Dalam muka syatar manakah aku dapat mengejar namamu?
Dalam doa yang terperi, dalam nadir yang lahir, atau di wajah asa yang lingsir?Kalau namamu dikata nafas, jelas raga mati membiru.
Kalau namamu dikata sabda, jelas aku pasti tidak tersesat pilu.Dalam dialektika penuh koma,
aku larut dalam kebiadaban picisan renjana.
Dan ternyata, namamu ada!Namamu selalu tertera
Dalam doa yang terperi,
dalam nadir yang lahir,
dan di wajah asa yang lingsir.Toh walau ada,
kamu sudah tengadah
pada doa yang memanggil namamu terlebih dahulu.Lantas aku?
Aku cukup hidup
dalam kemunafikan asa,
dalam sayat-sayat sama.