Pondok kopi, Jakarta Timur.

85 12 0
                                    

Aku, Nafiza Aurelia Deandra. Lahir di Bandung pada tanggal 15 bulan Oktober tahun 1999. Dan kini aku tinggal disalah satu tempat di Jakarta.

Aku anak terahir, yang konon katanya memiliki perhatian lebih dibandingkan dengan anak pertama. Pada kenyataannya ialah sama saja. Orang tua ku sibuk dengan urusan pekerjaannya. Menurutnya itu penting, pentingan mana antara uang dengan kasih sayang untuk anak? Ya. Itulah mereka.

Aku memiliki seorang kakak laki-laki, Panggil saja ia Steven. Lengkapnya Steven Gillbert Deovano. Anggap saja ia orang tua kedua ku setelah orang tua kandung ku.

Selain itu, ia memiliki wajah yang tampan dan postur tubuh tinggi nan atletis. Wajar bila ia memilik followers banyak dan fans di akun Social Medianya yaitu ‘instagram’.

“RELLLL KERETAAA!!!!!” teriak seseorang memenuhi seisi rumah dan membuat semuanya menutup telinga supaya tidak gangguan telinga dadakan.

“ada apa sih stev? Sampe teriak-teriak gitu? Malu didenger tetangga” iya itu adalah suara Steven, kakaknya Nafiza.

“itumah, si Nafiza ngambil sepatu adidas steven” jawab Steven masih dengan wajah kesalnya.

Bagaimana tidak? Adiknya mengambil barang yang dulu sangat ia impikan. Pada saat memilikinya malah diambil sama adiknya.

“kan gampang beli lagi stev. Kek kamu gapunya uang aja” ucap linda, Mamah Steven.

Steven mendengus kesal. Pasalnya itu dibeli dengan jerih payahnya sendiri hasil dari endorse nya di instagram.

“no ma! Stev udah ngumpulin hasil endorse dan seenaknya si rel kereta ngambil gitu aja” jelas Steven kepada mamahnya

“dia itu Nafiza. Bukan rel kereta api. Kamu mau? Nama kamu mamah ubah? Jadi gillingan?” omel mamah.

Steven pun hanya mampu bernafas kasar mendengar mamah nya lebih membela adiknya dibandingkan dirinya.

Tanpa menjawab pertanyaan dari sang mamah, Steven berlalu dan memasuki kamarnya.

Sedangkan sang mamah hanya bisa menggelengkan putra pertamanya yang kini sudah membesar tetapi sifat mengalahnya belum tertempel di dirinya.

Disisi lain, gadis terlihat bahagia atas apa yang ia ambil dari sang kakak. Walaupun itu dengan cara memaksa, tetap saja ia bangga karna misinya berhasil dijalankan.

“i got you babe” ucapnya seraya menatap benda yang baru saja ia buka dan terdapat sepatu bermerek Adidas model terbaru dan termahal.

“tapi, kasian ka stev. Inikan hasil uang endorsenya” ucapnya layaknya orang berpikir

“tapi tapi gue mau sepatunya”

“tapi gue ga tega sama ka stev”

“nanti gue jadi adik durhaka lagi”

“trus gue dikutuk kek malin kundang”

“apasih naf itu kisah ibu dan anak bukan kakak beradik. Ih bego emang”

“bodo ah, gue balikin aja. Masa iya gue make barang haram sih”

“ok gue balikin. Bye sepatu. Today you must go. You are steven shoes not my shoes. Ok time to say godbye” kali ini gumamnya yang terahir.

Karena ia sedari tadi hanya berpikir, apa harus dikembalikan ke pemiliknya atau di biarkan dan di hak milik oleh dirinya sepenuhnya. Bukan Nafiza bila tak punya rasa kasihan.

Ia tahu itu hasil kerja keras kakaknya selama ini. karena sesudah kakaknya sampai rumah, kakaknya menceritakan semuanya dan berhasil membuat dirinya terharu. Maka dari itu ia berniat mengembalikan sepatunya.

COMPLICATED RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang