Pahit getir telah engkau rasa, dua kali bahkan!
Pertama mencekam. Kedua maha dashyat!
Nadir telah engkau jalani, penuh tusuk-tusukkan,
menggoyah iman cintamu.
Engkau yang terluka, dikhianati bujang,
cintamu digantung di tiang bambu,
sembari disayat-sayat sembilu,
diguyur air garam dan cuka.
Mengucurlah darah, dan air mata.Inginmu sederhana bukan?
Cukup dicintai sebagaimana engkau dicintai seperti dahulu.
Kala pelukan masih hangat-hangat tulus
dan jiwa rindu-rindu cinta.
Namun hidup menamparmu senang.
Bujang membisiki manis ke telinga lain,
membelai rambut hitam lain,
bermain cinta dengan yang lain.Bujang senang dengan ludah-ludah cintanya,
dan engkau kini, ambruk dalam duka,
ditinggal mati kekasih yang dulu pernah ada.
Terbakar hebat,
cerita manis cintamu pun sudah diambil penjajah.
Engkau pun jatuh dalam lubang tak berdasar.
Namun masih ada lilin di tengah kelam,
lilin-lilin cinta berupa kawan!
Terang pun menyertaimu, membimbing jalanmu
hingga engkau siap melihat fajar nanti.Kawanmu menghadirkan tenang,
senyuman aman, dalam lautan duka.
Biarkan saja si bujang bermain-main cinta,
bermain-main tuhan.
Kami, kawanmu,
hanya berharap agar bujang hidup dalam ketenangan pula
bersama dia, yang membunuh cintamu,
sambil menanti panggilan Tuhan yang takkan kunjung datang.Lantas engkau?
Engkau kan hidup dalam terang,
tenang, aman, dan damai
dalam naungan cinta-cinta ibumu, kawanmu, saudaramu,
Tuhanmu.