03.

180 29 2
                                    

Rasanya kesal melihat sikapnya tadi dan segera melangkah. Namun karena high heels yang kupakai, aku hampir saja terjerembab kalau seorang cowok yang daritadi menelepon disampingku sambil menyandarkan diri ke dinding tidak menangkapku.

"Hati-hati, noona" ucapnya.

Sensasi aneh menjalar ketika cowok asing ini menyentuh pergelangan tanganku. Tangannya dingin.

Kutatap muka cowok itu, yang segera memasukkan ponselnya ke saku ripped jeans yang ia kenakan.

Refleks aku berdiri tegak, meski hampir terjatuh lagi karena sentakan yang kubuat.

"Terimakasih.." ucapku lalu membungkuk sedikit. Aku segera mengangkat kepalaku. Mata coklatnya melihatku.

"Kau temannya Yera?" Tanyanya.

Aku menggeleng. Aku pernah menonton sebuah film yang mirip dengan kondisiku sekarang. Cowok ini pasti ingin menggodaku.

Arloji yang melekat ditangan kiriku menunjukkan pukul delapan lewat lima belas. Artinya Jimin telah meninggalkanku selama 30 menit. Berani sekali dia!

"Gak, aku menemani pacarku, Jimin" ucapku sombong. Pasti cowok ini akan menyesal setelah tau kalau aku punya pacar.



"Oh, Park Jimin?" Tanyanya santai. Aku segera menengadah menatapnya.

Dia tau Jimin?

"Kau mau aku membawamu ke dia?"

Dengan cepat aku mengangguk. Cowok itu berjalan didepanku dan tanpa sungkan aku segera mengikutinya. Ia berhenti sebentar lalu menarik pergelangan tanganku. Sensasi dingin itu terasa kembali.

"Maaf, aku gak terbiasa kalau orang asing menyentuh kulitku" ucapku sopan. Cowok ini terlihat seperti berpikir keras lalu melihat ke ruang depan yang dipenuhi orang-orang yang bergoyang mengikuti irama.

Aku mengikuti arah pandangan cowok itu lalu menajamkan penglihatanku, mencari apakah ada Jimin di kerumunan orang-orang itu.

Tiba-tiba ia melingkarkan lengannya di pinggangku, membuatku tersentak dan tertarik mendekatinya.

"Aku tidak menyentuh kulitmu, kan?" Tanya cowok itu lalu tertawa (apa ada yang lucu?). Memang dia tidak menyentuh kulitku, tapi ini jauh lebih tidak nyaman daripada bersentuhan kulit. Tanpa ragu aku menatapnya tajam. Kukepalkan tanganku.

Melihat ekspresiku, cowok itu segera menjauhkan tangannya, lalu nyengir.

"Pegang bajuku" ucapnya. Aku memegangnya seperti yang ia perintahkan lalu mengikutinya sampai kami berada diluar rumah besar itu. Ia membawaku ke taman.

"Hey, kau memang melihat Jimin disini?" Tanyaku ragu lalu melihat sekeliling. Jimin berpesan kalau ia akan memberi hadiah pada Yera, sahabatnya itu, bukan ke taman. Lagian Yera tidak mungkin ada disini, dia pasti di dalam dengan kue ulangtahunnya.

Cowok itu duduk di kursi taman bersamaan dengan aku melepaskan peganganku pada bajunya. Ia menyilangkan kakinya.

"Hey, dimana Jimin?" Tanyaku kesal. Aku menghentakkan kakiku ke tanah.

"Kau tidak mau duduk dulu?" Tanyanya lalu menatap mataku. Sebuah senyuman terbit diwajahnya.

"Hey, kau mau mati?" Tanyaku. Jangan-jangan dia hanya menebak marga Jimin?

"Aku kenal pacarmu. Dia akan kesini, sebentar lagi" cowok itu seperti membaca pikiranku.

Matanya melihat kearahku yang masih berdiri dihadapannya.

"Duduk siniii" ucapnya ramah lalu menepuk-nepuk sisi kursi disebelahnya. Setelah berpikir beberapa detik akupun menjatuhkan bokongku kesampingnya. Ada sedikit jarak antara kami.

Two Lines of Park Jimin (On hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang