Bag. 2: Mimpi (1)

37 5 1
                                    

Author's Note: Aloha~ Saatnya kembali ke petualangan Arka mengejar sesuatu. Eh. Haha. Blurb/sinopsis dah author ganti supaya lebih terkesan supernatural. So, tak perlu berekspektasi untuk mengejar pelaku di sini, ya. Eheheh.

Prev Chap: Setelah kecelakaan, kematian Arka dipalsukan sementara dia membantu adiknya, Anthony, dalam mengurus perusahaan. Ketika Arka meminta Anthony menyelidiki kecelakaannya dulu, Anthony tidak berhasil memenuhi permintaan Arka dan Arka sempat memukulnya. Insiden ini memancing kemarahan sang ayah untuk menghukum Arka habis-habisan. Setelah pingsan, Arka malah masuk ke tubuh seorang gadis.

******

Oke. Yang paling aneh dari mimpi ini, adalah aku, memasak ... selain fakta bahwa gadis ini tahu tentang Arka Suryadana. Tanganku yang jauh lebih mungil dari seharusnya, menekan bawang putih dengan pisau sampai benyek, lalu memotongnya kecil-kecil di atas papan kayu. Rupanya begitu cara iris bawang. Aku baru tahu.

"Besok jangan masuk kuliah dulu. Oke?"

Suara gadis tadi. Dia berada di belakangku, entah sedang apa. Tubuhku hanya menjawab asal dengan suara yang feminin. Berada di dalam mimpi sesadar ini benar-benar membingungkan, terutama karena aku mulai merasa kalau semuanya nyata. Bau bawang putih yang ditumis mengharumkan ruangan. Derap langkah orang yang menuruni tangga spiral di sebelahku, juga obrolan mereka bisa terdengar. Kami sekarang berada di dapur sebuah tempat kos. Sempat kuamati kamar-kamar yang berjejer. Aku tak pernah ke area ... sederhana. Setidaknya tidak sekumuh dan sejorok pinggiran kali, sih, tapi lupakan semua itu, for God sake!

Ini mimpi, 'kan?

Aku pernah dengar soal Lucid Dream, di mana si pemimpi sadar kalau dia sedang bermimpi, bahkan bisa mengendalikannya. Lagi pula, gadis yang tahu soal kecelakaan Arka Suryadana? Orang bilang, hasrat dan emosi bisa memancing mimpi tertentu. Ini pasti begitu.

"Kau pria yang tadi, ya?"

Hmm? Ini suara perempuan yang keluar dari tubuhku. Dia bicara dengan siapa?

"Kau sekarang sedang berada dalam pikiranku. Aku ... Maaf, aku cuma belum terlalu bisa mengendalikan kekuatan ini."

Kekuatan ini?

Dia meracau sesaat, menyangkal dan menyetujui apa yang ingin dijelaskannya, barangkali supaya lebih mudah dimengerti. "Pernah dengar telepati?"

Oke. Pekerjaanku lebih terkait realita daripada dunia ... supernatural seperti itu, jadi aku akan pura-pura tak mendengar.

"Sudah kuduga kau tak akan percaya."

Aku mau bangun. Anthony!

"Anthony?"

Ups.

Tunggu dulu. Memangnya kenapa kalau kubeberkan soal Anthony kepada orang ini? Toh, mereka cuma mimpi.

"Kak?"

Ah! Itu dia suara Anthony. Uh ... Badanku sakit.

"Tentu saja! Setelah kejadian tadi!" gadis itu kembali bicara.

Kejadian tadi itu maksudnya ... soal ... Ayah?

Ah! Kenapa aku baru ingat sekarang?! Waktu itu ada suara yang memanggil dan itu ... itu suara gadis ini! Kalau begitu—

"Belle!"

Perempuan berambut hitam tadi memutar tubuhku—tubuh Belle—membuatku kembali menatapnya. Alisnya menukik tajam, tapi sorot matanya seperti sedang menelisik, menyelidiki sesuatu.

"Ada seseorang di dalam kepalamu. Siapa itu?"

Jangan tanya aku! Kalian aneh dan ini semua aneh! Anthony?! Aku ingin bangun! Cepat keluarkan aku dari mimpi ini!

Chasing The DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang