1.Keraguan

1.7K 80 29
                                    

Sudah satu jam Dimas menenangkan kekasihnya dari rasa galau yang mendera.

“Jadi kamu masih ragu sama aku, Yang?” tanya Dimas, entah ini pertanyaan yang keberapa dan hanya dibalas dengan kebisuan.

“Hemm.” balas sang kekasih yang masih setia memainkan jemarinya di dada Dimas. Dimas menghela nafas pasrah.

“Jadi gimana caranya biar kamu ga ragu lagi sama aku sih, Yang?” Dimas mengelus rambut sang kekasih dengan jemari panjangnya.

Harusnya Hanif tidak perlu ragu lagi dengan cinta Dimas yang hanya tercurah untuk dirinya seorang. Sudah banyak perjuangan dan pembuktian yang Dimas berikan padanya, sebagai contoh Dimas sudah mengenalkan dirinya pada teman-teman Dimas yang banyaknya bisa dibaratkan suppoter bola di stadion Sijalak Harupat, dan yang membuat Hanif menangis bahagia seminggu lalu adalah kesungguhan Dimas yang mengenalkan dirinya kepada orangtua Dimas sebagai kekasihnya. Sungguh nyali Dimas benar-benar Hanif acungi jempol.

Seminggu setelah pengenalan Hanif sebagai kekasih Dimas, ibu Dimas berturut-turut memaksanya untuk tinggal bersama mereka.

“Daripada Hanif ngekost terus ga ada yang ngurus mending kamu tinggal di sini. Lumayan hemat sekalian bisa bangunin Dimas yang kebo tiap dibangunin buat kuliah pagi.”  begitulah kata ibu Dimas seusai makan malam.

Lalu bagaimana ayah Dimas? sebuah tamparan pedas di pipi kiri dan tendangan di kaki kanan Dimas sepertinya mengartikan kemarahan yang wajar bagi seorang ayah yang kecewa pada orientasi seksual sang anak, namun selang 30 detik ayah Dimas mengatur nafas ia lantas memeluk Hanif dan berkata “Selamat datang di keluarga Wijaya.” Ayah Dimas, om Wijaya memeluk Hanif erat.

“Om, aku harus ngobatin Dimas.” cicit Hanif di telinga Om Wijaya dan dibalas kekehan gemas dari ayah dan ibu Dimas.

“Biarin aja nanti juga sembuh sendiri.” om Wijaya melirik ke arah Dimas yang meringis kesakitan.

Lagi suasana di kamar Dimas diisi keheningan.

“Yang.” panggil Dimas seraya mengusak rambut Hanif dengan dagunya. Hanif masih betah memainkan jemarinya pada dada bidang Dimas.

“Dimananya kamu masih ragu sama aku?” Dimas mengendurkan pelukan mereka dan mensejajarkan kepalanya di sebelah sang kekasih agar ia dapat melihat obsidian yang menenangkan itu.

“Aku..emm.” Hanif menggigit bibir bawahnya bukti tanda ia gugup dan bingung.

“Yang, aku serius sama kamu. Masa bodoh orang lain mau mikir apa. Ini aku sama kamu loh yang ngejalaninnya.” Dimas mengelus pipi Hanif.

“Tapi kita ga mungkin ga bersosialisasi, Mas. Banyak orang yang masih asing sama hubungan kayak gini .Temen-temen kamu mungkin sama gilanya sama kamu pas tau kamu punya pacar sejenis. Aku aja sampe kaget pas mereka buat pesta penyambutan aku. Pake acara bikin vlog yang imbasnya ke sosmed aku di follow banyak fujoshi sama fudanshi. Ya aku ga masalah sih tapi ga semua orang suka sama romansa kayak gini, Mas.” Hanif menyentuh dagu Dimas yang sudah ditumbuhi bulu kasar akibat cara Dimas yang mencukurnya secara brutal. Mengingat cara Dimas mencukur membuat Hanif bergidik ngeri.

Dimas mengambil tangan Hanif dari dagunya dan memberikan kecupan kecil yang membuat Hanif terkekeh. Hening kembali melanda. Dimas memejamkan matanya untuk menenangkan pikiran yang berkecamuk. Tak habis pikir, Dimas merasa semua perjuanganya ia rasa sudah cukup, tapi yang ia rasa Hanif masih belum puas dengan segala apa yang ia perbuat padanya.

“Mas..Dimas..” Hanif mengguncangkan bahu Dimas.

“Hemm.” Dimas membuka matanya dan disambut iris cokelat Hanif yang menenangkan.

Pilihan Hati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang