11.Destiny

276 28 0
                                    

Apa yang lebih baik di muka bumi?
sebuah cinta?
sebuah pengorbanan ibu untuk anaknya? sebuah pengabdian raja untuk rakyatnya?

ohh.. Janganlah terlalu jauh mengawang pada harapan. Yang terbaik di muka bumi adalah kepercayaan dan kejujuran. Bukankah hancurnya hubungan adalah karena kurangnya kepercayaan dan kejujuran? Bukankah untuk mendapatkan cinta rakyat, seorang raja harus dapat dipercaya dan memiliki kejujuran layaknya ksatria?

Kepercayaan tidak hanya terlepas pada hubungan cinta manusia dan Rabb, hubungan manusia dengan manusia dan ada sebuah hubungan yang lebih erat yaitu hubungan pikiran dan hal ghaib.

Ohhh.. ini bukan cerita horor yang menakutkan dan membuat engkau takut untuk ke kamar mandi. Ini hanya cerita cinta anak adam yang berbeda dimensi dengan anak adam lainnya yang sangat ia cintai. Cinta beda alam. Cinta semu. Cinta abadi.

*
*

Matahari masih menyinari jagad raya. Angin masih berhembus lebut menjilat kulit seolah merangsang bulu roma berdiri merasakan dinginnya udara pagi yang masih sejuk. Burung masih berkicau di dahan pohon rambutan. Anak kecil masih tertawa dengan riang seraya memainkan bola di gang sempit ini pada Minggu yang cukup cerah.

Tidak. Tidak secerah langit yang Tuhan torehkan untuk takdir Mark pagi ini. Mentari memang masih memberikan cahaya hangat yang menentramkan, belum sampai membakar kulit, namun sebuah hempasan kesakitan yang diterima Mark cukup membuatnya tersadar bahwa kisah cintanya dengan Ashley harus berakhir.

Bukan. Lagi-lagi bukan seperti kisah romansa picisan murahan yang ditayangkan televisi pada jam 10 pagi. Bukan pula karena mereka putus akibat kesalahpahaman. Bukan pula perpisahan yang berujung drama.

Ini adalah kisah yang Tuhan tulis di arash untuk Mark dan Ashley.

Pujaan hati yang mengisi 3 semester percintaannya selama kuliah. Lelaki dengan tinggi semampai dan kulit sawo matang, mata cokelat terang yang  berkilat jahil, bibir lembab mempermanis lelaki ini, lelaki yang pada satu setengah tahun belakangan ini menaburi banyak kenangan.

“Yang sabar, Mark. Mungkin ini emang udah suratan takdir. Gue turut berduka.” tepukan lembut tangan Tio menyentuh pundak kirinya, seolah mentransfer kekuatan bagi Mark.

Ya saat ini, pagi ini, Mark masih memeluk erat nisan kayu dengan tanah merah basah yang berukir nama kekasihnya. Lelaki itu pergi untuk selamanya.

Meninggalkan sejuta kenangan di relung hati Mark. Tangis kepedihan pelayat yang satu persatu hilang dan mereka kembali pada aktivitasnya setelah menjadikan gundukan tanah pusat perhatian selama 30 menit.

“Tuhan sayang sama dia. Lu harus ikhlas untuk ngelepas dia. dari pada dia koma lebih lama yang malah itu buat kita semakin sedih, Mark.” lagi tepukan penyemangat ditorehkan di bahu kiri Mark oleh Andre.

“Coba waktu itu gue jemput dia di kampus. Mungkin kecelakaan itu ga akan terjadi, Ndre.” sesal Mark yang masih menatap nanar nisan itu.

“Jangan nyalahin diri lu. Tuhan udah berkehendak. Kita bisa apa ?” Andre menarik lengan Mark untuk berdiri dan meninggalkan area pemakaman.

“Biarin Ashley istirahat, Mark.” Mark dan Andre pergi melangkah dengan pundak melemas.

*

Seminggu suasana hati Mark masih berduka. Gelap. Sunyi. Sepi. Hampa. Semua karena Ashley. Seolah Mark lupa, ia setiap hari masih selalu berkunjung ke Fakultas Ekonomi untuk menjemput Ashley seperti biasa. Namun, setelah ia mengingat hal tersebut ia hanya tertawa hampa. Seolah mengejek dirinya atas tindakan bodoh yang ia lakukan.

“Kalau kamu ada di sini mungkin aku ga semerana ini, sayang.” Mark berkata sendu di meja kantin.

Angin semilir membelai telapak tangannya. Menyembunyikan wajah pusatnya di lipatan tangan. Merebahkan kepala dengan hikmad pada meja kantin seolah menumpu semua beban setelah ditinggalkan sang kekasih dengan sangat sakitnya.

Tangis tak menjadi beban menghilang, jusru tiap isakan yang lolos dari dirinya menjadikan rasa sesak itu menghimpit paru-paru. Memberi rasa sakit seolah di hujam benda tumpul pada bagian  tersebut.

“Kalau kamu ada di sini  bisikin sesuatu yang bisa buat aku ikhlas untuk ngelepas kamu, sayang.” Mark memejamkan matanya. Ia tegakkan badannya. Seolah tak ada hari esok, Mark menghirup rakus oksigen yang ada guna mengisi organ pernapasan dengan haknya. Menikmati angin yang membelai tubuh ringkihnya.

“Aku menyayangimu. Namaku Ashley. Kekasihmu yang mencintaimu sampai akhir takdir cerita Tuhan pada hidupku.”

Tampar. Tampar Mark sekarang. Ia mendengar dengan jelas suara angin. Oh bukan. Itu suara Ashley. Ashleynya. Kekasihnya. Suara lembut penuh kasih sayang dan perhatian. Rungu yang selalu dimanjakan dengan tawa bahagia dari Ashley. Ashleynya. Miliknya. Hanya untuknya.

“Aku juga sayang kamu. Namaku Mark. Jangan kembalikan hatiku. Bawa aja bersama kepergian kamu.” Mark tersenyum ke arah dua burung yang sedang berkicau di dahan pohon.

Mark hanya berharap, jika saat ini ia tidak bisa dipersatukan oleh si pemilik mata cokelat itu, ia hanya ingin Tuhan segan untuk menulis takdir baik di hidupan selanjutnya agar ia dan si suara indah tersebut dapat merajut asa dengan bahagia.

=END=

First Publish : 10 September 2018
Edit : 8 Juli 2019

Pilihan Hati ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang