Sama Saja

9.5K 427 12
                                    

"Terimakasih" ucapnya tidak iklas. Hei apa dia buta? Aku menanggung dosa banyak karena membohongi semua orang. Dan ini menyangkut perasaan, menyangkut hati,  menyangkut arghhh sudahlah ini terlalu rumit untuk dijelaskan apalagi untuk di luruskan.

"Hmm.." aku hanya bergumam. Sebelumnya dia menyeretku paksa kesini, dengan alasan membahas kedepannya. Memang kedepannya kita mau apa?  Hah mau nikah? Gak mungkin lah mau di taruh dimana mukaku?  Terus ya mau diapakan cita-citaku bersekolah di Hubungan Internasional.

"Maafkan aku yang menyeretmu kedalam masalah ini. Padahal kau tidak mengenalku" tidak mengenalku? Bukankah seharusnya kata itu diganti dengan kita tidak saling kenal?. Ya kecuali dia mengenalku. Memangnya dia kenal? Ahh otakku terlalu pusing memikirkan semuanya. Sudah cukup aku bingung menghadapi UNAS,  ditambah kebohongan ini.

"Mau dikatakan apalagi, kita sudah terlanjur membohongi semua orang. Dan aku berharap anda segera menyelesaikan masalah ini"

"Tentu aku akan menyelesaikannya, tapi bukan sekarang. Tunggu saja sampai waktu yang tepat" memang semua akan indah pada waktunya, tapi kapan waktu itu? Menunggu bang toyib yang gak pulang-pulang itu kembali ke istrinya? Menunggu kurs dolar Rp.5000? Mustahil,  ya semustahil masalah ini bisa terselesaikan.

Kami bisa saja memberitahu mama (mama gio) kalau kami hanya berpura-pura. Tapi itu tidak mungkin,  aku mengurungkan niatku semenjak aku tahu mama punya serangan jantung. Gio yang menceritakan tadi, saat aku ingin menyampaikan ideku tadi.

"Soal mama, tolong jangan katakan kalau kau mengetahui penyakitnya. Mama tidak mau dikasihani. Dan aku mohon jangan berbicara formal kepadaku. Supaya kita terlihat dekat"

"Okelah gue setuju" Gio melirikku tajam

"Apalagi salah gue?  Salah mulu deh perasaan." Tanyaku lagi dengan nada ketus.

"Kenapa logat bicara kamu gitu?"
Apakah dia pikun? Dia menyuruhku!

"Lo pikun atau amnesia?  Belum ada 5 menit yang lalu loe yang nyuruh gue pake formal" aku mencibir

"Setidaknya pakailah aku-kamu. Jangan seperti abg"

"Salah sendiri memilihku yang masih Abg labil" jawabku acuh.

"Apa aku harus membuatmu menjadi dewasa, dengan cara membuatmu menjadi ibu rumah tanggah dulu" wajahnya mendekat dan menyeringai.

Plak.. aku melayangkan tanganku ke wajahnya yang menyeringai itu.

"Mesum!!!" Teriakku dan meninggalkannya yang terkikik geli

***

Aku membuka lemari es mengambil air mineral dingin, mungkin sedikit membantu untuk melegakakan hatiku. Air mineral itu tandas dalam sekali tegukan.

"Bisa kamu jelaskan ?" Tanya kak Sha melipat kedua tangannya didepan dada.

"Apa sih kak yang perlu di jelaskan ?"

"Kamu gila hah? Dia itu lebih tua dari kamu hampir 8tahun. Dan dia itu duda anak satu ! " lebih gila lagi ini adalah permainan dan aku menyetujuinya.

"Terus apa masalahnya kak kalau dia du-da?" Aku menekankan kata duda. Apa yang salah dengan duda? Duda juga manusia. Lebih baik duda asli daripada perjaka rasa duda.

"Masa depan kamu masih panjang dek"

"Emangnya kakak pikir aku mau nikah apa?" Ya tuhan kenapa ini semakin jauh.

"Dia itu pria dewasa dek,  bukan cowok labil lagi. Kemana akan perginya hubungan pria dewasa itu pasti ke jenjang pernikahan. Kau tau kan fikiran pria dewasa? Jangan-jangan kalian sudah.." Kak sha menggantungkan pertanyaannya dan memicingkan matanya tajam.

Motherfucker (young mother)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang