[ 1 3 ]

568 34 1
                                    

Ekskul Geografi yang biasanya berjalan cepat kini terasa bagai berabad-abad lamanya. Aku tak sudi duduk dibangku yang biasa ku duduki bersama Fariz. Aku memilih bangku yang agak tengah dan dekat dengan Agus. Sialnya, Fariz bukannya menghindar malah duduk dibelakangku. Melihat wajahnya saja sudah membuatku sakit hati, aku langsung memasang tampang dingin.

"Fidela.. tolonglah Fi. Mau sampai kapan kamu diemin aku kayak gini? Aku minta maaf Fi, aku yang salah, bukan Mila. Aku yang nembak dia. Kami saling suka Fi, apa itu salah?" Fariz mengguncang bahuku dari belakang, aku tak mau menoleh ataupun membalas perkataannya. Dengan gampangnya mereka bilang bahwa mereka saling mencintai, tapi tak ada satupun dari mereka yang memikirkan perasaanku.

"Aku nggak ada maksud mainin perasaan kamu Fi, sumpah. Selama ini aku anggep kamu udah kayak sodara sendiri. Sumpah aku nggak nyangka kalau perasaan kamu ke aku berubah jadi yang lain. Aku minta maaf Fi."

Aku tetap bergeming, air mataku hampir jatuh. Fariz menghembuskan nafas berat penuh beban. Aku tak peduli bagaimana pun perasaannya saat ini, atau lebih tepatnya TIDAK MAU peduli.

Sepulang ekskul, aku melihat Mila diluar pintu kelas sedang berdiri menunggu Fariz dengan senyum berbinar, tapi senyumnya langsung pudar saat melihatku. Rasanya menyakitkan, tapi aku segera berlalu dari hadapan mereka.

Fariz mencekal tanganku, lalu memutar tubuhku hingga menghadap mereka. Aku diam tanpa ekspresi, Fariz masih mencekal tanganku dan menatapku dengan wajah bersalahnya. Mila memandangku dengan mata berkaca-kaca.

"Fi, aku... aku tidak bermaksud...."

"CHANDRA!!" Aku berteriak memanggil Chandra yang sedang berjalan sendirian di ujung koridor. Pasti dia baru selesai Ekskul Bulutangkis. Chandra langsung berlari mendekat saat melihat tanganku dicekal Fariz.

"Lepasin Fidela atau kau ku buat babak belur Far!!" Chandra mengepalkan tangannya ingin segera menonjok Fariz. Badan Chandra yang lebih tinggi membuat Fariz terlihat kecil dan lemah. Tubuh Chandra jauh lebih berisi, tegap dan berotot.

Fariz melepaskan tangannya saat Chandra meraih kerah seragamnya. Mila memekik dan berusaha melepaskan tangan Chandra dari kerah seragam Fariz.

"Kamu Mila! Sahabat macem apa kamu ini?! Nusuk dari belakang. Dulu ngerebut Kelvin dari Theodora, sekarang teganya kamu ulangi sama sahabatmu sendiri! Potensi jadi pelakor!" Mila terperanjat mendengar perkataan Chandra. Ia langsung melirik Fariz yang terdiam.

Chandra segera mengajakku berlalu dari sana. Mulutku sudah mewakili segala perkataan yang Chandra ucapkan tadi.

"Fi, kamu nggak papa kan?" Chandra menatapku dari atas sampai bawah.

"Nggak papa kok Ndra, thanks banget ya."

"Sama-sama, ntar kalo ada apa-apa panggil aku aja."

"Oke."

HP-ku bergetar, ku rasa ibu marah karena aku pulang telat. Terserahlah, bilang saja materi ekskul tambah banyak.

Oh ternyata bukan sms dari ibu, ini dari Jo.

Fi, aku udah di jalan, kamu nunggu depan gerbang aja.

Jo serius dengan perkataannya, dia akan menjemputku sekarang! Aku merasa lega melihat pesan masuk darinya.

***

Hampir dua minggu terakhir ini seluruh waktu pulang sekolah ku habiskan bersama Jo. Banyak hal yang kami lakukan bersama, Jo mengajakku ke taman bermain dekat kota, makan di food court, ataupun jalan-jalan di mall. Berada di dekat Jo benar-benar membuatku nyaman. Dia selalu ada di saat aku sedang butuh seseorang yang bisa menghibur.

Entah mengapa aku tidak ingin Jo dimiliki orang lain. Aku egois? Entahlah, ku rasa aku membutuhkan dia selamanya. Dengan begini aku bisa melupakan segala rasa sakit hatiku dengan Fariz. Setelah kulihat secara lebih sesakma, Jo jauh lebih tampan daripada Fariz. Aku heran mengapa sebegitu bodohnya aku sering menangisi lelaki tak berguna itu siang malam.

Sebelum tidur pun aku rutin membalas SMS dari Jo. Aku juga senang bila dia bertanya tentang kabarku setiap hari dan menjemputku pulang sekolah. Banyak orang bertanya apakah Fidela pacaran dengan kakak alumni? Aku hanya menjawab bahwa Jo adalah sahabatku. Sehari tak di jemput oleh Jo, rasanya seperti ada yang hilang.

Tapi aku kesal saat Jo menerima telepon dari pacarnya saat sedang jalan bersamaku. Aku tak mau bertanya tentang pacar Jo. Punya banyak waktu bersamanya saja sudah cukup bagiku.

Jo juga tak pernah cerita apa-apa tentang pacarnya yang pernah ku temui di depan rumahnya waktu itu. Ia juga tak pernah bertanya siapa laki-laki yang sedang dekat denganku saat ini, maka dari itu sebaiknya aku tidak bertanya, daripada nanti aku sakit hati lagi.

Saat kami sedang ayik-asyiknya ngobrol berdua ditaman, tiba-tiba Jo mimisan, hal yang pernah terjadi terulang kembali. Saputangan kesayanganku menjadi korban. Aku segera mengajaknya masuk mobil dan segera pulang. Aku takut kalau Jo tidak bisa nyetir dalam keadaan seperti ini. Jo merebahkan kursi mobil dan beristirahat sampai fisiknya pulih kembali. Aku duduk disampingnya sembari mengelus rambut Jo dan berdoa semoga ia baik-baik saja.

***

Siang ini Jo tidak bisa menjemputku. Dia bilang bahwa ia ada janji bertemu dengan seseorang, mungkin saja dengan pacarnya. Aku tak mau memikirkan hal itu. Kebetulan hari ini aku juga ingin bilang pada Jo supaya tak perlu menjemputku karena Chandra ulang tahun. Dia mentraktir beberapa teman dekatnya untuk makan-makan di food court dekat kota.

Aku membelikan Chandra kemeja kotak-kotak biru sebagai hadiah. Chandra akan bertambah tampan bila ia memakainya. Acara ini hanya traktiran biasa saja, maka kami tidak memakai pakaian formal, tetap dengan seragam SMA.

Chandra mentraktir kami Steak Blackpeper yang kelezatannya sangat terkenal di Salatiga, yang hanya dapat ditemui di food court taman kota. Aku merasa tak asing dengan tempat ini karena aku sering mengunjunginya bersama Jo.

Ada sekitar lima belas orang yang ditraktir Chandra, rata-rata anak IPA yang dulu sekelas dengannya waktu Kelas Sepuluh dan beberapa teman sekelas kami. Kalau sudah bertemu teman-temannya Chandra sedikit melupakanku, ia lebih senang ngobrol dengan anak-anak IPA. Aku hanya diam disamping Linda, teman sekelasku yang juga lumayan akrab dengan Chandra.

Steak datang bersama dengan Vanilla Milkshake favoritku. Kami makan dengan gembira, terutama Chandra karena dia yang berulang tahun. Selesai makan, kami belum langsung pulang, anak-anak IPA mengajak kami untuk foto bersama.

Saat kami sedang asyik foto-foto, aku melihat Jo berjalan masuk food court. Dia tidak sendirian, ada perempuan lain yang menjajari langkahnya, aku mempertajam pengelihatanku. Mereka memilih tempat paling pojok yang biasa kutempati bersamanya. Perempuan itu adalah perempuan yang ku temui saat datang ke rumah Jo beberapa waktu yang lalu. Tidak salah lagi, mereka benar-benar pacaran.

Mereka terlihat sangat serasi. Jo yang tampan, bersama perempuan yang cantik. Jo beruntung memilikinya, begitu pula sebaliknya. Aku hanya bisa terdiam mematung memandang mereka. Tak bisa melukiskan bagaimana perasaanku saat ini.

"Itu kakak alumni ya?" Tanya Linda yang juga ikut melihat.

"I... iiya."

"Pacarnya cantik ya Fi." Linda tak lepas memandang Jo dan perempuan itu, aku hanya mengangguk. Linda tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini. Entah mengapa aku jadi agak sakit hati memandang mereka. Apa aku cemburu? Sepertinya iya. Di saat kesepian seperti ini, aku baru menyadari betapa aku sangat membutuhkan Jo, betapa aku tak mau kehilangan dia.

Aku tak ingin berlama-lama dan terus-terusan melihat pemandangan ini. Setelah aku memberikan kado berbentuk permen yang ku bungkus khusus untuk Chandra, aku beranjak pergi dari tempat itu. Chandra terlihat heran tetapi aku langsung berdusta dan mengatakan bahwa ibuku baru saja mengirim SMS menyuruhku pulang karena ada saudaraku yang baru saja datang ke rumah.

***

ANGIN HUTAN PINUS [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang