05

568 62 1
                                    

Jihoon menarik Eunha yang tengah menangis. Melihat Jihoon Eunha merasa semakin ingin menangis.

Jihoon melepas pengangan tanganya menatap Eunha dalam-dalam. Menghapus air matanya dan tak ada penolakan dari Eunha. Hati Eunha merasa hangat, ia masih memiliki luka yang belum juga terobati. Walau bagaimanapun pikiran dan sensoriknya sedang tidak selaras. Eunha ingin memukuli Jihoon. Tapi jika keadaanya sudah seperti ini dia tak dapat melakukan apapun.

"Wae, Eunha?" Tanya Jihoon.

Eunha tak menggubris pertanyaannya. Dan segera pergi meninggalkan Jihoon. Namun, Jihoon mencegahnya.

"Eunha lo mau ampe kapan begini?. Lo kenapa sih?" Tanya Jihoon sekali lagi.

Eunha tetap enggan memandang wajah Jihoon. Kali ini Jihoon memegang dagu Eunha dan menengokkanya kearah wajah Jihoon. Eunha mendorong Jihoon.

"Sebenernya apa mau lo?!. Kenapa lo ganggu gue?, please jangan ganggu gue. Gue muak! Lo pikir gue gak liat lo waktu itu?!. Hati gue sakit hoon.. Lo punya kepekaan gak sih?! Lo punya hati gak sih? " jawab Eunha yang tak tahan lagi atas perlakuan Jihoon.

Jihoon membelalakan matanya. Terkejut, tentunya. Air matanya ikut terjatuh saat Eunha telah pergi dari hadapanya. Ia marah pada dirinya sendiri.

"Gue gak pernah ngelakuin itu"- Jihoon.

.

.

.

Daniel melihat Eunha langsung merangkulnya dan membawa Eunha keberbagai permainan.

Begitu dengan Jaehwan yang selalu berebut Eunha tuk bermain bersamanya. Sedangkan Woojin dan Guanlin mereka bermaim sendiri.

Ketika Eunha sedang sendiri
tiba-tiba Daehwi langsung merangkulnya.

"Cie kagak main neh?" Tanyanya.

"Ih apaan sih lo" ucap Eunha melepaskan rangkulan tangan Daehwi.

"Biarin sih" Daehwi menatap wajah Eunha dalam kemudian tersenyum. "Tenang. Gue bakal terus disini sampai apa yang lo rasain bakal ilang" ucapnya.

"Ah udah kuy main onoh yuk" ajak Daehwi langsung menarik Eunha ke suatu wahana.

Wahana kincir angin yang mana dapat melihat Seoul dari atas. Daehwi sengaja meminta petugas tuk memberhentikan kincir angin itu tepat saat mereka berada diatas.

"Loh..loh kok berhenti? Lah gimana dong ini? Mati lampu ya? Kok lagi diatas banget sih? Duh gimana dong? Abang-abangnya kemana nih?" Pertanyaan Eunha bertubi-tubi.

"Ya udah sih sante aja, coba lo liat tuh kebawah" perintah Daehwi.

"Gue takut tinggi bego"-Eunha

Daehwi memindahkan dirinya kesamping Eunha dan ia memaksa tuk membuka mata Eunha. Mata Eunha berbinar, pemandangan kota yang indah dan menara kota pun terlihat sangat cantik. Eunha menarik bibirnya.

"Bagus kan? Lonya sih. Makanya jadi orang jangan berpikiran sempit dulu. Lo inget ini ya, lo gak bakal selamanya dalem keadaan lo sekarang. Hati lo bakal sakit kalo lo gak berusaha nyembuhinya sendiri. Kalo malem pasti lebih bagus.." ucap Daehwi.

Eunha menatap Daehwi dalam. Matanya berkaca dan tersenyum kearah Daehwi.

"Lo gak sendiri sekarang"- Daehwi.

"Apaan sih?. Ni kapan turunya woy.."

Tiba-tiba kincir anginya menurun tentunya semakin menurun dan selama itu Daehwi dan Eunha saling melihat.

101 Days With You ><Lee Daehwi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang