06.

130 19 6
                                    

"Kamu gak pulang? Sudah malam begini" ucap Appa yang datang kembali ke ruang tamu setelah beberapa menit di ruang kerjanya.

Eomma yang mendengar perkataan Appa kemudian menghela nafas. Ia sepertinya tidak ingin jauh dari Jimin yang diam-diam saja disampingku.

"Nak Jimin mau menginap? Udah malam banget.." ucap Eomma lalu menatap Jimin dengan tatapan memohon.



INIKAN, KARENA EOMMA NGAJAK NGOBROL MULU.



Jujur, rasanya tak habis pikir kalau Eomma menyukai Jimin. Dari tadi aku berdoa dalam hati agar Eomma tidak memukuli Jimin dengan rotan karena telah membawa putrinya keluar hingga jam segini.



Memang sih, Eomma terlihat menyukainya karena aku bilang dia anak pintar. Dan kata bunda, Jimin ganteng banget.




"Ma, Jimin kan besok juga sekolah. Dia harus pulang, ya kan Jimin? Nana anterim ke depan ya" ucapku lalu menarik lengan Jimin keluar. Eomma yang sudah mencuci mukanya dari tadi dan menggerai rambutnya yang sekarang bergelombang indah itu hanya mengangguk sedih.




"Sering-sering kesini ya, ajarin Nana belajar juga. Biar dia gak tinggal kelas. Dia diajarin Jungkook gak ngerti-ngerti" ucap Eomma lalu menepuk pundak Jimin. Aku dalam hati mengiyakan ucapan Eomma. Meski aku marah ia membeberkan kenyataan tentang otakku yang membal diajari Jungkook.



"Baiklah, Tante. Jimin pulang dulu ya" ucapnya lalu membungkuk hormat. Aku mengantar Jimin hingga ke depan pagar.



"Aku balik dulu" ucap Jimin setelah menaiki motor Hoseok. Ia menghidupkan motor itu.


"Eh--tunggu!" Teriakku.





"Apa?"




"Engg.."




Dengan ragu, aku melanjutkan perkataanku.



"Nanti kalau kau sudah sampai rumah, tolong fotokan catatan kimia tentang koloid ya.. hehe"




"Bilang begitu saja lama. Besok datang cepat kekelasku, paket aku udah habis"




"Huh, iya deh. Bye Jimin, hati-hati" ucapku lalu melambaikan tangan pelan. Jimin hanya mengangguk lalu memasang helm yang menutupi semua wajahnya. Aku hanya dapat melihat matanya yang indah itu.



Tak lama setelahnya, ia langsung hilang dari hadapanku. Menyisakan angin malam yang berhembus dari arah kepergiannya.



Dengan langkah berat aku memasuki rumah. Aku sempat berpapasan dengan Appa yang akan mengunci pagar.


"Cepat tidur" ucap Appa dengan suara yang berat. Aku mengangguk pelan lalu berjalan dengan cepat kekamarku.

Tubuhku ambruk diatas kasur.




Tanpa psikolog atau dukun aku juga tahu kalau Appa benci denganku yang sudah berpacaran. Appa mungkin akan meledak kalau Eomma tidak menyambut Jimin dengan hangat tadi.


Ahh! Aku tidak tahu lagi. Apa ini berarti aku sudah mengecewakan Appa?



Dengan cepat aku pergi ke kamar Taehyung. Lampunya memang sudah dimatikan, tapi tanpa berperasaan aku langsung mengetuk pintunya.




Tidak ada balasan.




Aku menghela nafas, lalu kembali ke dalam kamarku.



Two Lines of Park Jimin (On hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang