"Caranya?" Kugerakkan tangan kanan yang terborgol. "Kau punya kunci?"
"Akan kucari." Dia segera beranjak membuka pintu.
Namun, tiba-tiba saja aku ingat sesuatu. Kuhentikan Anthony tepat sebelum dia keluar. "IPad. Aku ingin mengecek sesuatu."
Anthony mengambilkan tablet dari meja di belakang kursi. Meja itu sudah dirapikan kembali di tengah ruangan setelah tadi sempat tergeser saat perkelahian. "Ada yang ingin Kakak cari?" tanya Anthony, membuyarkan ingatan soal hukuman Ayah yang seharusnya tak perlu kupikirkan. Anthony mengambil gelas kosong dari tanganku, sementara aku dapat tablet.
Kasus pembunuhan yang baru saja terjadi di sebuah rumah kos adalah petunjuk satu-satunya, tapi sepengetahuanku, berita paling cepat akan muncul satu hari setelah kejadian. Pembuat artikelnya sendiri pastilah butuh waktu untuk menulis. Ini bukan kejadian skala besar seperti gempa atau bom yang menghebohkan satu kota. Sesuai dugaan, pencarian di situs-situs berita tidak membuahkan hasil.
Bagaimana dengan berita televisi?
"Bisa kaunyalakan TV-nya?" pintaku.
Seolah ragu, Anthony agak lambat menjalankan suruhanku. Setelah dinyalakan, aku kembali memintanya untuk pindah ke saluran yang menyiarkan berita. Sementara indera pendengaran kufokuskan ke sana, aku kembali memperhatikan tablet dan membuka media sosial.
Twitter. Orang-orang biasanya lebih cepat berkomentar di sana.
Dengan beberapa kata kunci seperti pembunuhan, orang mati, tempat kos, atau semacamnya, aku mencari.
Benar dugaanku.
"Menemukan sesuatu? Kakak tampak senang."
"Oh." Aku menyuruh Anthony untuk mematikan televisi lagi karena sudah tak perlu, lalu menunjukkan post yang kutemukan. "Ada orang mati di tempat kos. Belum sampai tiga puluh menit yang lalu."
Anthony mengernyitkan alis tampak tak mengerti. "Lalu?"
"Aku tadi bermimpi tentang seorang gadis, Thony. Suaranya ...." Ya, suara Belle mirip dengan yang waktu itu—dua tahun lalu—menolongku keluar dari mobil. Masih terlalu cepat untuk berasumsi? Aku terlalu cepat berharap?
"Kak?"
"Dengar. Ini mungkin sulit dipercaya, tapi dalam mimpi tadi, aku melihat pembunuhan terjadi di sekitar gadis ini, di tempat kosnya. Dan lihatlah." Aku menunjukkan komentar-komentar tanggapan dari post yang memastikan tempat kos terjadinya kasus. "Slipi. Mereka ada di sana."
"Mereka?" Kerutan di wajah Anthony tiba-tiba menghilang. "Oh, tidak, tidak. Jangan bilang kalau ini soal itu lagi."
Aku langsung paham maksudnya. "Tentu saja, Anthony. Ini semua selalu soal itu."
"Berdasarkan mimpi?"
"Aku tidak memintamu percaya karena aku sendiri juga masih bingung. Aku hanya ingin minta bantuanmu untuk mengecek."
Dia tak langsung menjawab. Mungkin, Anthony sadar kalau hanya mengecek saja tidak akan merugikan. Malah, kalau aku salah, dia mungkin bisa meyakinkanku bahwa ini semua hanya delusi, pikiran yang tak nyata. Tak masalah. Selama dia membantu, apa pun anggapannya, aku tak peduli.
"Oke," akhirnya Anthony menjawab, "tapi aku akan mencarinya bersama Kakak. Sudah kubilang, aku akan mengeluarkan Kakak dari sini."
Jawaban itu sedikit di luar dugaan. "Aku mungkin belum bisa jalan jauh."
"Aku tahu Kakak. Meskipun sakit, Kakak selalu bisa memaksakan diri demi satu tujuan."
"Dengar, Anthony. Aku tidak bisa begitu saja keluar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing The Dead
Misteri / ThrillerWARNING: R18 for violence INI SAMA SEKALI BUKAN MISTERI, WALAUPUN MUNGKIN ADA YANG BERPIKIRAN BEGITU ATAU CERITANYA MASIH MENGANDUNG LOGIKA, TAPI STOP BACA PAKAI LOGIKA DAN STOP BERUSAHA PECAHIN PELAKUNYA SIAPA, KARENA SEKALIPUN HASILNYA BERLOGIKA...