Pahit Dan Manis

3.7K 145 3
                                    

Gelap, disini rasanya gelap. Bahkan aku sudah membuka mataku namun masih gelap. Sayup-sayup kudengar suara suamiku. Dia menggenggam tanganku erat. Perlahan aku membuka mataku,  berkedip beberapa kali. Dan melihat sekeliling ruangan putih, beraroma obat. Dimana aku? Terakhir aku dikantin dan oh aku mencium bau tidak sedap. Aku muntah,  apa jangan-jangan aku hamil?

"sayang, kamu udah sadar?" Gio mengelus rambutku pelan.

"aku dimana ini? " tanyaku memastikan.

" kamu di rumah sakit. Tadi kamu pingsan sebelum aku jemput" jelas Gio.

"lalu apa kata dokter ? " tanyaku. Berharap Gio menjawab aku hamil.

" kamu telat makan ya? Terus tensi rendah banget" jelasnya membuat raut wajahku kecewa.

"yah kirain masuk angin" jawabku malas. Ternyata belum rezeki. Allah belum mempercayaiku untuk hamil.

"Ma,  jangan sakit ya. Nico gak mau mama sakit" Nico mencium pipiku. Lihat betapa manisnya dia dengan seragam TK di tubuhnya itu. Tak perlu lama,  kuraih tubuh Nico kupeluknya erat.

Hari ini mungkin Allah belum memberikan rezeki untukku. Namun aku tak akan gentar untuk tetap berdoa.

Aku teringat akan judul, besok aku harus mengumpulkan judul. Dan bagaimana ini, tubuhku lunglai. Untuk berdiri saja butuh tenaga yang kuat. Apalagi berfikir tentang judul.

"sayang,  tadi penelitianku ditolak. Lalu aku disuruh buat lagi judulnya. Aku bingung deadline nya besok" curhatku pada Gio.

"sudahlah gak usah terlalu dipikirkan.  Yang penting sekarang kesehatanmu" ah iya benar saja aku lagi sakit, bukan hamil. Padahal aku sudah telat 2 minggu. Baru 2 minggu sih,  mungkin minggu depan aku menstruasi.

Kata dokter aku tidak perlu opname, hanya butuh istirahat saja dirumah. Jadi kuputuskan langsung pulang. Buat apa disini,  bau obat aku tidak suka. Gio membantuku berjalan ke basement.  Menuntunku pelan,dan terkadang memapahku.

Gio melajukan mobil menuju rumah kami dengan pelan. Tidak seperti biasanya yang mirip syuting fast and furious.

"gio berhenti" pintaku. Entah mengapa aku ingin sekali makan cilok.

"kenapa? " tanyanya heran.

" beliin cilok itu, aku pengen banget. Gausah pakai kecap ya pake saus dan sambal " pintaku. Gio terlihat heran dengan permintaanku. Wajahnya seakan bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan diriku.

" gak ada apa-apa Gio,  udahlah beliin. Lagi pengen banget. Kalau gak dibeliin,  aku gak mau makan seminggu" ancamku. Ntah itu sebuah ancaman atau kenyataan nantinya, memang sekarang aku ingin membeli cilok itu. Rasanya aku ingin membeli semua.

Gio terlihat membeli dengan bapak-bapak tua penjual cilok itu. Dan nampaknya sedikit berbincang. Lalu ia kembali membawa 1 kresek berisi beberapa bungkus plastik cilok.

"banyak banget Gio. Marebu juga udah cukuplah" cecarku saat melihat Gio membawa beberapa bungkus cilok.

"kasian bapaknya tadi. Lagian tinggal dikit kok yaudah aku beli aja semua. Cuman Rp. 20.000 itung-itung ngamal" balasnya.

"ngamal sih ngamal,  tapi siapa yang ngehabisin segini banyaknya Gio" tanyaku heran.

"ya kamu lah" jawabnya enteng. Emang si Gio ini kayanya punya niatan supaya aku gendut deh. Melihat cilok segitu banyaknya membuat nafsu makanku turun seketika. Bagaimana bisa aku menghabiskannya.

"enak aja,  enggak. Kamu mau tubuhku kaya gajah hamil? "

" itu malah lebih bagus. Jadi gak ada yang naksir lagi" jawabannya santai banget kaya di pantai.

Motherfucker (young mother)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang