Vomments are needed. Heheh
"Wah Chimchim sudah pacaran aja, yaa!"
Aku hanya tersenyum canggung mendengar perkataan Hoseok.
Aku teringat kejadian tadi. Hoseok alias tetangga Jimin yang telah membuat janji bermain PlayStation dengan Jimin (tetapi pacarku itu lupa, sehingga Hoseok menjemputnya.) tidak sabaran dan segera menyentak pintu rumah, apalagi ketika dari kamarnya Jung Hoseok melihat mobil Jimin memasuki rumah itu.
"Chimchim?" Tanyaku setelah menyadari kejanggalan dari bagaimana Hoseok memanggilnya. Panggilan itu terdengar manis, apalagi Hoseok yang memiliki bawaan ceria itu yang memanggilnya. Ya meskipun reaksi Jimin terlihat biasa saja.
"Jangan bertanya" ucap Jimin mengancam, dan aku hanya memutar bola mataku dihadapannya (aku lihat Jimin memasang wajah sedikit marah ketika aku melakukannya).
By the way, kami bertiga sekarang duduk di ruang televisi sambil memakan cemilan keripik pisang coklat."Seharusnya sebentar lagi tante datang" ucap Hoseok, yang ditambah dengan backsound deruan mesin mobil memasuki rumah.
Tanpa sengaja aku langsung menjatuhkan tatapanku kepada Jimin. Dia juga melihatku, tetapi langsung menoleh kearah pintu yang langsung tersentak.
"Jimiiiiin sayaang, kau sudah ma--eh Hoseok disini? Jimin mana?"
Saat itu aku hanya melihat Hoseok yang keringat dingin, dan wanita yang membelakangiku. Aku dan Jimin sudah berada di belakang sofa yang jauh dari pintu. Jimin langsung menarikku untuk bersembunyi.
"Tadi tante gak liat Jimin beli obat nyamuk ya pas di jalan??" Tanya Hoseok sambil melirik kekanan dan kekiri. Dari sampingku aku dapat merasakan aura kesal dari Jimin. Mungkin dia merasa malu sekali karena dibilang beli obat nyamuk.
Untung saja ibu Jimin terima apa yang dikatakan Hoseok karena setelahnya ia langsung mengangguk-angguk.
"Tante mau mandi dulu ya. Kamu main sama Jimin jangan kemalaman" ucap ibu Jimin lalu menaiki tangga.
Satu helaian napas keluar dariku dan Jimin, membuatku segera menoleh kearah Jimin.
Jimin ternyata tengah menatapku.
Aku baru sadar jarak kami sedekat ini. Pantas saja helaian napasnya terdengar sekali di telingaku.
"Makeup-mu selama ini seberapa tebal? Sampai bisa menutupi kantung matamu yang punya kantung mata lagi. Oh, ada jerawat juga" ucap Jimin setelah memperhatikan mukamu yang tanpa makeup.
eHHH?
Duk!
"Aww" ringisku. Gerakan cepat yang kulakukan agar menjauh dari pandangan Jimin berhasil membuatku mendapat ciuman dari punggung sofa.
Perlahan aku mengusap dahiku yang kurasa akan menimbulkan benjolan.
"Aku belajar, tau!" Ucapku lalu memukul pundaknya agar ia menjauh dariku. Dan berhasil.
Namun Jimin mendekatkan wajahnya lagi, membuatku meneguk ludahku.
"Belajar, tapi masih bodoh. Aku tebak kau hanya streaming drama atau membaca novel"
Dengan tatapan elang aku melihat Jimin yang baru saja menoyor kepalaku. Namun ia membalasnya lebih tajam, hingga aku menoleh kesamping. Tidak mau menatap matanya.
Bisa rusak jantungku.
"Ayo" ajak Jimin setelah mamanya tak keluar-keluar dari kamarnya. Mungkin sih, sudah tidur karena capek bekerja. Aku segera mengangguk dan keluar dari tempat persembunyian.
"Mainnya besok aja" ucap Jimin pada Hoseok yang sedang duduk manis melihat kami berdua.
"Pegang janjimu! Jam 8 malam ya!" Ucap Hoseok lalu berjalan melewati pintu.
"Eh, Hoseok!" Panggil Jimin tiba-tiba. Hoseok yang sudah memegang kenop pintu menoleh.
"Pinjam motor" ucapnya lalu menunjuk-nunjukku dengan jari jempolnya.
"Iya. Yaudah" ucap Hoseok malas. Ia segera berlari kerumahnya dan menyerahkan kunci motornya.
Sekarang kunci itu sudah berada sepenuhnya ditangan Jimin. Kamipun berjalan ke gerbang dan Jimin segera menaiki motor hitam milik Hoseok.
"Mobil Eomma udah dimasukin, jadi naik motor" ucap Jimin lalu memberiku sebuah helm.
Aku mengangguk saja.
"Jam berapa?" Tanyanya ketika aku sedang menaiki motornya. Setelah duduk dengan nyaman, aku segera melirik jam tanganku.
"Setengah sebelas" jawabku, terdengar kaget dengan waktu yang cepat berlalu.
Jimin segera menghidupkan mesinnya dan menjalankan motornya dengan kecepatan sedang hingga memasuki jalan raya. Ia sedikit mempercepat motornya dan menyelip beberapa motor sehingga aku refleks memeluknya.
Hangat.
Iya, hingga aku meletakkan kepalaku menyentuh punggungnya yang sedikit lebih besar dariku.
"Sampai kapan kau mau memelukku?"
Iya, hingga aku baru sadar kalau kami sudah sampai didepan rumahku.
"Eh? Kenapa kau mengantarku sampai rumah? Nanti ketahuan Eomma bisa mati aku" jawabku.
"Wanita yang pakai daster pink itu Eomma-mu?" Tanyanya sambil melihat kearah depan pintu rumahku.
Aku ikut melihat kearah depan pintuku.
Yang dikatakan Jimin benar. Ada wanita yang memakai daster pink, semua rambutnya sedang di rol dan ia sedang menyilangkan lengannya didepan dada sambil mengetukkan kaki kanannya kelantai beberapa kali.
Aku benar-benar akan mati.
*******
KOK ANEH GITU YA WKWK
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Lines of Park Jimin (On hold)
Hayran Kurguperubahan besar Jimin memang tidak terduga. tapi sebenarnya ia tidak benar-benar berubah. siapa yang tidak benar-benar berubah? Jimin? bukan.