Hari ini hari Minggu, maka aku bebas main sepeda bersama Jo. Aku bermain sepeda dengan jaket dan celana training. Jo juga memakai baju lengan panjang dan training hitam, ia memasukkan tangannya ke dalam saku training dan bernafas cepat. Tadi malam hujan deras mengguyur Kota Salatiga. Udara pegunungan pun semakin bertambah dingin.
Pagi ini kami duduk di hamparan rumput hutan pinus seperti biasa. Jo tidak bisa berbaring nyaman di atas rumput karena basah terguyur hujan. Maka kami hanya duduk-duduk di atas batu kecil.
Aku memandang Jo yang sedang duduk di sampingku. Aku sebal padanya, aku ingin dia berhenti mengirim pesan 'apa kabar?' setiap hari. Aku ini bukan anak kecil yang harus diawasi saat bermain. Jo mirip sekali dengan bapak-bapak yang memantau segala gerak-gerik anak gadisnya.
"Fidela?"
"Apa!?"
"Kamu nggak suka kalau aku tanya tentang kabarmu tiap hari?"
Lagi-lagi dia tahu apa yang sedang kupikirkan. Berhenti kuliah saja, jadi paranormal. Aku mengangguk mantap dan menatapnya sebal.
"Iya! Kenapa sih kamu tanya itu terus? Aku kan selalu baik-baik aja Jo, kamu tau itu!"
"Kan aku cuma mau tau kabar kamu aja, eh ternyata kamu nggak suka."
"Iya bener! Aku nggak suka! Lagian kamu kan tau sendiri kalau aku ini BAIK-BAIK AJA Jo. Inget itu!" Jo diam, aku semakin sebal padanya. Jadi kami hanya duduk berdiam-diaman disini.
"Gimana kemajuan hubungan kamu sama Fariz?" Jo mencoba memecah keheningan.
"Buruk! Kamu ini mau tau aja."
"Tuh kan kamu lagi nggak baik-baik aja. Sudahlah Fi, kayaknya dia bukan yang terbaik untuk kamu."
Aku melirik sebal pada Jo yang sekarang sedang menatapku. Dia selalu ikut campur dalam segala urusanku.
"Jadi menurut kamu siapa yang terbaik untuk aku kalau bukan dia? Kamu gitu? Mimpi Jo."
Jo diam, ia menghela nafas pelan-pelan.
"Fi, kenapa kamu jadi marah-marah sama aku?"
"Kamu itu nyebelin!"
"Aku kan cuma ngasih tau aja, memangnya salah? Kalau kamu ngerasain suatu saat nanti, kamu pasti sakit hati. Percayalah sama aku Fi, aku nggak mau liat kamu sakit hati. Bukan berarti aku ngelarang hubungan kamu sama Fariz, bukan gitu. Kamu marah karena kamu belum ngerasain sakitnya."
"Kamu ini cemburu atau apa sih?"
"Bukan gitu aku-"
"Nggak usah dibahas lagi! Lagian kan aku yang jatuh cinta, bukan kamu!"
"Kamu bener. Kamu yang jatuh cinta, bukan aku, seharusnya aku nggak ikut campur. Aku minta maaf Fidela."
Aku diam, pura-pura tak mendengar apa yang dikatakan Jo. Aku sibuk memainkan bunga rumput di dekatku. Menyambung-nyambungkan bunga tersebut hingga jadi gelang kecil.
Tiba-tiba aku melihat Jo memegangi perutnya dan merintih kesakitan, awalnya aku mengira bahwa Jo hanya ingin menarik perhatianku saja. Tapi aku salah ketika mengetahui bahwa wajah Jo memucat dan ia meringis sejadi-jadinya.
Aku semakin panik saat melihat hidung Jo mengeluarkan darah. Aku cepat-cepat mengeluarkan sapu tanganku dan mengelap darahnya yang belum berhenti mengalir. Badan Jo lemas, aku bingung harus berbuat apa, disini hanya ada kami berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN HUTAN PINUS [TELAH TERBIT]
Teen FictionKisah ini hanya terjadi dalam hidupku, tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi pada hidup orang lain. Kau akan banyak menemukan pengkhianatan dan rasa kecewa yang datang dari orang-orang yang sangat kau sayang, mereka yang sangat kau percaya. La...