Pintu kamarku terbuka, aku terkejut setengah mati melihat siapa yang datang. Novelku terjatuh dan donat-donat yang sedang ku makan tumpah berserakan diatas tempat tidur. Orang yang sangat tidak ingin kulihat, berdiri didepan pintu kamarku. Mila. Sedang musuhan atau tidak, dia tetap memiliki kebiasaan yang sama, masuk kamar orang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, asal main buka saja. Dasar cewek serampangan!
"Maaf, aku tau kalau kamu nggak mau liat aku lagi Fi. Tapi aku nggak punya cara lain. Fi, kamu... kamu kenapa jadi kayak gini?" Mila mendekat dan duduk dipinggir tempat tidurku. Aku hanya diam dan memasang wajah datar tanpa ekspresi yang biasa ku lakukan. Tanpa merasa bersalah Mila bertanya "kenapa kamu jadi kayak gini?", padahal sudah jelas semua itu karena dia! Mila meraih tanganku dan aku segera menepisnya.
"Fi! Ngomonglah Fi! Kumohon ngomonglah! Aku udah minta maaf berkali-kali sama kamu tapi kamu selalu ngindar! Aku capek Fi! Aku mau kita kayak dulu lagi, bisa main bareng, jalan bareng, main biola ke rumah Johannes, aku kangen banget sama kamu yang dulu. Aku salah Fi, aku tau aku salah jatuh cinta sama Fariz dibelakang kamu. Sejak deket sama Fariz, aku sadar kalau makin lama aku makin suka sama dia. Aku juga nggak nyangka kalau Fariz juga suka sama aku." Mila menarik nafas, sedangkan aku memandang keluar jendela. Alangkah menyakitkannya ia menceritakan semua kisah cinta busuknya dihadapanku.
"Aku nggak mau buat kamu sakit hati, makanya kami pacaran diem-diem. Maafin aku Fi, kuharap kamu ngerti."
Aku memberanikan diri menatap Mila, emosi ku benar-benar memuncak mendengar semua perkataannya. Bisa-bisanya dia bicara santai tentang semua yang telah dilakukannya tanpa mempedulikan perasaanku dan menganggap aku sebagai sahabatnya.
PLAKKKK!!! Aku menampar pipi kiri Mila sekuat tenaga. Mila terkejut dan menatapku nanar sambil mengusap pipinya. Aku tak peduli dengan perasaannya. Karena ia lebih tak peduli dengan perasaanku.
"Cewek serampangan!! Kamu mau aku ngomong apa?!! Bukannya semua udah jelas?!!" Ku ambil gelas melamin di atas meja dan membantingnya ke lantai sehingga pecah berkeping-keping. Mila semakin terkejut. Kantung matanya mulai tampak kemerahan menahan tangis.
"Coba kamu liat gelas ini! Aku banting sampe pecah terus aku minta maaf. Tapi dia nggak bakal utuh lagi kan? NGGAK AKAN MIL!! NGGAK AKAN UTUH LAGI!! Sama kayak kepercayaanku sama kamu, dan kamu yang ngebanting! Aku nggak nyangka kamu tega sama aku. Aku nyesel banget selama ini cerita banyak soal Fariz sama kamu. Aku bener-bener goblok." Sebisa mungkin aku menahan degup jantungku yang kian lama kian kencang. Aku tak dapat mengontrol emosiku.
"Kamu yang nyuruh aku untuk nggak ninggalin Jo demi Fariz. Untuk nggak ninggalin sahabat demi orang yang kita suka, tapi sekarang kamu yang ngelakuin itu sama aku. DASAR PENJILAT!"
Mata Mila mulai berkaca-kaca, aku tak peduli! Aku benar-benar kesal melihatnya. Orang paling kejam yang berselimut dibalik sifat sok baiknya.
"Satu lagi Mila! Jangan pernah deketin Johannes! Jangan pernah! Aku nggak mau sahabatku satu-satunya ini dideketin sama perempuan kayak kamu! Sumpah, aku bener-bener jatuh cinta sama Fariz, Mil. Alangkah sakitnya ngeliat orang yang aku suka direbut sama sahabatku sendiri, yang tiap hati dengerin curhatan aku tentang dia. Kamu bener-bener serigala."
Air mataku terjatuh mengingat semua hal yang sudah mulai kulupakan. Mila, teganya kau melakukan semua ini. Aku ingat kata-kata Jo bahwa aku harus mengikhlaskan semuanya. Aku harus bangkit dan masih bisa mendapatkan yang lebih baik dari Fariz. Senyum Fariz, wajah Fariz, masih terngiang jelas di kepalaku. Mawar merahnya yang sudah kering masih ku simpan di sudut kamar, menandakan bahwa aku benar-benar mengharap cintanya.
"Sekarang kamu keluar dari kamarku." Lanjutku sambil menatapnya nanar. Mila mengeluarkan novel-novelku dari dalam tasnya dan meletakkannya di atas tempat tidur.
"Terima kasih novelnya Fi."
"Keluar Mil."
"Fi.. semoga kamu bisa maafin aku."
"Kamu nggak mikir kan masalah yang kamu anggep remeh dengan sembunyi-sembunyi akhirnya malah jadi makin rumit kayak gini? Kalau kamu ngomong sama aku dari awal, aku bisa nerima Mil. Aku nggak akan marah kalau kamu juga suka sama Fariz. Tapi caramu kayak gini bener-bener murahannya minta ampun. Kamu kayak ular Mil! Sekarang apa yang kamu mau udah selesai kan, aku udah selesai ngomong sama kamu. Jadi mending sekarang kamu yang nggak usah banyak bacot, keluar dari kamarku!"
"Fi...."
"KELUAR!! Sebelum aku panggil Pak Joko!!"
Mila langsung beranjak dan berlari keluar kamar. Ia menutup pintu kamarku lebih keras dari biasanya. Air matanya mulai merebak, keluar dari rumahku dia pasti menangis. Aku menamdang novel-novelku yang baru saja dikembalikan Mila. Tak sengaja, aku melihat ada selembar amplop putih yang terselip disalah satu halaman novel ku. Aku segera membukanya dan terlihat tulisan tangan Mila yang tak asing lagi bagiku.
Fidela Fidelisa,
Aku sama Fariz minta maaf untuk yang keseribu kalinya. Kamu adalah sahabat yang baik, kamu selalu ada saat aku butuh kamu. Aku minta maaf karena aku nggak bisa nyimpen perasaan ini lebih lama lagi. Semua daya tarik Fariz bikin aku ngerasain hal yang sama kayak yang kamu rasain sama dia. Awalnya aku bingung antara milih kamu atau Fariz. Tapi setelah aku mikir lagi, aku lebih milih Fariz karena cuma dia yang bisa buat aku bahagia. Kadang aku cemburu sering liat kamu jalan berdua sama Fariz, tapi semua hilang waktu Fariz nembak aku. Ternyata rasa suka ku sama dia nggak bertepuk sebelah tangan.
Dulu aku suka sama Johannes. Tapi setelah aku ngeliat kalian berdua, harapanku hancur. Jelas banget kalau Johannes nggak punya rasa apa-apa sama aku. Waktu Johannes ngeliat aku, rasanya beda banget saat dia ngeliat kamu dengan pandangan penuh kasih, penuh perhatian. Kalau disuruh milih, aku yakin kalau Johannes pasti lebih milih kamu daripada aku. Aku nyerah, aku nggak punya harapan bisa deket sama dia, lebih baik aku mundur.
Aku mohon banget sama kamu Fi, lupain Fariz. Aku yakin kamu bisa dapet yang lebih baik dari dia. Semoga kamu ngerti dan mau maafin aku.
Milana Novila
Aku sakit hati membacanya, tanpa berfikir panjang surat dari Mila langsung kurobek dan kulemparkan ke tempat sampah. Aku kejam? Ya! Siapapun boleh berkata begitu. Lihat saja seberapa lama hubungan mereka berjalan lancar. Bukannya aku mendoakan agar mereka cepat putus, tapi hubungan yang diawali dengan tidak baik maka akan berakhir tidak baik pula.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN HUTAN PINUS [TELAH TERBIT]
Teen FictionKisah ini hanya terjadi dalam hidupku, tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi pada hidup orang lain. Kau akan banyak menemukan pengkhianatan dan rasa kecewa yang datang dari orang-orang yang sangat kau sayang, mereka yang sangat kau percaya. La...