Saat ini, Nafiza sedang beristirahat didalam kamarnya. Sejak kemarin ia mengurung diri dikamar. Tidak mempedulikan orang sekitar, bahkan semaleman ia menangis akan perihal keluarganya yang akan cerai. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai itu terjadi pada dirinya. Namun ada hal aneh yang nafiza rasakan. Beberapa pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan kepada keluarganya salah satunya Steven, kakaknya.
Tapi, bila dipikir pikir tidak mungkin kalau keluarganya akan melakukan seperti itu. Sangat tidak mungkin. Nafiza mulai frustasi akan hal itu, rasanya ingin pergi sejauh jauhnya agar tidak ada yang tau mengapa ia pergi. Namun nihil bila ia akan melakukan seperti itu.
"Rel"
"Rell. Temenin gue keluar yuk"
Seperti biasa. Siapa lagi yang memanggil dirinya dengan sebutan "rel" selain kakaknya?huh menyebalkan.
"Gak. Gue lagi ga mood teriak Nafiza
Steven tampak berpikir keras. Bagaimana caranya agar Nafiza mau keluar dan tidak mengurung terus dikamar."Rel come on! Jangan murung terus. Kan ada gue disini"
"Apa apaan. Lu nanti pergi juga ke amerika. Mending kalo gue ikut, inimah kaga pisan sedih Nafiza dari dalam kamar
Steven seketika menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. Tak disangka, adiknya yang sering ia ajak berantem itu merasa kehilangan bila dirinya tidak ada. Padahal ini hanya rencana tapi efeknya begitu dahsyat.
"Yaelah rel. Jaman udah canggih. Kan kita bisa vidcall. Norak lu ah, kek ditinggal jauh ae"
"AMERIKA HEH AMERIKA!!!! LU KIRA JARAKNYA KAYA STASIUN JUANDA SAMA ISTIQLAL. LAH MENDING NAIK BUS BISA, INI NAIK PESAWAT. LO MAU PERGI TAPI OTAK LO MAKIN PEA KAK kesal Nafiza
Bagaimana bisa kakaknya menjawab seakan akan ini semacam lelucon. Padahal dirinya sangat sayang kepada kakaknya. Sebenarnya bukan sayang, hanya saja ia merasa sepi bila tidak ada Steven dirumah. Terlebih lagi, bila dirinya lapar atau menginginkan sesuatu, hanya Steven yang tau akan kemauan dirinya. Tidak bisa dibayangkan bila Steven benar-benar pergi keluar negri.
Ceklek!
Seketika pintu kamar terbuka, dengan segera Nafiza menutupi seluruh badannya dengan selimut. Ia tahu, pasti kakaknya masuk ingin mengasih nasihat agar dirinya kuat akan cobaan ini. Namun sayangnya nasihatnya gapernah berubah.
"heyo whats up rel"
"Apa lo ucapnya dari balik selimut.
Steven mendekat keranjang adiknya dan duduk di tepi kasur."Lo jangan murung teruslah. Kali-kali lo keluar lihat pemandangan yang indah. Apalagi perginya sama gue, dijamin makin.."
"Makin ancur kalau jalan bareng lo sambung Nafiza.
Steven terkekeh melihat tingkah laku adiknya ini. Sungguh menggemaskan.
"Hehehe. Kan sekarang lo udah besar nih. udah mau kelas 3" ucapan Steven terpotong.
"Apaan, kelas 2 aja belum" jawab Nafiza tanpa mengubah posisinya
Steven mengehembuskan nafasnya kasar. Ingin marah namun ini posisinya adiknya yang lebih marah. Bila dilanjutkan takut makin mejadi."Okey, itu maksud gue. Lo udah besar rel, udah dewasa bukan lagi anak-anak yang dikiti-dikit nangis, dikit-dikit nangis. Aam"
"Stop!"
Nafiza mengubah posisi nya. Yang tadinya ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut kini ia membuka selimutnya dan duduk mengahadap kakaknya.
Steven yang melihat itu merasa terkejut akan melihat wajah adiknya. Seperti ada yang hilang dari dirinya. Terlihat dari wajahnya yang sangat amat sedih. Sebegitunya kah dek, lo mau gue tinggal? Padahal ini cuman rencana papah sama mamah. Duh merasa berdosa gue. Batin Steven.
"Woe. Ngapa jadi lu yang bengong"
Steven tersadar akan perkataan Nafiza. Dengan reflek ia membawa adiknya kedalam dekapannya. Nafiza yang melihat perlakuan kakaknya pun merasa aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
COMPLICATED RELATIONSHIP
Dla nastolatków#276 - complicated (11/05/2018) #211 - complicated (17/06/2018) #95 - complicated (25/06/2018) #85 - complicated (22/07/2018) 'Dia itu sebenarnya baik, ganteng juga, pinter apalagi. Tapi sifat dinginnya yang ga gue suka' - Nafiza A.D 'Lo itu cantik...