Irisan duka menghabisi nyawa
kenangan diduga dimakan rasa
terbuang semua, percuma.Anyir usia meracuni lantangnya adzan
mengelabui mesranya cambukan
mengamini derasnya kucuran tangis,
atas nama yang ilahiIlahi kah yang menanti?
Katarsis insan bodoh dalam raga hamba?
Dia menanti anggukan mesra hamba
di depan tatapan dinda
diiringi gombalan orkestra
"Nyawaku aku percayakan kepadamu!" Ujar dinda.
Hamba hanya membisu,
menerawang yang akan datang
layakkah pundak ini jadi pelipur?
Siapkah tawa ini jadi penghibur?
Sediakah telinga ini mendengar?
Melanturkah aku?Demikian,
kemana waktu mengajakku,
hamba siap sedia!
Asalkan ada tetesan suka di setiap duka
ada tetesan nira di setiap tubaDemikianlah,
setetes nira mengobati nelangsa
sejenak menipu jiwa-jiwa hampa fana
menggiring hamba ke alam suka.
Tanpa tahu,
ada sembilu tertawa berupa waktu
menanti sayatan mesra ke leher hamba.Tapi tak apa. Setetes nira, mengobati siksaan tuba.