sempat dekat dengan Aldeo dan tahu banget tentangnya. Tapi karena kami yang sama-sama sibuk, bikin komunikasi terputus dan tahu-tahu Aldeo sudah jadian sama Sandria.

Kalau ditanya perasaanku bagaimana saat itu, jelas aku kesal. Sama diri sendiri. Aku mengabaikan Aldeo kelamaan sampai Aldeo suka sama cewek lain. Aku suka sama Aldeo? Iya, jawabannya iya, mungkin saja aku masih suka sampai sekarang.

Kami berjalan melewati pintu kelas, Aldeo menarik lenganku saat Erwin menyerobot karena buru-buru keluar kelas.

“Erwin! Piket!” Dari dalam Sandria berteriak.

“Ya, plis. Sekali ini aja gue izin. Udah ditunggu anak PRAMUKA.” Erwin bicara pada Sandria sambil berjalan mundur.

Aku dan Aldeo sekarang berada di luar kelas, di antara teriakan Sandria dan Erwin.

“Dito sama Ruslan kan lagi ngebimbing MPLS sampe sore! Nggak ada cowok yang piket buat angkatin bangku!” Rita nggak kalah sewot.

“Aduh. Gue nggak bisa, sekali ini aja gue izin.” Setelah teriak begitu, Erwin lari.

“Erwin!”

Aku kaget karena yang tadi tiba-tiba berteriak adalah Aldeo. Aldeo kelihatan kesal melihat Erwin yang terus berlari tanpa menghiraukan seruannya tadi.

Rita keluar kelas sambil membawa sapu. “Gue aduin Bu Linda tahu rasa lo!” Ancamnya sambil melotot ke arah Erwin yang sekarang sudah semakin jauh.

Aku dan Aldeo berjalan menjauhi kelas. Melewati koridor kelas IIS. Beberapa kali aku melihat Aldeo menoleh ke belakang dengan wajah bimbang. Lalu beberapa langkah kemudian, “Vin.” Dia menghentikan langkahnya. “Lo duluan, ya. Gue ke kelas bentar.” Dia berlari, kembali ke arah kelas tanpa menunggu jawabanku. “Nanti kita ketemu di lapang futsal,” ujarnya sambil melangkah mundur, setelah itu kembali berlari.

Aku diam. Namun beberapa saat kemudian, entah mengapa kakiku bergerak sendiri. Berjalan ke arah kelas mengikuti Aldeo. Mungkin saja aku penasaran apa yang akan Aldeo lakukan. Kalau ada barangnya yang ketinggalan di kelas,  dia kan bisa menyuruh aku untuk menunggu, aku nggak harus pergi duluan.

Satu Kelas [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang